33. the past

513 104 30
                                    



Nunew menjejakan langkah mengelilingi ruang keluarga tempat sebelumnya ia dibawa, manik kembar Nunew terus menelusuri pajangan bingkai foto yang tertata di atas meja di sudut ruangan. Ia sendiri sekarang, beberapa menit lalu ayah Zee pergi untuk menerima telpon penting, Zee sendiri ikut ke dapur dengan Rayla untuk menyiapkan beberapa cemilan dan teh. Jadilah dirinya ditinggal sendiri. Awalnya Nunew hanya iseng memperhatikan isi ruangan itu, namun fokusnya tertuju pada tiga bingkai foto berisikan sosok anak kecil dengan kedua orang tua berserta neneknya duduk berlatar kebun stroberi. Senyum bahagia terukir begitu menyenangkan, membuat siapa saja yang melihat akan ikut merasakan hangat suasana saat itu.

Setelah selesai dengan bingkai foto, kini atensinya beralih pada sebuah grand piano coklat gelap. Cukup menarik minat Nunew untuk sedikit menekan beberapa tuts piano yang ternyata memiliki suara jernih, ia yakin piano dengan kualitas suara seperti itu bernilai fantastis.

"Kau bisa memainkannya?"

Nunew terkejut, spontan menoleh pada asal suara dan mendapati sang tuan rumah berdiri dengan ponsel tergenggam di tangan. "Ah ya, aku bisa tapi tidak terlalu mahir, paman."

Pria paruh baya itu mengangguk sambil berjalan melewati Nunew, mengambil posisi nyaman pada kursi piano. "Jadi, musik apa yang kau pahami? Klasik? Jazz?"

"Aku sedikit paham tentang Mozart, selebihnya aku hanya bisa instrument musik ballad."

"Hmm, begitu." Ia kembali mengangguk sebelum jemari yang mulai kaku itu mulai menekan tuts piano dengan lincah, memainkan sebuah musik klasik sambil memejamkan kedua mata. Menikmati tiap nada yang jarinya hasilkan tanpa repot-repot fokus pada buku nada yang terpampang di tempatnya. "Kau tau musik ini? Bantu aku memainkannya."

Benak Nunew mengingat-ingat musik yang Arthit mainkan, ini tampak familiar tapi Nunew sedikit lupa. Lantas ketika ia mulai mengingatnya, Nunew bergabung untuk duduk bersebelahan. Menunggu waktu yang tepat hingga ia memiliki celah masuk ke dalam nada dan menekan tuts piano gilirannya.

Kedua manusia berbeda usia itu tampak selaras dan mendapat kemistri, larut dalam lantunan musik karya Mozart, Lacrimosa. Sesekali saling menoleh untuk tersenyum.

Nada terakhir dalam musik selesai dimainkan, kedua pasang jemari telah berpindah tak lagi menari di atas piano. Sekali lagi mereka tersenyum karena akhirnya menemukan seseorang yang mengerti tentang musiknya. Terlebih Arthit, selama ini ia hanya bermain sendiri. Rayla tidak memiliki minat yang sama dengannya.

"Kau cukup pandai bermain piano, darimana kau belajar nak?"

"Belajar dari seorang teman saat masih di bangku sekolah menengah." Ucap Nunew, ia teringat dulu saat-saat mulai tertarik dengan musik dan mempelajarinya dari Milk.

"Itu berarti sudah cukup lama, lalu apa musik bagimu sekarang?"

Nunew diam sejenak sebelum menjawab, benaknya berpikir apa saja yang ia pelajari selama ini, "sebenarnya hanya hobi, tapi karena aku begitu menyukainya aku tidak bisa berpikir seperti apa aku jika berhenti bermusik. Jadi dapat ku simpulkan, musik bagiku sebagian dari hidup."

Arthit tersenyum maklum, tangannya terulur untuk mengusak sayang pucuk rambut Nunew. Pemuda tanggung yang duduk di sampingnya ternyata tidak memiliki pandangan yang sama dengannya tentang musik. Tapi kalimat polos yang Nunew utarakan setidaknya membuatnya sedikit terhibur dari kecewa.

"Kalau begitu teruslah memainkan musikmu jika kau suka." Ucapnya dengan senyum tersungging. "Ah tadi siapa namamu nak?"

"Namaku Nunew Chawarin..Perdpiriyawong."

Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang