16

17K 1.6K 57
                                    

Yorobun annyeong

Happy reading...





Devan memasuki rumahnya dengan tangan yang menenteng tas milik Cakra, saat akan menaiki tangga dia melihat David yang sedang duduk di kursi makan sambil membaca koran dan ada Sofia juga yang sedang memasak di dapur bersama bi Tuti. Tak ingin membuang waktu Devan langsung berjalan kembali ke lantai atas menuju kamarnya.

Saat berada di depan pintu kamar Cakra, Devan merasa bingung. Bagaimana cara dia memberikan tas Cakra kepada pemiliknya? Apakah dia harus masuk? Jika dia masuk maka Cakra pasti akan berfikir jika dia peduli kepadanya. Tidak, Devan tidak ingin Cakra menjadi besar kepala karena hal itu. Cukup lama Devan berfikir sampai akhirnya dia memilih untuk menaruh tas milik Cakra di depan pintu saja, lalu kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Sedangkan Cakra yang baru saja keluar setelah mandi sedikit terkejut, melihat tas sekolahnya yang sudah tergeletak di lantai. Cakra buru-buru mengambil lalu meletakkannya di kursi belajar. Setelahnya, kembali melanjutkan niat awalnya untuk ke lantai bawah.

Cakra yang melihat David langsung berjalan mendekat, mengambil 1 buah pisang di atas meja, lalu duduk dan memakannya. Sejak Sofia tahu bahwa Cakra menyukai buah yang identik dengan monyet itu, Sofia selalu mengusahakan buah pisang selalu tersedia di atas meja, bahkan dirinya menyetok beberapa sisir pisang hanya untuk Cakra.

"Jangan makan pisang terus," ujar David tanpa menoleh sedikitpun.

"Kenapa?"

"Nanti jadi kingkong."

"Mana ada!" Cakra berucap kesal, dan itu sukses membuat David dan Sofia yang mendengarnya terkekeh pelan.

Satu buah pisang telah habis dia makan, saat mengambil pisang yang kedua, David dengan cepat mengambilnya. Cakra menatap pisang yang berada di tangan David dengan tatapan nanar.

"Makan pisangnya nanti aja kalo abis makan, nanti kamu kenyang duluan."

Cakra mendengus kesal, bibirnya baju beberapa senti dengan kedua tangan menopang dagunya.

"Daripada ngambek, mending panggil abang buat makan malam. Kamu udah laper, kan?"

"Ga ah, nanti ngamok."

"Ga bakal, sana."

"Jean tadi kesini ya, Ayah?" Cakra bertanya agar David tak lagi menyuruhnya.

"Ngga, kenapa?"

"Tas Cakra ada di depan pintu kamar, kirain Jean yang bawa ke sini."

"Mungkin abang kamu yang bawa."

"Ga mungkin, sih." Cakra menggeleng pelan tak percaya. Jangankan dititipkan sebuah tas, untuk melihat Cakra saja Devan terlihat enggan.

"Mungkin aja. Sana panggil abang kamu, jangan kira ayah ga tau ya kamu sengaja ganti topik biar ga di suruh manggil."

Cakra mencebikkan bibirnya kesal tapi tetap saja dirinya berdiri dan berjalan menuju lantai atas untuk memanggil Devan.

Ketika sampai di depan kamar Devan, Cakra bingung harus memanggilnya bagaimana. Apa dia harus memanggil 'Abang'? tapi sosok yang harusnya dipanggil abang itu pasti akan marah. Apa dia memanggil namanya saja? Cukup lama Cakra berfikir sampai tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka menampilkan Devan yang sepertinya baru saja selesai mandi, terlihat dari wajahnya yang sudah terlihat lebih segar dan rambutnya yang masih sedikit basah. Cakra yang melihat Devan mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa?" Devan bertanya ketus, menatap Cakra dengan tatapan tak suka.

"Ayah nyuruh manggil buat makan malam."

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang