2

23.8K 1.9K 56
                                    

Annyeong yorobun

Happy reading...



Setelah kejadian kepergoknya Cakra di kamar Devan, saat ini Cakra sedang berada di ruang tamu dengan kepala menunduk dengan perasaan takut dan bersalah menjadi satu. Cakra tak mempunyai cukup keberanian untuk menatap Devan, karena wajah Devan saat ini terlihat memerah kentara sekali jika Devan sedang menahan amarah.

Saat masih berada di kamar tadi. "Lo siapa? Kenapa Lo bisa masuk ke kamar gue?" tanya Devan dengan tatapan tajam.

"Tadi ... mama nyuruh untuk menunggu ..."

"Wait? Mamah?"

"Devan, sudah pulang?" Tiba-tiba saja Sofia datang dan masuk ke dalam kamar.

"Ah, kalian sudah bertemu rupanya." Sofia berjalan mendekati Cakra lalu memegang pundak remaja itu, tinggi Cakra memang tidak jauh berbeda dengan Sofia, hanya lebih dua sentimeter saja.

"Ini namanya Cakra, adek kamu. Kamarnya lagi diberesin tadi jadi mamah nyu--"

"Wait ... adek? Mamah ngigo, ya? Aku ini anak tunggal, Mah." Devan menatap mamahnya tak percaya, dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Sayang dengerin dulu--"

"Siapa lo sebenarnya, dan apa mau lo? kenapa lo dateng ke rumah ini?" tanya Devan menyela perkataan mamahnya.

Cakra yang ditanya hanya bisa menunduk tidak berani menatap Devan. Sepertinya Devan tidak menyukainya, haruskah dia kembali ke rumah bibi saja?

"Devan, dia adik kamu__"

"Devan ga punya adik lagi, Mah, Devan sekarang anak tunggal." Devan menatap Cakra yang masih menunduk.

"Pergi lo dari kamar, gue!" sentak Devan lalu memegang pergelangan tangan Cakra, dan menyeretnya keluar secara paksa.

Cakra yang tangannya ditarik pun hanya berjalan dengan pasrah mengikuti langkah lebar Devan. Ringisan kecil mulai terdengar saat Devan tanpa sengaja meremat pergelangan tangannya cukup keras. Sedangkan Devan tak memedulikan ringisan Cakra, dia terus berjalan dengan cepat, membawanya keluar dari kamar menuju lantai bawah.

"Devan!"

Sofia yang melihat anaknya sedang tersulut emosi pun langsung menelpon suaminya untuk segera pulang. Setelah itu, dia pun langsung turun ke bawah untuk mencegah Devan agar tidak bertindak yang tidak-tidak.

"Shh... Bang sakit," lirih Cakra saat tangannya semakin terasa sakit.

Devan menghempaskan tangan Cakra dengan kasar ketika mereka sudah berada di ruang tamu, terlihat jelas jejak jari jemari Devan di pergelangan tangan Cakra yang tampak memerah, Cakra yakin sebentar lagi bekasnya itu akan berubah warna menjadi ungu.

"Jangan panggil gue Abang, gue ga punya adek kaya, lo." Devan menunjuk Cakra tepat di wajahnya.

Sofia yang baru saja sampai langsung mendekati Devan dan memeluknya erat, napas anaknya itu terdengar memburu kentara sekali jika Devan sedang dilanda emosi.

"Sayang tenang, oke? kita bicarakan ini baik-baik dengan papah ya, mau ya?" Sofia terus mengelus punggung Devan berharap anaknya itu sedikit lebih tenang.

"Kita duduk dulu, ya." ucap Sofia saat Devan sudah mulai tenang dan membawanya untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

Pintu rumah terbuka menampilkan sosok pria dengan balutan jas kantornya. Pria itu adalah David Mahardika, papah dari Devan dan Cakra.

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang