3

22K 1.8K 54
                                    

Happy reading...


Baskara telah menyelesaikan tugasnya, digantikan oleh rembulan yang menampilkan kecantikannya. Seperti keluarga pada umumnya, keluarga Mahardika saat ini akan memulai makan malam, namun sudah 15 menit berlalu tidak ada tanda-tanda akan kedatangan Devan, Cakra yang duduk di kursinya merasa tidak enak dan mulai berpikir jika Devan tidak ingin makan malam karena ada dirinya di sana.

Setelah 5 menit berjalan, barulah Devan datang dengan wajah datar dan langsung duduk di kursi yang berada di samping Sofia.

Sofia yang melihat kedatangan Devan langsung menyiapkan piring dan nasi beserta lauk-pauknya..

"Cakra kalo mau nambah bilang aja, ya," ucap Sofia setelah meletakkan piring di hadapan Devan.

"Iya, Mah." Cakra memberikan senyuman manisnya.

"Kita mulai makan malamnya." Intrupsi dari David terdengar.

Makan malam berlangsung dengan tenang, hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring saja.

Setelah selesai, Sofia merapihkan meja makan dibantu oleh asisten rumah tangganya yang bernama bi Tuti. Cakra sendiri sedang memakan buah pisang sedangkan Devan, dia hanya bermain ponsel saja.

Jika boleh jujur, Devan sebenarnya penasaran dengan kepribadian Cakra. Saat pertama kali melihatnya Devan sedikit tertarik, tapi ketika mendengar kata adik ntah kenapa dia menjadi sangat marah, mungkin karena dirinya tidak terbiasa dan merasa takut jika kasih sayang papah dan mamahnya akan terbagi.

"Khem ... Cakra?" Cakra yang merasa  dipanggil langsung menatap David dengan mulut yang terus mengunyah.

"Kamu sekolahnya pindah di tempat abang, ya?"

Cakra yang mendapat pertanyaan itu bingung harus menjawab bagaimana, bolehkah dia mengiakan? Apakah Devan memperbolehkan dia satu sekolah dengannya? Namun, baru saja ingin menjawab, Devan sudah lebih dulu menyela.

"Pah? Papah apa apansih? Papah mau semua orang tau kalo Devan punya saudara yang ga jelas asal usulnya?" Devan bertanya menunjukkan wajah tak sukanya lalu menatap ke arah Cakra.  "Devan bahkan tidak akan pernah menganggapnya sebagai saudara," sambung Devan dengan tatapan sinis membuat Cakra langsung menunduk.

"Cakra adik kamu, Devan. Dan dia anak Papah," tegas David.

"Anak haram Papah maksudnya?"

"Devan!" Teriak David lalu berdiri membuat Devan terkejut begitu juga dengan Cakra dan Sofia.

Devan berdiri lalu menatap David dengan marah. "Lihat? Papah bahkan bentak Devan demi anak haram Papah itu!" Devan berseru marah dengan tangan menunjuk ke arah Cakra.

"Cakra, bukan anak haram," tegas David.

"Lalu apa?! Papah bahkan tidak menjelaskan apapun kepada Devan, apa namanya kalo bukan anak haram? Devan yakin dia pasti lahir dari rahim seorang jalang ..."

"Devan!" Sofia menyela, menatap Devan dengan tatapan kecewa. "Mamah ga pernah ngajarin kamu berkata kasar seperti itu!"

"Mamah juga bentak Devan dan bela dia?" tanya Devan menatap Sofia dengan tatapan kecewa.

"Gue benci sama lo, anak haram." Tunjuk Devan ke arah Cakra, lalu pergi meninggalkan meja makan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Devan? Devan! Papah belum selesai bicara, Devan!" panggil David, namun tak kunjung membuat langkah Devan berhenti.

"Sudah mas, biarkan Devan tenang lebih dulu," ucap Sofia mengelus lengan suaminya. David yang mendengar itu menghembuskan napas lelah lalu terduduk di kursinya kembali.

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang