Yorobun annyeong
Happy reading...
Pagi ini, di kediaman Mahardika sedikit berbeda, jika biasanya Sofia memasak dibantu oleh bi Tuti saja, maka pagi ini dirinya dibantu oleh salah satu anaknya, Cakra. Bolehkah dia menganggap Cakra sebagai anaknya sendiri mulai sekarang?
Sofia yang sedang memasak tumis kangkung tersenyum, ketika melihat Cakra yang sedang menyusun piring beserta sendok dan garpu di atas meja.
Tadi pagi, saat Sofia baru saja tiba di dapur, dirinya dikejutkan oleh Cakra yang sedang membantu bi Tuti mengiris bawang, Sofia yang melihat itu jelas langsung melarangnya dia tidak ingin jika nanti tangan Cakra sampai terluka.
Sofia juga menyuruh Cakra untuk diam dan duduk di kursi pantry untuk melihat saja, tapi Cakra menolak dan tetap keukeuh jika dirinya ingin membantu. Jadilah Sofia menyuruh Cakra untuk menyusun piring, sendok, garpu, dan beberapa piring berisi lauk yang sudah matang di atas meja.
Dua hal yang Sofia tahu mengenai Cakra sekarang yaitu alergi kacang dan juga keras kepala, sama seperti David dan Devan.
Keluarga Mahardika memang memiliki darah campuran, seperti David yang memiliki darah campuran Korea-Kanada. Tapi karena dirinya besar di Indonesia, nasi menjadi makanan pokoknya dan mereka salah satu keluarga yang menganut 'kalo belum makan nasi, berarti belum makan' karena itulah setiap pagi mereka memakan nasi sebagai sarapan.
David yang baru saja keluar dari kamar dan berjalan ke arah meja makan bisa melihat Cakra yang sedang memindahkan sebuah mangkuk ke atas meja. Ah, ini pemandangan yang sangat baru untuk baginya. Sepertinya David tidak perlu khawatir dengan Cakra, karena Cakra bisa menyesuaikan diri di rumah ini dengan cepat, yang dia khawatirkan sekarang justru adalah Devan, dimana statusnya saat ini sudah berubah menjadi anak sulung, kembali.
"Wah wah ... anak Ayah masih pagi udah bantu-bantu aja," puji David saat sudah sampai di meja makan.
"Anak kamu keras kepala banget, aku suruh diam duduk manis di kursi aja ga mau." Cakra yang mendengar omelan dari Sofia tersenyum. Hatinya menghangat karena sudah lama tak merasakan peran seorang ibu, walaupun itu hanya sebuah bentuk omelan semata.
Sofia menaruh tumis kangkung yang baru saja dia masak di atas meja makan, David sudah duduk di kursi yang berada di paling ujung, sedangkan Cakra duduk di kursi yang berada disamping kanan, menyisakan satu kursi kosong yg berada di dekat David, dia tau diri untuk tidak merusak tatanan kursi yang biasanya keluarga ayahnya tempati. Padahal, dia bisa duduk dimana pun sesuka hati.
Mereka saat ini sedang menunggu Devan, hampir sepuluh menit mereka menunggu tapi Devan tak kunjung turun.
"Kemana Devan, apa dia kesiangan ya ..." gumam David setelah melihat arloji yang terpasang di pergelangan tangannya.
"Biar aku panggil, Mas." Namun baru saja Sofia akan beranjak, Devan sudah muncul dari arah tangga tapi dia hanya melihat sekilas saja dan melanjutkan langkahnya.
"Devan mau kemana? Sarapan dulu, Nak!" teriak Sofia saat Devan melewati meja makan.
"Devan!" Devan yang mendengar panggilan dari Sofia tidak mengindahkan, dia tetap melanjutkan langkahnya sampai keluar dari rumah lalu menuju tempat di mana motornya terparkir dan memakai helm full facenya, namun saat akan menyalakan motor, tarikan seseorang pada baju seragam berhasil menghentikannya.
Devan menengok, ada Cakra yang saat ini sedang menatap ke arahnya. Devan menatap Cakra dengan tatapan malas dan sekarang Devan dibuat bingung saat Cakra memberikan kotak bekal.
"Mamah buatin ini buat Abang," ucap Cakra berbohong. Tidak, bukan Sofia yang menyiapkan tapi dirinya. Cakra memang sudah mewanti-wanti jika Devan tidak akan ikut sarapan pagi ini, karena itulah dia menyiapkan roti dengan selai coklat di kotak makan yang dia minta dari Sofia, sedangkan Devan yang mendengar kata 'Abang' dari mulut Cakra ingin sekali menyumpalnya.
"Gue peringatin sekali lagi, jangan pernah panggil gue Abang karena gue bukan Abang, lo," tegas Devan dengan tatapan tajam.
"Ck, Devan ini--"
"Sopan lo manggil orang yang lebih tua pake nama doang?" tanya Devan memotong ucapan Cakra.
"Ck, maunya apasih. Dipanggil Abang ga mau, nama ga boleh, terus harus manggilnya apa? Engkong? Eyang? Uyut?" Cakra mencibir sangat pelan namun masih bisa di dengar oleh Devan.
"Lepas, gue mau sekolah," ucap Devan dengan tatapan datar saat melihat Cakra yang masih memegang seragamnya.
"Ambil ini dulu, mamah buatin ini khusus buat A ... bang? Abang boleh marah sama Cakra tapi jangan marah sama mamah." Lalu tanpa persetujuan dari Devan, Cakra membuka resleting tas punggung Devan, meletakkan kotak bekal itu dengan cepat membuat Devan terlambat merespon apa yang dilakukan oleh Cakra.
Devan menatap tajam Cakra yang saat ini tersenyum ke arahnya.
"Jangan lupa dimakan, itu buatan mamah, boleh marah tapi jangan jadi anak yang durhaka ke orang tua, sampe bekal mamah ga dimakan juga." Setelah mengatakan itu, Cakra memilih kembali ke dalam untuk melanjutkan kembali sarapannya yang sempat tertunda.
Sedangkan Devan, hanya melihat punggung Cakra dengan tatapan yang sulit di artikan, sampai punggung itu tak terlihat lagi dari pandangannya.
Tak ingin berlama-lama, Devan langsung menyalakan dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah.
Cakra yang sudah sampai kembali di meja makan bisa melihat raut sedih yang tercetak di wajah mamah barunya. Sofia yang tersadar jika Cakra sudah kembali langsung mengubah raut wajahnya dan menampilkan senyum yang tidak pernah Cakra sukai, senyuman itu sama seperti senyum milik bunda dulu dan itu membuat hatinya sakit karena senyuman itu adalah senyuman palsu.
"Mamah ga perlu khawatir, Cakra udah pastiin bekalnya dibawa sama abang." Cakra tersenyum berharap itu bisa membuat mamah barunya itu senang.
"Iya, mamah tau. Sekarang kamu lanjutin sarapannya, ya," ucap Sofia menampilkan senyumnya. Yah Sofia tidak pernah menyangka jika apa yang ditakutkan Cakra memang benar adanya, yaitu bahwa Devan tidak akan sarapan di rumah pagi ini.
Perlakuan Sofia terhadap Cakra, dan Cakra yang mampu beradaptasi dengan cepat tak luput dari perhatian David yang sedari tadi diam memperhatikan.
Setelah selesai sarapan, David langsung pergi ke kantor untuk melakukan pekerjaan monotonnya. Sedangkan Cakra saat ini sedang menonton televisi di ruang keluarga, tadi dia sempat ingin membantu Sofia untuk membereskan meja makan tapi langsung ditolak mentah-mentah, karena itu dia memutuskan untuk menonton televisi Saja.
"Cakra, kita ke mall ya beli peralatan sekolah kamu," ujar Sofia saat sampai di ruang keluarga.
"Cakra kaya gini aja ga papa, kan?" tanya Cakra, dia malas untuk menaiki tangga hanya untuk berganti pakaian.
"Gapapa dong, emang mau kaya gimana lagi? Ya udah mamah mau siap-siap dulu, kamu tunggu sebentar ya."
"Iya." Setelah mendengar jawaban dari Cakra, Sofia langsung pergi menuju kamar meninggalkan Cakra yang sedang menonton animasi Shinchan.
Animasi Shinchan yang Cakra tonton sudah berganti dengan acara gosip yang kurang Cakra sukai. Kemana mamah barunya itu? dia bilang hanya sebentar, tapi sampai tayangan Shinchan berubah menjadi kehidupan rumah tangga leslar pun mamahnya itu belum menunjukkan batang hidungnya.
Cakra yang mulai merasa bosan pun mulai mengubah posisi, kaki Cakra bersandar pada sandaran sofa sedangkan kepalanya dibiarkan menggantung, menatap televisi secara terbalik.
"Cakra, ayo! Mamah tinggal sebentar kok udah tiduran aja," ucap Sofia saat sudah kembali dengan pakaian baru dan dompet yang dia bawa di tangan kanan.
Apa tadi? Sebentar? Yang benar saja pikir Cakra, dia bahkan hampir terlelap kembali saking sebentarnya Sofia pergi untuk bersiap-siap.
"Ayo, nanti keburu rame." Cakra yang mendengar itu langsung bangkit dari acara tidurannya dan mengikuti Sofia menuju garasi mobil.
Kkeutt
Segini dulu nanti author balik lagi
Jangan lupa vote sama komen🐻💚🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIES (Terbit)
Teen FictionTersedia di shopee Penerbit.LovRinzOfficial (Belum di revisi) ___________________ Ini adalah kisah dari Cakra, seorang remaja yang baru saja bertemu dengan ayahnya setelah sekian lama, bukan hanya sang ayah, tetapi dia juga bertemu dengan anak dan i...