Happy reading...
"Cakra!"
Devan berlari mendekati adiknya yang saat ini sedang menundukkan kepala, dengan tangan memegangi lututnya.
"Hey, kenapa?"
Devan berjongkok di hadapan Cakra agar bisa melihat wajah adiknya.
"Cakra cape tau! Abang sama ayah larinya kecepatan!" kesal Cakra lalu mendudukkan dirinya di tengah jalanan komplek. Devan yang melihat kelakuan Cakra menganga tak percaya. Hey, dia kira anak itu sakit, tetapi ternyata dia berhenti hanya karena capek.
"Kaki Cakra lemes, Cakra lelah, letih, lesu, lunglai, tak berdaya." Cakra bergumam pelan dengan tangan memainkan batu-batu kecil yang ada di depannya.
Devan menarik napas panjang, kemudian berbalik memunggungi Cakra. "Ayo, gue gendong."
Cakra yang mendengar itu langsung tersenyum lebar dan segera menaiki punggung Devan. Ternyata, peka juga abangnya itu. Yah, Cakra memang sengaja berhenti agar ayah atau abangnya itu mau menggendong Cakra sampai taman komplek, karena demi apapun kaki Cakra sudah sangat lemas seperti jelly.
Devan mulai melangkahkan kakinya perlahan, berjalan dengan diam, karena dia ingin menikmati momen ini lebih lama.
"Abang?" Cakra memanggil Devan, memecah keheningan di antara keduanya. Yah, jangan berharap pada Cakra karena dia selalu menggagalkan segala ekspektasi Devan.
"Hm?"
"Maaf."
Devan mengernyit tak mengerti dengan perkataan Cakra yang tiba-tiba saja meminta maaf.
"Maaf karena sudah lahir."
Devan hanya diam. Dulu, dia mungkin akan berteriak membenarkan, tetapi sekarang Devan tak suka. Dia tidak menyukai Cakra yang mengalahkan kelahirannya.
"Sorry, karena dulu gue pernah maki-maki lo, tapi jujur sekarang gue nyesel. Lagipula ga ada yang salah sama kelahiran lo, Cakra. Dan gue ga mau lo ngomong kaya gitu lagi."
Cakra tersenyum lebar mendengar penuturan Devan, hatinya menghangat seolah baru saja mendapatkan sebuah hadiah yang sangat istimewa. Perasaan yang sama saat bunda memberikannya sebuah sepeda lipat saat memasuki sekolah dasar dulu.
"Abang?"
"Hm."
"Cakra mau ke pantai pas liburan, Abang ikut, ya?"
"Iyaa."
Cakra semakin melebarkan senyumnya setelah mendengar jawaban dari Devan. Ah, rasanya Cakra sudah cukup berbahagia di penghujung tahun ini, bolehkah dia meminta rasa bahagianya ini berlangsung sedikit lama?
Tak terasa, mereka sudah sampai di taman, mereka juga langsung melihat David yang sedang memesan bubur ayam. David yang melihat kedatangan kedua putranya langsung menghampiri saat melihat Cakra yang digendong oleh Devan.
"Kenapa? Kamu sakit?" tanya David khawatir.
"Cakra cuma capek." Jawaban dari Cakra membuat David menghembuskan napasnya lega.
"Sini, Ayah udah pesenin bubur buat kalian."
David langsung menggandeng tangan Cakra setelah anak itu turun dari punggung Devan, untuk duduk di bangku yang sudah disiapkan.
"Katanya ga boleh jajan di pinggir jala--"
David langsung membekap mulut Cakra agar tak melanjutkan ucapannya, sedangkan pedagang bubur itu hanya tersenyum paksa karena sudah tahu apa yang akan anak itu katakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/333961306-288-k897861.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIES (Terbit)
أدب المراهقينTersedia di shopee Penerbit.LovRinzOfficial (Belum di revisi) ___________________ Ini adalah kisah dari Cakra, seorang remaja yang baru saja bertemu dengan ayahnya setelah sekian lama, bukan hanya sang ayah, tetapi dia juga bertemu dengan anak dan i...