Chapter 45

34 6 3
                                    

-- Berpuluh-puluh tahun kemudian --

Pagi hari muncul dengan cepat. Entah sudah berapa lama Jeno tertidur tapi dia melihat kalau layar laptopnya sudah mati total karena daya baterainya yang habis. Dia tertidur di sebuah meja belajar setelah mendengar suara mendiang Ibunya dari sebuah rekaman. 

"Aku akan menyimpannya dengan baik" Ucap lelaki itu saat meletakkan sebuah kartu memori di dalam sebuah bukunya lagi. 

Dia mulai beranjak keluar kamar dan melihat layar televisi sudah berhenti bergerak entah sejak kapan. Hanya terdapat gambar Ibunya di sana dengan posisi sang Ayah yang tertidur lelap di depannya. Jeno hendak membangunkan Ayahnya supaya bisa berpindah tempat namun pria itu mengigau sambil memeluk beberapa lembar kertas yang berisikan tulisan tangan rapih seseorang. 

"....aku juga.... Chorong..... Aku merindukanmu....."

Raut wajah sedih Ayahnya terlihat memilukan. Jeno memutuskan untuk memberikan sang Ayah selimut dan membiarkan pria itu beristirahat lebih lama di sana. Layar televisi juga sengaja tidak dimatikan supaya Ayahnya itu tidak marah seperti yang terjadi kemarin dengan kedatangan Pamannya yang tiba-tiba ke rumahnya. 

"Apa ini masih bisa dimakan?" Jeno memeriksa dapur dan masakan Ayahnya sudah dingin. 

"Apa yang harus ku lakukan dengan ini?" Dia tampak bingung dengan berbagai peralatan masak di sana. Dia sepertinya tidak familiar dengan kegiatan di dapur karena hanya bisa menikmati makanan tanpa tahu bagaimana proses pembuatannya. 

"Oh? Kenapa tidak menyala?" Jeno sibuk mengutak-atik kompor di depannya sampai harus dikejutkan dengan kedatangan Ayahnya yang tiba-tiba di sana. 

"Minggirlah. Kau bisa membakar semua rumah ini nanti"

"A-ayah sudah bangun?"

"Mandilah terlebih dulu. Aku akan menyiapkan sarapan untukmu"

Jeno tampak ragu karena kedua mata sang Ayah terlihat membengkak akibat menangis hampir seharian kemarin. Suho juga tidak ingin menunjukkan wajahnya terlalu lama kepada sang anak dan memilih untuk sibuk dengan peralatan dapur serta bahan-bahan masakan baru di sana. 

"Baiklah..." Jeno akhirnya pergi. Dia kembali ke kamar dan membersihkan tubuhnya terlebih dulu sebelum berpakaian rapih lagi. 

Setelah beberapa menit berlalu, lelaki itu beranjak ke dapur lagi dan sudah melihat banyak makanan tersedia di meja. 

"Makanlah. Aku akan mencuci wajahku sebentar" Ucap Suho sebelum menuju ke kamarnya. 

Jeno tidak heran dengan kecepatan sang Ayah dalam memasak karena pria itu bisa diandalkan untuk urusan makanan di rumah ini. Bahkan Jeno juga jarang membeli makanan dari luar karena Ayahnya selalu menyiapkan hidangan yang lezat untuknya setiap hari. 

"Kenapa kau tidak makan?" Suho sudah kembali dan duduk di hadapan sang anak. 

"Aku menunggumu, Ayah.."

"Makanlah"

"Iya.."

Kegiatan makan pagi pun di mulai. Seperti biasa, tidak ada pembicaraan yang terjadi. Namun sesekali Jeno tampak melirik ke depannya hanya untuk mengkhawatirkan kondisi sang Ayah setelah banyak mengetahui hal baru kemarin. 

"Ada apa?" Tanya Suho. 

"Apa?"

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku?"

"Ti-tidak.... A-aku hanya ingin meminta tambahan nasi tapi biar aku saja yang ambil sendiri nanti"

"Tanyakanlah, Jeno. Kau pasti sangat penasaran dengan Ibumu yang selalu ku sembunyikan identitasnya sampai kemarin"

I Miss YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang