BAB 45: HARI MENYEDIHKAN UNTUK ALYA

135 6 0
                                    

H A P P Y
R E A D I N G
-
-
-

Sangat terik rasanya matahari pagi ini menyinari bumi hingga menusuk hati. Sangat panas seakan langit sedang murka. Bahkan hanya untuk sekedar melihat mata akan terasa perih.

Baju bercucur keringat tak menjadi hambatan. Di bawah teriknya matahari ia bersimpuh. Deraian air mata membersamai kegiatannya. Tak peduli ada banyak mata yang menatapnya. Rasa malu tak ia pedulikan. Hanya satu yang menjadi fokusnya, memohon pengampunan yang telah terlambat.

Di depan sebuah nisan bertuliskan nama ayahnya, Alya meminta maaf dengan penuh ketulusan. Rasa menyesal kini memenuhi relung jiwanya. Ia merasa sangat berdosa selama ayahnya hidup tak pernah sekalipun ia berbakti. Ia hanya bisa menjadi anak durhaka yang tak tahu terima kasih.

"Ayah hiks... Maaf.. Alya minta maaf. Selama ini Alya durhaka ke ayah hiks" Ucapnya dengan terus berderai air mata.

Alya pula menyesal karena di saat terakhir ayahnya akan dikuburkan, ia tak berada disana. Tak melihat wajah pucat ayahnya untuk terakhir kalinya, tidak memeluk tubuh kaku ayahnya, dan tidak mengucapkan selamat tinggal. Ia pula menyesal karena terlambat menyadari kebenaran dan belum sempat meminta maaf saat ayahnya masih hidup.

Hiks

Hiks

Alya memegangi dadanya. Rasanya begitu sesak. Ia selalu bersama ayahnya sejak kecil tapi tak pernah bisa melihat ketulusan ayahnya kepadanya dan menuduh sang ayah yang bukan bukan.

"Ayah... Lia berdosa. Maafkan Lia udah jahat sama ayah. Maafkan Lia udah nuduh ayah yang bukan bukan. Alya minta maaf ayah hiks.. hikss.. "

Sangat sesak rasanya. Tak peduli seberapa banyak ia menangis, semua kisah itu tak bisa di ulang lagi. Waktu tak bisa ia putar kembali. Ia hanya bisa menjadi seorang anak yang menyedihkan. Anak yang hidup dalam penyesalan selamanya.

Seseorang  kini berdiri di sampingnya menyodorkan sebuah payung di atasnya berusaha melindungi Alya dari teriknya matahari. Dari sorot matanya jelas sekali jika ia merasa iba kepada Alya.

Alya mendongak menatap seseorang yang kini memayunginya. Ia pula kini memaksakan senyumnya.

"Fiya.. " Ucapnya.

Fiya yang sedari tadi memayungi Alya ikut duduk di samping Alya dan memberikan senyuman tulus kepada sahabatnya itu berusaha menguatkannya.

Namun dinding yang berusaha Alya bangun runtuh. Alya berhambur dalam pelukan Fiya dan menangis dengan sangat keras. Ia merasa lemah saat ini. Ia merasa dunianya benar benar hancur.

Dan Fiya kini hanya bisa mengelus punggung Alya. Ia pula tak tega melihat kondisi sahabatnya ini.

                         •••

Hanifah kini keluar dari sebuah mobil taksi. Dengan di bantu oleh supir taksi Hanifah membawa seluruh barang bawaannya seperti koper dan tas menuju panti asuhan tempat nya tinggal selama ini.

Hanifah baru saja kembali dari tanah suci. Setelah sekitar empat puluh hari melaksanakan ibadah haji akhirnya ia bisa kembali ke tanah air. Namun ada hal lain yang lebih membuatnya ingin kembali secepat mungkin ke tanah air yaitu keponakannya Alim.

Selama berada di tanah suci, Hanifah hanya terus mengkhawatirkan keponakan kesayangannya itu. Ia pula sangat ingin melihat keadaan keponakannya. Berita kecelakaan yang ia dengar mengenai keponakannya itu membuatnya tak tenang.

"Ini simpan dimana ya bu? " Tanya mas supir taksi yang kini sedang mengangkat koper milik Hanifah.

"Taruh saja di situ" Pinta Hanifah sambil menunjuk ke arah teras dan supir taksi itu langsung melaksanakannya.

MENGULANG KISAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang