Satu kata buat Eros dong? :).
.
Papa berdiri cemas di depan teras rumah. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam dan putrinya belum sampai di rumah, ditambah Aya tidak bisa dihubungi. Marvel pun juga tidak bisa berbohong lagi dan berucap jujur kalau ia juga tidak mendapat kabar Ayana sama sekali. Jika bisa, Papa hampir melapor polisi dengan laporan putrinya hilang. Namun istrinya mengingatkan bahwa tidak bisa membuat laporan jika belum sampai dua puluh empat jam.
Kecemasan Papa semakin meningkat karena kondisi Ayana yang tidak seperti lainnya. Ayana kehilangan pandangannya dan itu membuat mereka semakin panik dan cemas. Papa, Marvel dan Tante Fira menunggu sambil melihat ke depan pagar, berharap Ayana segera pulang.
"Vel... kamu beneran ga punya nomor temennya?" tanya Tante Fira memastikan lagi.
Marvel menggeleng dengan kecewa. "Aku ga punya, Ma." Suaranya pelan dengan raut wajah sedih.
"Ini udah mau setengah sepuluh, lho." Papa melihat jam tangannya sendiri. "Beneran kalau dia ga pulang kita harus---"
"Pa!" Tante Fira menyela dengan suara kejut melihat sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumah mereka lalu ketika pintu terbuka Ayana keluar dari sana.
Ketiganya menghampiri dengan buru-buru, memegang tangan Ayana untuk masuk dan tidak sempat menanyakan apapun pada yang membawa mobil karena pria berjaket hitam itu langsung pergi tanpa turun sedikit pun.
Ayana didudukkan di sofa ruang tamu, Tante Fira juga sudah ke dapur dan mengambilkan air minum. Yang jelas, saat ini mereka memandang Ayana dengan tatapan khawatir karena kondisi tubuh Ayana sangat berantakan. Rambutnya sedikit berantakan, bajunya kusut dan rok panjangnya sedikit robek di bawah.
Lalu dilututnya memar dan juga mereka menyadari di siku Ayana terdapat luka gores kecil.
"Kak Aya dari mana? Ini kok bisa luka-luka gini?" tanya Marvel panik sambil memeriksa bagian tubuh yang lain.
"Aya, ngomong sama Papa. Ini kenapa bisa celaka gini?" nada suara Papa masih sangat khawatir namun jelas ia juga marah.
Ayana duduk dengan menundukkan kepala. Ia sangat pusing dan kelelahan. Ia juga bingung mau menjelaskan apa. Ia sangat takut berucap yang sebenarnya jika ia hampir di perkosa beberapa saat yang tadi.
Seluruh sakitnya berputar di kepalanya hingga Ayana menutup wajahnya dengan kedua tangan dan langsung menangis. Mereka bingung tentu saja.
"Aya... ada yang jahat sama Aya di kampus?" tanya Tante Fira sambil mengusap punggung Aya lembut.
Ayana tidak menjawab. Ia makin menangis hingga Tante Fira bisa merasakan getar di tubuhnya. Tante Fira menatap suaminya dan menggeleng, menandakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan apa yang terjadi pada Ayana. Gadis ini masih sangat syok dan terpukul.
"Aya mandi, ya? Terus makan, nanti Tante bawain makanannya ke atas." Tante Fira tersenyum dan mengusap rambut Ayana sayang. "Marvel, bantuin kak Aya ke kamar, ya."
Marvel mengangguk lalu meraih jemari Ayana lembut dan menuntun Ayana memasuki kamar dengan perlahan-lahan. Sesampainya di kamar, Marvel mendudukkannya di atas tepian ranjang dan memandang Ayana dengan wajah khawatirnya.
"Ini gara-gara Eros, kan?" tuduh Marvel marah. Tangannya terkepal.
Ayana menggeleng. Memang. Memang bukan Eros yang sudah memberi traumatis seperti ini. Namun Ayana juga tidak memungkiri jika karena taruhan Eros-lah, ia berada di tangan Mario dan hampir membunuh jiwanya jika saja Eros tidak menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EROS
Fanfiction"Peraturan pertama, Eros tidak pernah salah." "Peraturan kedua, Eros tidak boleh dibantah." "Peraturan ketiga, lo harus nurut dengan aturan pertama dan kedua." - ©️®️ Vange 2023