45

10.9K 1.2K 37
                                    

Happy reading...



Pagi ini Devan bangun sedikit siang lantaran semalam dirinya begadang membuat burung bangau yang sayangnya masih kurang 50 lagi. Devan berpikir akan melanjutkannya nanti malam saja meminta bantuan Aletta juga Tyo.

Setelah mandi dan berpakaian, Devan memutuskan untuk langsung turun ke bawah, karena khawatir kalau adiknya itu belum sarapan karena menunggu dirinya.

Sesampainya di lantai bawah Devan justru terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Bagaimana tidak? Dia melihat adiknya, Cakra sedang berjalan dan menaruh sebuah mangkuk yang ntah apa isinya di atas meja, ini seperti dejavu.

Tanpa berlama-lama Devan langsung menghampiri Cakra dan menarik tangannya, membuat Cakra yang ingin menghampiri sang mamah terhenti begitu saja.

Devan memegang pundak Cakra dan meneliti dari atas kepala sampai ujung kaki, Cakra yang ditatap seperti itu jelas mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Abang kenapa?"

"Lo yang kenapa?!" teriak Devan membuat Cakra berjengit kaget, bahkan Sofia yang sedang berada di dapur langsung datang menghampiri.

"Kenapa, Dev?"

"Liat mah, nih anak jalannya udah bener. Lo kok bisa jalan lagi?!" teriak Devan dengan tangan menunjuk Cakra.

Plak

"Aisshh..."

Devan meringis kecil kala kepalanya di pukul oleh sang mamah menggunakan centong nasi.

"Adeknya udah bisa jalan lagi bukannya bersyukur malah marah-marah!"

"Ga gitu, Mah ...," rengek Devan.

Sofia menghembuskan napasnya pelan, dia mengerti kekhawatiran yang Devan rasakan karena dia pun merasakan hal yang sama tadi pagi. "Papah udah telpon om kamu, dia bilang itu hal yang biasa karena Cakra bisa lupa dan ingat sesuatu. Kondisi otaknya bisa saja berfungsi seperti biasa, jadi ga ada yang perlu dikhawatirkan," jelas Sofia kepada Devan, sedangkan Cakra saat ini sudah duduk di kursi, mulutnya sibuk memakan buah pisang dengan mata yang terus menatap ke arah Devan yang terlihat frustasi.

Yah, Sofia dan David pun sama kagetnya seperti Devan ketika melihat Cakra yang berjalan seperti biasanya dan saat itu juga David langsung menghubungi adik iparnya. Antonio berkata bahwa kondisi tersebut bisa saja terjadi, walaupun tidak semua orang mengalami hal yang serupa, Antonio berkata anggap saja ini sebagai keajaiban dan pertanda baik karena dengan begitu, keberhasilan dari pengobatan bisa lebih besar lagi. Kira-kira seperti itulah yang diucapkan oleh Antonio, David sendiri tidak terlalu mengerti, tetapi yang jelas dia merasa bersyukur karena Cakra bisa ceria, bahkan berjalan dengan normal kembali.

"Papah mana?"

"Papah kamu ke kantor karena ada yang harus diurus. Kamu nanti di rumah jagain Cakra ya, soalnya Mamah mau beli bahan-bahan buat barbequean nanti malam sama bi Tuti dan pak Budi."

"Cakra ikut!"

"Ga, Adek di rumah aja. Mamah ga mau kamu sampe kecapean," ucap Sofia membuat Cakra mencebik kesal.

"Mamah udah sarapan?" tanya Devan ketika melihat Sofia yang mulai melepaskan apronnya.

"Mamah udah sarapan tadi bareng papah kamu, Cakra juga udah tinggal kamu sendirian."

Devan yang mendengar itu melihat ke arah Cakra yang masih mengunyah buah pisangnya.

"Kenapa?" tanya Cakra bingung saat Devan menatapnya intens.

"Kenapa lo ga nungguin gue?" Devan berkacak pinggang menatap ke arah Cakra.

"Abang lama sih, Cakra kan udah laper."

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang