BAB 48: MEMILIH PERGI

167 7 0
                                    


H A P P Y
R E A D I N G
-
-
-


Alya berlari sekuat tenaga menuju kelasnya. Ia sudah telat masuk sekitar tiga puluh menit. Pagi tadi ia telat bangun karena semalam ia terjaga tak bisa tidur akibat sakit perut. Begitu sampai di depan kelasnya ia mengatur deru nafasnya yang tak beraturan karena harus berlari dengan sangat kencang.

Tok

Tok

Tok

Alya mengetok pintu dan tak berani untuk masuk sebelum di beri izin karena dosennya kali ini cukup tegas. Baru saja mengetok sang dosen langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu tempat dimana Alya berdiri.

Sang dosen tampak diam menatap ke arah Alya kemudian dosen tersebut menutup pembelajaran saat itu sebagai pertanda jika kelasnya telah berakhir. Mahasiswa yang mengikuti kelas saat itu akhirnya bubar. Sementara Alya kini mengekor di belakang sang dosen dan mengikuti kemana dosennya pergi tentu atas perintah dari dosennya tersebut.

Ternyata Alya di bawa ke ruangannya dan di suruh untuk menunggu di luar. Setelah menunggu sekitar empat puluh lima detik sang dosen akhirnya keluar dengan membawa secarik surat di tangannya. Surat yang ia bawa tersebut kemudian ia berikan kepada Alya. Tatapan sang dosen terlihat begitu datar. Alya pula tak tahu surat apa itu namun perasaannya terasa tak enak.

Alya membuka dengan perlahan surat itu. Begitu ia lihat tulisan yang terdapat di atas kertas putih itu seketika ia menegang, bibirnya kelu tak mampu berkata, dan melalui surat itu kini statusnya sebagai mahasiswi akhirnya terlepas. Mulai saat ini ia bukan lagi seorang mahasiswi di Universitas tersebut. Ya, ia di DO oleh kampusnya.

Jika biasanya orang lain akan menangis Alya justru berbeda. Bahkan setetes saja air mata tak jatuh. Sepertinya air mata miliknya telah kering akibat seringnya ia menangis.

"Maaf Alya, sepertinya ini akan menjadi pertemuan terakhir kita di kampus ini" Ucap sang dosen. Kali ini nada suara nya terdengar teduh.

"Saya mengerti pak. Terimakasih. Dan maaf atas sikap Alya selama ini. Alya pamit" Balas Alya dengan berusaha memaksakan senyumnya.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Alya pergi berjalan keluar dengan masih memegang surat itu di tangannya. Rasanya ia masih tidak percaya kalau ia akhirnya akan keluar dari kampus ini tanpa menyandang gelar farmasi yang merupakan jurusannya.

Alya mulai berpikir, ia merasa seperti takdir ingin membawanya pergi jauh dari Alim. Tadinya ia ingin sekedar tidak akan menemui Alim lagi ataupun berada di sekitar Alim dan tidak akan pergi begitu jauh karena ia harus melanjutkan pendidikannya tapi ternyata ia sekarang di DO. Jika begini ia bisa pergi jauh dan benar benar akan meninggalkan Alim selamanya.

"Ustadz, maaf sepertinya Alya akan benar benar pergi kali ini" Lirihnya pelan berusaha menahan sesak di dadanya.

                           •••

"Bang Alim, Na punya kabar baik" Ucap Nafisah dengan senyum merekah indah.

"Kabar apa? " Tanya Alim keheranan.

"Kata dokter abang boleh pulang besok"

Bukannya merasa senang Alim justru terlihat begitu lesuh.

"Loh kok gitu ekspresi nya. Abang gak senang mau pulang? "

"Abang senang kok Na, cuma... "

"Cuma apa bang? "

"Gak, gak ada apa apa"

MENGULANG KISAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang