Siapa kangen Eros coba maju siniiiiiiiiii
.
.
.
Suara berisik yang terdengar di markas Orion masih menjadi sesuatu yang sulit bagi Ayana untuk menerimanya. Kepulan asap rokok, bau minuman berkadar alkohol belum lagi bau dari badan beberapa orang yang bercampur menjadi satu, sungguh Ayana benar-benar tersiksa membiarkan tubuhnya terkontaminasi dengan seluruh bakteri yang ada di markas ini.
Siang ini setelah kelas pertama dan keduanya selesai, ada jeda waktu sebentar untuk istirahat dan baru saja keluar dari ruang kelasnya, Ayana sudah ditarik oleh dua orang yang Ayana tidak kenali dan di bawa menuju markas.
Ia bahkan menjatuhkan tongkatnya dan tidak diperbolehkan untuk mengambil benda itu karena Eros tidak suka menunggu. Akhirnya, Ayana berada di sini lagi. Markas yang penuh dengan tawa manusia-manusia kejam yang tidak beradab dan tidak memikirkan hak asasi manusia.
Ayan tidak diizinkan duduk. Ia sudah berdiri di sebelah sofa Eros selama hampir dua puluh menit Ayana rasa? Dan selama itu juga Ayana tidak diizinkan berbicara sebelum Eros menyuruhnya. Ayana bahkan tidak diizinkan untuk meminta apapun.
Jadi ia tidak bisa berucap jika sedang haus setengah mati saat ini.
"Cabut duluan, gue." Kenzie beranjak dari kursinya sambil masih menghisap rokoknya. Ia sudah membawa tas dan memakai jaketnya. "Ada kelas soalnya." Kenzie sudah menghilang dari markas dan tersisa Eros, Ravin serta Danve.
Sebenarnya hari ini Ravin tidak memiliki kelas apapun. Namun ia juga bisa mati bosan di apartemennya seorang diri. Jadi jika salah satu dari mereka tidak memiliki jadwal apapun di kampus, mereka tetap akan datang untuk sekadar duduk dan minum bersama di markas.
Ada tawa Ravin yang keras terdengar, disusul oleh kekehan dari Danve yang mana sebenarnya Ayana tidak begitu hafal suara mereka. Ia hanya tahu suara Eros karena hanya pria itu yang sering menerikainya, menyuruhnya ini itu, dan senang sekali menyiksa mentalnya.
"Beliin gue rokok." Ayana merespons ketika mendengar suatu serak itu berucap. Ia tahu itu suara Eros karena sudah hampir tiga hari ini hanya Eros yang selalu semangat merundungnya.
Ayana merasakan tangannya diberikan sebuah bungkusan yang ia tahu adalah bungkus rokok Eros. "Beliin yang sama persis."
"Uangnya?"
Eros seketika melihat Ayana dengan alis terangkat. Sedang Ravin masih terkagum mendengar tuturan Ayana yang sangat lugu. Bisa-bisanya Ayana menanyakan uang rokok dengan semudah itu pada Eros?
"Cari mampus nih anak." Danve terkekeh lalu menghisap rokoknya.
Eros menghela napasnya lalu bangkit berdiri dan menyematkan jemarinya di saku kiri dan kanan. Ia berdiri di depan Ayana dengan dahi mengkerut menatap jijik wajah sok lugu Ayana yang selalu memandang kosong ke depan seolah tidak pernah takut pada Eros.
Ayana pernah ketakutan ketika ia bentak, namun hanya sesaat dan Ayana akan kembali normal lagi.
"Gue tahu orang tolol." Eros berujar tepat di depan Ayana hingga bulu kuduk Ayana berdiri ketika mendengar suara yang sangat mengintimidasi itu. "Tapi gue baru lihat ada orang tolol plus buta." Eros mendorong kepala Ayana dengan telunjuknya kencang hingga gadis itu sempoyongan karena kuatnya tenaga Eros mendorongnya bahkan hanya dengan satu jari.
"Ya lo ini. Udah buta, terus bego." Eros menghinanya keras membuat suara tawa kembali memenuhi markas itu.
Ayana sudah sering mendengar banyak orang menghinanya. Eros... bukan pria pertama yang melakukan hinaan ini padanya. Ayana sudah sangat berteman dengan yang namanya kesakitan jadi ia diam saja dan tidak menangis ketika seluruh cacian Eros ia tumpahkan di depan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EROS
Fanfiction"Peraturan pertama, Eros tidak pernah salah." "Peraturan kedua, Eros tidak boleh dibantah." "Peraturan ketiga, lo harus nurut dengan aturan pertama dan kedua." - ©️®️ Vange 2023