17. Magnet dan Gravitasi 🐊

888 113 59
                                    

+×+

Jika ingin melupakan sesuatu lebih baik banyak mengerjakan sesuatu. Itulah yang Yeonjun lakukan sekitar semingguan ini, dia sangat menyibukkan dirinya, belajar, organisasi, dan kesibukan lainnya. Bahkan semua pekerjaan anggota komdis yang lain ia yang mengambil alih. Tak peduli dengan kesehatannya sendiri, yang terpenting ia dapat sedikit melupakan perasaannya yang tidak baik sekarang.

Jika ia tidak lagi memperhatikan Beomgyu jawabannya salah. Ia masih memperhatikan adiknya itu, bahkan lebih intens lagi. Dia tahu semua kegiatan sang adik, ia memilih menjaga adiknya dari jauh. Setidaknya ia masih bisa melihat presensi kesayangannya itu, walau tidak bisa mendekatinya lagi.

Sama halnya dengan Yeonjun, Taehyung pun melakukan hal yang sama, dia bekerja tidak kenal waktu. Dan sekarang ia sedang sakit, sudah 3 hari ia terkulai lemas di tempat tidur. Bukan hanya karena kelelahan namun semenjak bungsunya meninggalkan keluarga Kim dia selalu dirundung rasa bersalah yang teramat besar. Dia bersalah dengan istrinya yang sering ia dapati menangis jika melihat foto sang putra bungsu. Dia merasa bersalah dengan Yeonjun yang sudah seperti tidak ada binar di matanya. Dan faktor utama ia jatuh sakit karena ia sangat merindukan bungsu kecilnya itu.

"Ayah, jangan kelelahan lagi. Lihat sekarang tekanan darah ayah naik, ayah sakit kan" ucap Yeonjun yang tengah memijat tubuh ayahnya.

"Maafkan ayah" ujar Taehyung dengan lemah.

"Kenapa meminta maaf ayah itu sakit, bukan habis melakukan kesalahan" jawab Yeonjun yang masih memijat tangan ayahnya.

"Apa .. ayah sakit begini karena merindukan Beomgyu?" Tanya Yeonjun hati-hati.

Taehyung sontak menoleh ke arah putra sulungnya ah sekarang menjadi putra tunggalnya. Ia tersenyum lemah dengan mata sayunya.

"Apa yang kamu rasakan, itu juga yang ayah rasakan, nak" jawab Taehyung sambil memejamkan matanya, kepalanya kembali pusing.

Yeonjun menatap sendu ke ayahnya, apa ia bisa membawa Beomgyu kemari setidaknya menjenguk sang ayah barang sebentar. Tapi rasanya mustahil. Setelah memastikan ayahnya tidur kembali, Yeonjun mencium singkat kening sang ayah dan bersiap ke sekolah. Ibunya sekarang sedang memasak di dapur menyiapkan sarapan.

"Ayah?" Tanya sang ibu saat melihat Yeijun menuruni tangga.

"Kembali tidur, bu" jawab Yeonjun yang mengerti pertanyaan sang ibu.

"Jjunie, ibu boleh meminta tolong?" Irene menghampiri anaknya yang sedang sarapan. Iya sekarang Yeonjun memilih tinggal di rumah sementara waktu hingga hatinya membaik.

"Apa ibu?"

"Ibu membuat puding strawberry dan strawberry blender, lalu teringat adikmu. Boleh tolong berikan ini kepada adikmu?" Sang ibu memberikan satu kotak puding dan segelas botol minum yang berisi strawberry blender.

Yeonjun tampak ragu menerima itu, dia tahu sekali adiknya sudah sangat tidak tersentuh.

"Jika ia tidak menerima tak apa, kamu bisa berikan kepada temanmu nanti. Tapi coba berikan kepada adikmu dulu ya" sambung sang ibu yang mengerti ekspresi yang tercetak di wajah anaknya.

"Akan Yeonjun coba ibu" ucap Yeonjun menerima yang ibunya sodorkan.

"Terima kasih, nak" jujur saja Irene sangat merindukan bungsunya itu, walau sebelumnya mereka jarang bertemu namun kali ini rasanya berbeda. Jika dulu saat ia merindukan sang putra dia bisa menemui sang anak di apartemen mereka namun kali ini, mungkin bungsunya itu tidak sudi lagi melihat wajahnya.

My Berandal Brother ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang