37. Menyebalkan

1.9K 70 3
                                    

***
"Rumahmu sempit banget ya Rom," ujar Bude Tuti sambil mengedarkan pandangannya dengan raut menghina.

"Ini rumahmu beli atau ngontrak?"

"Ngontrak," sahut Romlah jujur.

"Kok bisane ngontrak? Terus rumahmu yang dulu kamu jual?" tanya bude Tuti sangat ingin tahu.

"Iya mbak, buat bayar biaya rumah sakit Beby kemarin."

Romlah beranjak dari sana untuk membuatkan teh ke dapur.

"Heh Beby," ujar bude Tuti sambil menepuk paha Beby dengan tangannya hingga gelang emas yang dikenakannya bergerincing.

Bude Tuti ini datang dari kampung untuk menjenguknya. Namun sepertinya bukan itu saja tujuan bude datang ke Jakarta ini. Pasti ada maksud lain.

"Kamu kok letoy banget sih, katanya cuma keserempet motor dikit, kok yo bisa koma."

Beby mendengus mendengar ucapan budenya.

"Badan orang kota emang letoy-letoy, nggak kaya orang kampung. Kayaknya kamu nggak pernah olahraga ya? Pantes keserempet dikit koma. Kalo orang kampung kuat-kuat. Dan sehat-sehat semua. Makanya kamu olahraga, jangan males-malesan." Bude Tuti mengoceh panjang lebar.

"Apa hubungannya koma sama olahraga?" batin Beby seraya mendengus kesal. Memangnya ia mau koma gitu?

Beby tersenyum paksa. "Iya bude," sahutnya.

"Apa kamu nggak kasihan sama bapakmu? Gara-gara kamu koma lama, rumah sampe dijual buat bayar biaya rumah sakit. Kamu tuh komanya nggak usah lama-lama, sehari aja, udah cukup," cerocos wanita kampung yang kurang pengetahuan itu, tapi sok pinter dan sok tahu segalanya.

Beby memutar bola matanya jengah. "Bude pikir aku bisa milih komanya mau sebentar atau lama," batin Beby sewot.

"Bapakmu udah berangkat kerja ke pabrik?" Bude Tuti mengedarkan pandangannya mencari keberadaan adiknya.

"Bapak udah nggak kerja di pabrik lagi bude, sekarang bapak jualan perabotan rumah tangga."

"Jualan di kios?"

"Bukan bude, tapi jualan keliling," sahut Beby masih berusaha terdengar ramah.

"Opo?! Jualan keliling!" Bude Tuti tampak terkejut mendengarnya.

"Edi kasihan yo pak? Udah umur segini, bukannya tinggal istirahat di rumah, kok yo malah kerja keras. Keliling jualan. Jualan apa tadi?"

"Jualan perabotan rumah tangga, bude."

"Iyo iku, kasihan banget. Harusnya Edi tinggal nunggu transferan anak-anaknya."

"Untung anak-anak kita udah nikah semua ya pak, nggak ada yang jadi beban keluarga. Kita juga tinggal nunggu transferan dari anak-anak. Untung anak kita nikah sama anaknya pak kades yang kaya raya dan juragan tanah. Jadi hidup kita sejahtera, nggak tinggal di rumah sempit kayak gini," celoteh panjang lebar bude Tuti yang memancing emosi Beby.

Beby menghela napas lega saat emaknya muncul sambil membawa nampan berisi teh dan juga kukis.

"Silakan diminum mbak mas," ujar Romlah kepada sepasang suami istri itu. Benar, bude Tuti tidak datang sendiri, ia bersama suaminya. Namun suaminya adalah tipe orang yang pendiam, berbanding terbalik dengan bude Tuti.

"Iya."

Seraya menyeruput teh, Bude Tuti juga terlihat memperhatikan Beby dengan sorot mata mencurigakan. Seperti tengah mencari-cari kekurangan pada dirinya.

"Gimana kabar kalian?" tanya Romlah.

"Baik, bisa kamu lihat sendiri kan."

"Syukur deh kalo baik," sahut Romlah yang tampak kalem dan lebih pendiam dibandingkan biasanya. Pasalnya yang ia hadapi bukan orang lain, melainkan kakak iparnya sendiri.

Aku Bukan IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang