Eros | [11]

9.2K 800 237
                                    


Kenceng banget jarinya buat komen wkwkwkwk, padahal minta 70 komen aja eh tembus 100. Kelennn luar biasaaahhhhhhhhhhhh HAHAHA

Yuk, sebelum baca di vote dulu terus komennya jangan lupa Hihihi.

meskipun vote nya ga tembus, ga masalah vange tetap akan update karena seneng kaliian sangat antusiasssss wkwkw

Btw aku lupa deh, apa aku udah sempat nyebutin nama papa-nya Ayana atau belum, wkwkwk jadi dichapter ini baru aku kasih namanya. Kalau kalian ngeh aku nulis nama papa-nya Aya di chapter mana komen ya hihihi

AKU PERSEMBAHKAN EROS CHAPT 11 PADA KALEAN SEMUAH <3

Selamat membacahhhh

.

.

Arifan Wirawan -papa Ayana- berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju sebuah ruangan di mana ada dokter Sari yang sudah menunggunya di sana. Dalam genggamannya, ia membawa Ayana ikut serta dengannya karena Ayana bilang ia juga ingin mendengar kabar itu. Dan sangat pas ketika Ayana hari ini memiliki jadwal kuliah siang, ia bisa mengikuti papa-nya. 

Dokter Sari adalah dokter mata yang akan menjadi dokter Ayana ke depannya jika pendonor mata ini cocok. Arifan dan Sari sudah membuat janji temu pukul sebelas sepuluh. Arifan sempat izin sebentar dari kantor untuk ke rumah sakit setelah dokter Sari menelepon untuk mereka bertemu dan membahas tentang pendonor untuk Ayana. 

Arifan tiba di depan pintu putih itu. Ia mengetuk sebentar dan setelah ada sahutan dari dalam, Arifan membuka pintu dan memasuki ruangan tersebut bersama Ayana. Di sana dokter Sari sudah menunggu dan tersenyum lalu mempersilahkan Arifan  dan Ayana duduk di hadapannya.

"Jadi gimana dokter? Apa pendonornya cocok buat Ayana?" tanya Arifan sangat penasaran. Ia datang ke sini hanya untuk mendengar kabar baik meskipun tidak menutup kemungkinan ia bisa mendengar kabar buruknya juga.

Dokter Sari tersenyum. Ia memandang Arifan dan Ayana bergantian. "Pendonornya cocok. Tes yang kita lakukan kemarin semuanya aman, saya juga sudah periksa kesehatan mata dari si pendonor. Bagus, ga ada masalah." Dokter Sari bisa melihat kelegaan di wajah Arifan. Dan Ayana sendiri rasanya dokter Sari melihat wajah yang penuh harapan baru terpancar dari raut muka Ayana.

Sungguh, rasanya Arifan bisa bernapas sangat lega mendengar pemaparan dokter Sari. Akhirnya, anak perempuannya bisa melihat lagi setelah sekian lama ia menderita dalam kegelapan. Arifan tersenyum dan menggenggam jemari Ayana.

"Kamu bisa melihat lagi, sayang." Arifan mengusap lembut rambut putrinya.

Ayana juga mengangguk dan tersenyum lebar bahkan hampir menitihkan air mata kebahagiaannya.

"Jadi kapan operasinya bisa kita lakukan, dok? Bisa dijadwalkan segera mungkin, kan?" Arifan lagi-lagi sangat terburu-buru dan tidak sabaran. Tentu saja, siapa yang tidak senang dengan kabar membahagiakan ini?

Dokter Sari tersenyum tipis lalu menarik napas dalam dan menghelanya perlahan. "Semuanya tidak ada masalah. Baik Ayana dan pendonor." Sari bersandar pada kursinya. "Tapi... sepertinya Ayana harus menunda untuk bisa melihat lagi." Dokter Sari memandang Ayana yang terdiam, senyuman cerahnya pudar digantikan dengan raut wajah kecewa.

"Maksud dokter apa? Kenapa harus ditunda? Dokter bilang segala rangkaian tes yang kemarin Ayana lakukan baik-baik saja? Lalu kenapa?" Arifan tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya dan kejutnya mendengar hal itu. Arifan memandang Ayana yang sangat terkejut mendengarnya.

"Pak Arif dan Ayana bisa ikut saya sebentar?"

Dokter Sari berdiri mempersilahkan Arifan dan Ayana juga berdiri dan mengikutinya dari belakang. Arifan menggenggam jemari Ayana dengan erat, tidak ingin melepasnya. Rasanya ia benar-benar merasa kehilangan setelah mendapat kabar buruk tadi. 

EROS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang