34. Pingsan

1.9K 69 5
                                    

***
Memasuki trimester kedua perut Beby sudah mulai menonjol sedikit. Entah kenapa Beby gemas sendiri dengan bentuk perutnya. Berkali-kali ia memperhatikannya di depan cermin sambil mengelusnya.

Sean merengkuh tubuh Beby dari belakang dengan tangan yang ikut mengelus perut wanita itu.

Tak lupa mendaratkan ciuman di pipi wanita itu.

"Cantik banget sih istriku," puji Sean menatap ke arah cermin yang memantulkan bayangan istrinya yang berdandan cantik hari ini untuk endorse produk khusus ibu hamil.

"Kevin mana?" tanya Beby celingukan mencari keberadaan bocah yang mulai aktif itu.

"Lagi asik video call sama temennya, dia lagi pamer ke temennya kalo adeknya tambah gede, sambil nunjukin hasil USG," sahut Sean jujur, tadi ia tak sengaja menguping percakapan anaknya.

Beby tersenyum lembut membayangkan ekspresi bocah itu sekarang. Pasti sangat lucu.

"Lepasin ah, malu sama Nita," bisik Beby.

"Kenapa malu? Nita nggak masalah kok, ya kan Nit?" tanya Sean dengan suara kencang hingga membuat wajah Beby merah padam.

Nita yang sedang menyiapkan tempat untuk Beby melakukan endorse hanya tersenyum tipis menanggapi pria itu.

"Maaf, Sean. Boleh pinjem Aura nya bentar?" tanya Nita mengganggu kemesraan kedua pasangan suami istri itu.

Mendengar Nita memanggilnya dengan nama Aura, entah kenapa Beby merasa tak suka mendengarnya. Ia ingin memberitahu kepada semua orang di rumah ini kalau dia bukan Aura, tapi Beby. Tapi tentu saja tidak ada yang akan percaya padanya.

Mencoba mengontrol emosinya, Beby menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan perlahan. Bibirnya ia tarik paksa untuk membentuk senyuman sebelum mengikuti Nita.

Selama Beby bekerja Sean memperhatikannya dari ambang pintu sambil tersenyum manis.

***
"Kenapa sih manggil Aura terus? Namaku tuh Beby bukan Aura," gerutu Beby kesal kepada Aura. Karena meski ia yang ada di sini, tapi nama wanita itu terus yang disebut. Apalagi kalau terlontar dari mulut Sean. Beby tidak rela.

"Aura sayang, sini bentar," panggil Sean sambil melambaikan tangannya ingin menunjukkan sesuatu kepada wanita itu. Namun ditanggapi dengan dengusan.

Beby berjalan dengan bibir manyun menuju ke taman belakang.

"Bisa nggak, nggak usah panggil Aura?" protes Beby dengan nada terdengar ketus.

Sebelah alis Sean terangkat. Tak mengerti apa maksud ucapan sang istri.

"Terus aku panggil kamu siapa?" tanya Sean merangkul bahu sang istri yang sepertinya sedang dalam mode senggol bacok. Perasaan sedari tadi ia tidak mengatakan apapun yang membuatnya tersinggung.

"Beby, panggil aku Beby," ujar Beby dengan nada merajuk sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ia ingin sekali saja Sean memanggil namanya.

"Oke, Beby," ujar Sean menuruti permintaan sang istri.

"Ayo Beby, duduk di sini." Sean menuntun Beby dan mendudukkannya di sana.

Mendengar Sean memanggilnya dengan sebutan Beby bukan Aura lagi, membuat perasaan wanita itu membuncah. Ini yang ia inginkan. Panggil namanya, bukan nama wanita itu.

Tak berapa lama Beby baru sadar kalau ia duduk di ayunan. "Loh, kok ada ayunan?" tanya Beby terkejut.

"Katanya kamu pengen duduk di ayunan, jadi aku beliin," ujar Sean dengan bangganya karena berhasil mengabulkan permintaan sang istri.

Aku Bukan IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang