46. Perubahan Kevin

2K 90 1
                                    

Sesampainya di sekolah, Linda sudah ditunggu oleh kepala sekolah. Mereka tampak mengobrol serius. Beby mengikuti Linda dan kepala sekolah dalam diam. Mendengarkan apa yang terjadi kepada Kevin. Dan ternyata Kevin berkelahi dengan salah satu temannya hingga temannya terjatuh dan terluka di bagian kepala.

Beruntung teman Kevin langsung ditangani dan dibawa ke rumah sakit. Namun, Kevin tidak mau meminta maaf kepada temannya. Bocah itu memilih diam seribu bahasa.

Tak berapa lama seorang wanita datang dengan raut wajah penuh emosi. Menggebrak pintu kelas dengan kencang lalu masuk menghampiri Kevin yang sedang duduk diam ditemani seorang guru wanita.

Wanita yang merupakan ibu dari teman Kevin tersebut langsung mencubit lengan Kevin dengan kencang untuk melampiaskan kekesalannya.

"Bu Vera, tolong jangan main fisik," tegur guru wanita yang menemani Kevin. Guru tersebut juga menjauhkan Vera dari Kevin agar tidak ada kekerasan fisik yang terjadi lagi.

"Anak kurang ajar kayak dia harus diberi pelajaran! Saya tidak terima anak saya dilukai seperti itu!" teriaknya penuh emosi. Ibu mana yang tidak emosi mendengar kabar anaknya didorong sampai jatuh. Apalagi anaknya terluka di bagian kepala.

"Ibu, tenang dulu." Guru bernama Nina itu berusaha menenangkan Vera. Dan membawanya keluar kelas meninggalkan Kevin seorang diri di dalam sana. Kebetulan jam sekolah sudah berakhir. Sehingga tidak ada lagi murid yang menyaksikan amukan Vera. Sementara Kevin tampak tak menghiraukan rasa sakit di tangannya bekas cubitan Vera, meskipun bekas cubitan tersebut berwarna merah.

Mendengar suara keributan, akhirnya Beby, Linda dan kepala sekolah mendatangi tempat terjadinya keributan.

Wanita bernama Vera itu melabrak Linda dan mengatakan bahwa kedua orang tua Kevin tidak mendidik anaknya dengan baik, sehingga anak tersebut menjadi anak yang bendel dan nakal.

Di saat Linda dan para guru menghadapi amukan Vera, perhatian Beby justru tertuju kepada Kevin yang duduk diam di dalam kelas. Gadis itu masuk ke dalam kelas dengan hati-hati.

"Kevin, ma...." Ingat bahwa dirinya bukan Aura, Beby akhirnya menghentikan ucapannya yang nyaris keceplosan menyebut dirinya mama.

"Kevin, boleh nggak kakak duduk di sini?"

Namun tidak ada jawaban. Kevin masih saja diam membisu. Terlihat fokus membaca buku, tapi Beby tahu kalau pikiran Kevin sedang bercabang saat ini. Mengingat bahwa Kevin ini adalah anak yang cerdas.

Tanpa izin dari bocah itu, Beby nekat duduk di kursi sebelah Kevin.

"Kenalin, nama kakak Beby, kakak yang bantuin bik Yati bersih-bersih di rumah Kevin, jadi Kevin nggak usah takut," ujar Beby dengan nada selembut mungkin. Ia juga mengulurkan tangannya namun diabaikan.

Alhasil Beby menarik kembali tangannya lalu tersenyum lembut. "Kevin laper nggak?" tanya Beby.

Masih tidak ada respon.

"Sebentar, kayaknya kakak bawa sesuatu di tas," ujar Beby sambil membuka tasnya mencari sesuatu di dalam sana.

"Nah, ketemu!" pekik Beby dengan semangat.

Kevin sedikit melirik ke samping, ingin tahu apa yang diambil kakak di sebelahnya.

"Ini," ujar Beby sambil mengulurkan sebuah roti.

Sebenarnya roti itu Beby beli untuk sarapan dirinya. Karena bangun kesiangan akhirnya Beby memilih untuk tidak sarapan dan menggantinya dengan membeli roti di warung. Namun saking semangatnya bekerja di rumah Sean, akhirnya ia belum sempat memakan rotinya dan menyimpannya di dalam tas.

Kevin tak berselera sama sekali dengan roti yang Beby sodorkan padanya.

Tiba-tiba terdengar suara perut keroncongan. Bunyi itu bukan berasal dari perut Kevin, melainkan dari perut Beby hingga pipi gadis itu memerah karena malu.

Beby lalu cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudut bibir Kevin sedikit naik karena geli. Baru kali ini ada seseorang yang menawarinya makanan, tapi justru perutnya yang berbunyi butuh diberi makan.

"Bagi dua ya? Kakak laper, maklum belum sarapan." Beby membuka bungkus lalu membelah roti menjadi dua. Ia memberikan setengah roti kepada Kevin dan setengahnya ia makan dengan lahap.

"Ayo makan, rotinya enak kok."

Melihat Beby menyantap roti tersebut dengan lahap, akhirnya Kevin tertarik untuk memakannya. Dan dengan ragu ia mengambilnya lalu ikut menyantapnya dengan perlahan.

Linda menatap Kevin dan Beby dari ambang pintu. Perasaannya terasa tersentuh melihat Kevin mau berinteraksi dengan seseorang. Tadi ia juga melihat sudut bibir Kevin naik walau samar. Padahal para guru dan Henny, babysitter Kevin tidak bisa melakukan apa yang Beby lakukan hari ini. Yaitu membuat Kevin tersenyum meski tipis.

Kejadian Kevin berkelahi dengan temannya terjadi bukan hanya hari ini, melainkan dari beberapa Minggu yang lalu. Tepatnya setelah Kevin melihat pertengkaran hebat papa dan mamanya yang berakhir dengan keluarnya Aura dari rumah sambil membawa koper.

Kevin berusaha mencegah kepergian Aura dengan menangis dan memegang tangannya erat. Tapi apa yang terjadi justru membuat Kevin terkejut. Aura melepaskan pegangan tangan Kevin dengan sorot mata penuh kebencian, sorot mata yang dulu sering ia terima. Aura telah kembali ke sosok yang dulu, sosok yang sangat membenci Kevin.

Sean langsung menarik Kevin dan menahannya agar tidak menghalangi kepergian Aura.

Sejak saat itulah Linda sering dipanggil pihak sekolah karena Kevin sering berkelahi dengan temannya. Dan berakhir temannya yang terluka. Sementara Kevin terlihat baik-baik saja secara fisik. Tapi tidak ada yang tahu bagaimana keadaan hati dan perasaannya. Mungkin sudah hancur lebur.

Tersadar dari lamunannya, Linda menghampiri Beby dan Kevin di dalam kelas.

"Bu Linda! Saya belum selesai berbicara kepada anda!" Vera menyusul dengan emosi yang belum reda.

Linda menarik napas mengembuskannya dengan perlahan lalu berbalik menatap mata Vera dengan tatapan berani.

"Anda mau apa lagi?"

"Saya tidak terima anak saya dilukai seperti itu oleh cucu anda."

"Lalu?" Linda mengangkat sebelah alisnya.

"Saya minta ganti rugi."

"Berapa?"

"Sepuluh juta," sahutnya tak tahu malu.

"Baik, akan saya transfer ke rekening anda."

"Dan satu lagi, ajari cucu anda untuk meminta maaf kepada anak saya," ujar Vera dengan nada sinis.

"Aku nggak mau minta maaf." Tiba-tiba Kevin angkat bicara. Meskipun tatapan matanya masih tertuju ke buku yang dipegangnya.

"Apa kamu bilang?!" Vera bertanya dengan nada tinggi.

"Sudah Bu Vera, jangan diperpanjang, nanti saya yang akan membujuk Kevin untuk meminta maaf," ujar Nina sang guru dengan nada lembut. Guru tersebut juga membawa Vera keluar dari kelas.

Linda menghampiri sang cucu. "Kevin, ayo pulang," ajaknya tanpa bertanya terlebih dahulu, apa yang menyebabkan Kevin mendorong temannya.

Linda tahu Kevin tidak akan berbuat nakal jika tidak ada yang memancingnya lebih dulu. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk mengintrogasi cucunya. Ia harus memberi waktu kepada Kevin agar bocah itu mau menceritakan sendiri apa yang terjadi. Tanpa harus memaksanya bercerita.

Di dalam mobil, Kevin yang duduk di jok bagian belakang bersama Linda tampak diam menatap buku yang halamannya tidak pernah berganti. Yang tandanya bocah itu tidak benar-benar sedang membaca. Namun tengah memikirkan sesuatu yang begitu rumit. Semua itu tak luput dari penglihatan Beby yang duduk di bagian depan.


Aku Bukan IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang