"Ah, ternyata kamu di sini, aku mencarimu di dalam," kata Hwan menghampiri Yuju yang duduk dengan tenang memandangi langit gelap yang penuh dengan bintang.
"Oh, Hwan. Di dalam panas, jadi aku keluar sebentar. Kenapa mencariku?" tanya Yuju.
Hwan menarik kursi, lalu duduk di samping Yuju, setelah itu meletakan piring kayu di atas meja.
"Ini, aku buat bola-bola ubi untukmu," kata Hwan membuka kertas yang menutupi piring.
"Waaah, lucunya," kata Yuju antusias melihat bola-bola ubi berwarna orange dan ungu.
"Ayo dimakan selagi hangat," titah Taehwan yang tentu saja tanpa berpikir lama langsung Yuju ambil satu bola ubi berwarna ungu.
"Bagaimana? Enak?" tanya Taehwan, dia udah coba tapi tetap aja ingin tahu gimana pendapat Yuju.
"Enak," angguk Yuju takjub dengan rasanya yang manis dan teksturnya yang kering di luar dan lembut di dalam.
"Syukurlah kalau enak," kata Taehwan lega, senang karena masakannya dimakan dengan suka hati.
"Perutmu bagaimana? Sudah membaik?" tanya Taehwan kemudian.
"Sudah lebih baik berkat obat yang diberi Hyesung."
"Apa memang selalu sakit?"
"Hm." Yuju mengangguk, "Satu hari sebelum datang bulan, perutku selalu sakit sampai kram."
"Ohhh," angguk Taehwan. "Begitu."
"Eh ini kenapa cuma aku yang makan? Ayo makan juga dong!" kata Yuju karena dia sudah makan lima bola ubi tapi Taehwan cuma melihatnya saja.
"Aku sudah makan tadi di dalam."
"Terus yang lainnya?"
"Mereka juga sudah. Ini semua untukmu, dihabiskan ya."
"Oh, okee!" kata Yuju riang, karena dia melewatkan makan malam, jadi tengah malam begini dia kelaparan.
"Hwan, dapur berantakan!" omel Gon datang menghampiri Yuju dan juga Taehwan.
"Iya nanti aku bereskan."
"Bereskan sekarang! Lampunya akan aku matikan!"
"Hhhh, iya, aku bereskan" kata Taehwan akhirnya bangkit, "Aku masuk duluan ya Yuju, jangan tidur terlalu malam."
Yuju mengangguk, "Selamat malam, Hwan."
"Selamat malam."
Taehwan pergi, disusul Gon di belakangnya, tapi tidak sampai semenit Gon kembali.
"Nyamuk di sini jahat-jahat, pakai ini," ucap Gon menghampirkan selimut pada Yuju dan membungkus tubuh bagian belakang Yuju.
"Ah, terimakasih," kata Yuju menarik kedua ujung selimut dengan tangan kirinya, merapatkannya.
Gon duduk di tempat Taehwan, memandang Yuju yang sedang menyunyah bola-bola ubi.
"Giliran Taehwan yang memberi makanan, kamu mau. Giliran aku yang memberi ditolak, hih," kata Gon sebal.
"Iyalah, Taehwan membuat ini sendiri, beda dengan dirimu yang dapat dari mencuri."
"Mencuri dari mana? Sok tahu."
"Di apelnya ada tulisannya ya itu punya Xian!"
"Oh ya? Ah, berarti aku salah ambil."
"Dasar pencuri."
"Aku tidak mencurinya, aku ambil karena kasian pada apelnya yang dibiarkan begitu aja. Kalau gak dimakan nanti busuk."
"Yaa... Yaaa..." kata Yuju malas menanggapi.
Bola-bola ubi tersisa satu, Yuju sudah kenyang. Kesadarannyapun sudah semakin menipis.
"Kalau sudah mengantuk masuk sana, jangan tidur di sini, aku tidak mau membopongmu lagi," kata Gon.
Yuju buru-buru menepuk pipinya berulang kali, "Siapa yang ngantuk? Aku belum ngantuk!"
Kemudian hening sebentar, sampai akhirnya Yuju berkata, "Gon, ini gak seperti alam singgah yang aku tahu."
"Ha ha ha," Gon tertawa canggung, "Emangnya kamu pernah ke alam singgah sebelumnya sampai bisa tahu?"
"Belum sih, tapi rasanya seperti gak ada bedanya dengan kehidupanku sebelumnya saja."
"Memang, kehidupanmu dulu seperti apa?"
Terbawa suasana, Yuju akhirnya jadi bercerita.
"Awalnya, kehidupanku dulu begitu menyenangkan, aku di kelilingi banyak orang yang menyayangiku dan mendukungku. Setiap hari adalah hari istimewa bagiku.
Sampai akhirnya orangtuaku meninggal karena kecelakaan, hidupku berubah drastis.
Perlahan tapi pasti, orang-orang menjadi tidak peduli padaku, atasanku sering membebaniku banyak pekerjaan, rekan kerjaku sering membicarakanku, dan tunanganku, orang yang paling aku percayai pergi meninggalkanku begitu saja.
Hari-hari berubah menjadi suram, rasanya sangat berat untuk membuka mata di pagi hari."
Yuju terus bercerita sambil memandang langit yang dipenuhi bintang, tanpa sadar jika setetes air mata jatuh mengenai pipinya.
Buru-buru, Yuju menoleh ke Gon. Takut kalau pria itu melihat dia menangis. Tapi untunya mata Gon tertutup.
"Gon. Kamu tidur ya?"
"Tidak."
"Serius?"
"Serius. Daritadi aku dengar kok kamu bicara apa."
"Terus kenapa diam saja?"
"Memang aku harus apa? Bertepuk tangan? Atau menangis?"
"Kamu gak mau mengadu nasib denganku?"
"Ha? Mengadu nasib?" kata Gon membuka mata.
"Biasanya, jika aku cerita begini, orang-orang akan bilang, 'Ah, kamu sih mending, aku nih...' atau 'Walau ditinggal mati, seenggaknya kamu kaya, harta orangtua kamu banyak' seperti itu."
"Seperti gak ada kegiatan lain saja mengadu nasib," kata Gon, bangkit dari duduknya.
"Daripada mengadu nasib, bagaimana kalau kita mengadu bangun siapa yang paling pagi besok?"
"Ha?"
"Yang bangunnya paling pagi boleh minta apa saja ke yang kalah. Bagaimana?"
~~~
130323
Ast.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanficYuju tidak punya alasan lagi untuk hidup. Semua alasan untuk dia bertahan di dunia ini sudah dia lakukan. Mulai dari menonton konser, makan Ice Cream setinggi tiga puluh senti, menamatkan serial drama kesukaannya, naik gunung, sampai memiliki rumah...