53. Aura yang Asli

2.2K 79 3
                                    

"Permisi pak, saya Sean, mantan suami Aura. Bisa saya bertemu dengan Aura?"

"Sebentar ya mas saya tanya nyonya dulu," sahut satpam yang bergegas masuk ke dalam rumah untuk bertanya terlebih dahulu atas kedatangan mantan suami dan anaknya.

Tak berapa lama pintu gerbang dibuka.

"Silakan masuk mas," ujar pria paruh baya itu mempersilakan dengan sopan.

Sean dan Kevin duduk di ruang tamu menunggu sang empunya rumah keluar. Kevin tengah sibuk memilih mainan di dalam tasnya yang menggendut akibat kelebihan membawa mainan, bocah itu bimbang saat akan mengambil mainan mana yang akan dia bawa untuk dimainkan bersama mamanya. Alhasil ia memasukkan semuanya.

Beberapa menit kemudian, keluarlah Aura dengan rambut yang masih awut-awutan dan masih memakai baju tidur berbahan sutra. Sepertinya wanita itu baru bangun tidur.

Aura menatap tidak suka ke arah mantan suami dan anak kandungnya.

"Ngapain ke sini pagi-pagi, ganggu aku lagi tidur tau nggak?" Aura begitu ketus.

"Aku mau anterin Kevin main ke sini, katanya dia kangen sama kamu. Sama sekalian aku minta bantuan kamu buat jelasin keadaan kita sekarang," ujar Sean senormal mungkin di depan Kevin.

Munafik jika Sean tidak sakit hati dan kecewa dengan kelakuan Aura. Tapi sebisa mungkin Sean harus menyingkirkan dulu perasaannya, karena sekarang prioritasnya hanya Kevin. Meski rumah tangganya berantakan, tapi ia tidak mau Kevin tumbuh kekurangan kasih sayang. Apalagi setelah kecelakaan di lokasi syuting waktu itu, Aura sudah berubah dan mulai menyayangi Kevin.

Aura mendengus kesal. "Aku sibuk, udah ada janji sama Frans," sahut Aura enteng menyebut nama pacarnya sekarang.

"Apa nggak bisa kamu tunda dulu?" tanya Sean dengan nada terdengar lirih. Matanya terlihat sayu. Seperti masih tidak menyangka keadaan menjadi semenyakitkan ini. Bohong, jika Sean bilang sudah melupakan Aura sepenuhnya. Apalagi jejak cintanya kepada wanita itu masih terlihat jelas di matanya.

"Nggak bisa," sahut Aura sambil menatap kuku jarinya yang cantik. Terkesan malas berbicara dengan mantan suami dan anak kandungnya.

"Ma," panggil Kevin lalu bocah itu memeluk mamanya dengan erat.

"Eh... Apa-apaan nih, lepas nggak!" Aura benar-benar berusaha melepaskan pelukan erat Kevin. Reaksi Aura tentu saja membuat Sean terkejut.

Bahkan setelah berhasil melepaskan pelukan Kevin, Aura tidak segan-segan untuk mendorong bocah itu menjauh dari dirinya dengan ekspresi kesal.

Kalau Sean tidak berada dibelakang Kevin, tentu saja bocah itu bisa jatuh terjerembab akibat dorongan Aura yang terlalu kuat.

"Aura! Kamu yang apa-apaan?! Kenapa kamu dorong Kevin hah!" Bentak Sean dengan mata melotot tak percaya. Perasaan marah itu kembali. Menghapus perlahan jejak cinta di matanya. Alasan kuat ia menceraikan wanita itupun menggaung kencang di otaknya.

"Bisa nggak sih, biarin aku hidup tenang kayak masih lajang," ujar Aura judes.

"Lajang?" Sean membeo.

"Iya, hubungan kita kan udah selesai, ngapain sih aku harus ngurusin dia juga," ujar Aura melirik ke arah Kevin.

"Aku mau hidup kayak dulu, sebelum kenal kamu, apalagi dia." Aura mengedikkan dagunya ke bocah tanpa dosa itu.

"Jadi maksud kamu apa?" tanya Sean tak mengerti.

Aura memutar bola matanya tampak jengah.

"Aku minta kamu jangan ganggu aku lagi. Kita udah selesai. Dan urusan Kevin aku serahin sepenuhnya sama kamu," ujar Aura tegas. Ia melipat kedua tangannya di depan dada menatap tajam mata Sean. Tak gentar.

Sean buru-buru menarik Aura menjauh setelah menyuruh Kevin bermain dengan robot-robotan yang dia bawa.

"Apaan sih, lepasin!" sentak Aura.

Sean baru melepaskan tangan Aura setelah mereka berada di ruangan lain. Menjauh dari area ruang tamu. Di mana di sana Kevin sedang asik sendiri memainkan robotnya.

"Kamu mau lepas tanggungjawab sebagai seorang ibu?" Kalimat tajam mematikan itu keluar dari mulut Sean.

Aura berdecih sebelum menatap mata Sean dengan tatapan menantang. Mata yang selalu terlihat tegas dan angkuh. Khas seorang Aura Titania.

"Sejak kapan aku mau jadi ibu?" tanyanya dengan nada terdengar menantang. "Kan kamu yang maksa aku buat jadi ibu. Kamu sengaja hamilin aku, supaya aku mau nikah sama kamu, sekarang kamu inget nggak?"

"Bagaimanapun kamu itu ibu kandungnya." Suara Sean nyaris meninggi kalau tidak ingat masih ada Kevin yang mungkin saja akan mendengarnya dari ruang tamu.

"Harusnya kamu udah tau kalo aku nggak mau nikah dan hamil. Udah berkali-kali aku bilang sama kamu. Kamu bilang kamu ngerti. Tapi apa? Kenyataannya kamu egois. Kamu maksa aku buat nikah sekaligus hamil. Ini nggak adil banget buat aku yang masih dipuncak karir."

"Bukannya dulu ini udah kita bahas. Oke aku salah, tapi Kevin nggak berdosa. Dia butuh kasih sayang kamu. Selama ini Kevin udah menderita, jadi tolong sayangi dia," pinta Sean.

"Aku nggak bisa." Penolakan Aura begitu lancar keluar dari mulutnya.

"Kenapa kamu balik lagi kayak dulu? Bukannya kamu udah sayang sama Kevin?"

"Itu karena efek kecelakaan di lokasi syuting," sahut Aura tak begitu jelas. Wanita itu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Aku moh...."

"Stop! Aku muak! Perlu kamu tahu, kalo rasa benciku sama Kevin nggak akan pernah hilang. AKU SANGAT MEMBENCINYA!!" ujar Aura penuh penekanan dikalimat akhir. Berharap Sean mengerti dan tidak perlu repot-repot lagi mendatangi rumahnya untuk sekedar menyerahkan bocah itu padanya.

Sean mengangkat tangan kanannya, hampir saja ia menampar wanita di hadapannya.

Aura menatap tangan Sean yang menggantung di udara dengan tatapan mencemooh. Beberapa centimeter lagi telapak tangan itu mengenai pipinya.

"Kenapa? Kenapa nggak jadi nampar?" tanya Aura memancing emosi Sean, namun untungnya pria itu bisa mengendalikan emosinya dengan cepat.

Rahang Sean mengeras menatap nyalang wanita di hadapannya. Bagaimana mungkin ia bisa jatuh cinta kepada wanita sekejam itu? Bahkan bodohnya ia menghadirkan Kevin ke dunia dengan harapan kehadiran Kevin akan membuat jiwa keibuan dari wanita itu keluar. Tapi nyatanya justru sebaliknya.

Kevin menderita.

Dan semua karena dirinya. Sejak awal Aura memang tidak ingin menikah, apalagi hamil. Tapi dengan egoisnya ia merancang skenario agar membuat wanita itu terikat perkawinan dengannya. Dan dengan cara menghamilinya terlebih dahulu.

Cara itu benar-benar berhasil. Bahkan ia bisa mencegah Aura menggugurkan kandungannya sampai anak itu lahir. Dan Sean dengan bodohnya menunggu wanita kejam itu menyayangi Kevin yang kehadirannya saja sudah ditolak dari awal.

Dengan kata lain, ia sendiri yang menarik Kevin masuk ke lubang penderitaan. Jika saja ia tidak dengan sengaja menghamili Aura. Tentu saja Kevin tidak lahir dan tidak akan menderita seperti ini.

Benar. Bukan salah Aura sepenuhnya. Tapi ia pun salah sejak awal.

Sekarang Sean sadar. Semua ibu pasti wanita, tapi wanita belum tentu bisa menjadi ibu. Dan Aura adalah salah satu contohnya. Mau bagaimanapun caranya. Wanita itu tidak akan pernah mencintai Kevin. Meskipun ia memaksanya habis-habisan.

Karena jiwa keibuan dan kasih sayang tidak bisa ia atur. Semua itu tergantung yang maha kuasa. Karena hanya Tuhanlah yang menumbuhkan jiwa keibuan kepada seseorang yang ia kehendaki. Sekali pun wanita itu belum pernah menikah. Lantas bagaimana dengan Aura? Seberapapun anak yang wanita itu lahirnya. Jika tidak memiliki jiwa keibuan. Hasilnya akan menjadi neraka untuk anak-anaknya.

Aku Bukan IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang