1

28.8K 1.9K 22
                                    

Annyeong chingudeul

Happy reading...


Seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun tengah berdiri di depan gerbang sebuah rumah yang cukup besar, terdapat sebuah air mancur dan juga taman di halaman depannya.

Mulut remaja itu sedikit terbuka dengan peluh yang membasahi pelipis karena cuaca memang sedang panas-panasnya. Belum lagi, dia mengenakan jaket beserta tudung untuk menutupi bagian kepalanya dari sinar matahari.

Pikiran remaja laki-laki itu melayang pada kejadian kemarin siang, ketika bibinya mengatakan bahwa dia tidak bisa merawatnya lagi, atau lebih tepatnya dia dibuang(?)

Seorang remaja duduk di kursi makan dengan piring berisi nasi dengan lauk seadanya yang berada di atas meja, dia baru makan setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah. Di seberang meja ada sang bibi yang sedang menulis sesuatu di sebuah kertas, mungkin itu hutang-hutangnya? entahlah, dia tidak mau memikirkan itu.

Dia memang tinggal bersama kakak dari sang ibu, sejak usianya menginjak 11 tahun. Walaupun sering berkata ketus, tapi bibinya itu sangat baik karena sudah mau merawat dia semenjak sang ibu pergi.

Bibinya itu bekerja, tapi hutangnya masih saja banyak karena itulah dia melanjutkan sekolah hanya dengan mengandalkan beasiswa yang dia dapat.

Setiap hari libur, paginya selalu di awali dengan mencuci baju, piring, menyapu dan mengepel, itu semua dia lakukan sebelum sarapan. Tapi untuk hari biasa dia melakukan semua itu sepulang sekolah. Jika kalian berfikir bibinya yang menyuruh itu salah besar, dia melakukan itu semua karena sadar diri bahwa dirinya di sini hanyalah menumpang dan menjadi beban tambahan.

Saat baru beberapa sendok memasukan nasi ke dalam mulut, dia melihat sebuah kertas di sodorkan.

"Ambil ini, ini adalah alamat rumah ayahmu, kau bisa tinggal dengannya nanti."

Remaja itu hanya menatap kertas di atas meja dengan diam dan tak berniat mengambilnya. Dia mulai berpikir, apa sang bibi membuangnya karena dia merepotkan? Dia memang ingin tinggal bersama dengan sang ayah, tapi itu dulu sebelum dia tahu bahwa sang ayah sudah memiliki kehidupan yang sangat nyaman dengan keluarganya.

"Aku tidak bisa mengurusmu lagi karena harus bekerja di luar negeri. Jadi, pergilah ke rumah ayahmu, kau bisa tinggal dengan layak di sana," ucap bibi lalu pergi meninggalkan remaja yang masih berdiam diri di kursi makan.

Cakra menghembuskan napasnya lelah ketika mengingat kenyataan bahwa dia sebenarnya di buang. Yah, remaja yang sedari tadi berdiri di depan gerbang rumah megah itu adalah Cakra, Cakra Putra Mahardika.

Cakra memejamkan mata kala pening mulai menyerang kepala. Ah, sepertinya dia terlalu lama berdiri di bawah sinar matahari, pikirnya.

Tin...

Suara klakson mobil berbunyi membuat Cakra tersentak kaget dan langsung meminggirkan tubuhnya. Mobil itu melaju dan berhenti tepat di hadapan Cakra. Dan tak lama kemudian, kaca mobil itu bergerak turun menampilkan sesosok wanita yang masih cantik walaupun usianya sudah tak bisa dikatakan muda.

"Kau mencari seseorang, Nak?" Wanita itu bertanya dengan ramah.

Cakra menganggukkan kepala seraya mengulurkan sebuah surat yang bibinya berikan.

Wanita itu tidak membuka surat yang diberikan oleh Cakra, dia hanya membaca tulisan yang tertulis di luar amplopnya saja.

"Masuklah," ucap wanita itu, menyuruh Cakra untuk masuk ke dalam mobil, karena jarak antara gerbang dengan rumah besar itu cukup jauh, tidak mungkin jika dia membiarkan remaja itu berjalan sedangkan dirinya menaiki mobil.

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang