Berdiri diatas sayup-sayup senja, mengeja aksara yang hampir sirna, memandang warna yang kian pudar, menghayati pesona yang kian samar.
Menikmati belaian angin penenang jiwa, menahan sakit dalam segukan, cinta hanya bertepuk sebelah tangan. Terduduk menghadap abstraknya lukisan senja dilangit, memandang jauh jalan yang pernah ia tempuh, menawarkan cinta penuh kagum, namun semuanya tidak pernah dianggap.
Menyembunyikan rasa dalam diam, menyimpan cinta yang terpendam, semoga semua hilang diterpa malam. Kembali bertanya pada hati, apakah keputusannya sudah benar atau hanya berujung penyesalan untuk dirinya, karena meninggalkan seseorang yang sudah ia anggap sebagai pengisi akhir takdir.
Tidak ada pilihan lain selain mundur, hatinya tidak bisa terus mengalah, batinnya butuh kasih, hidupnya harus bahagia tanpa bersembunyi dibalik rasa.
Setelah dirasa lebih baikan, Mew pergi meninggalkan apa yang sedang ia pandang. Tujuannya adalah tempat dimana ia bekerja, Mew tau sekarang adalah waktunya untuk mengahadap seseorang.
"Mewww",teriak Off dari kejauhan
"Jim bilang kau tidak bisa masuk karna ada jadwal konsul ke dokter. Sekarang kita mau pulang, tapi apa ada masalah mendadak di kantor?"
"begini,aku ada perlu dengan manager Nadech "
"ahh,,,ayah mertua rupanya"
"yasudah Mew, kalau begitu aku dan Off pulang duluan"
"Jack kau duluan saja, aku akan menunggu Mew"
"mau apa?"
"temani aku club'ing"
"kenapa tidak ajak aku saja, kau kan tau Mew tidak bisa minum"
"aku hanya memintanya menemaniku, bukan mengajaknya untuk minum"
"club'ing tanpa minum itu sama saja bohong"
"sudahlah, lebih baik aku mabuk di WC, ketimbang denganmu"
"kenapaaaa"
"kau menyusahkan jika sudah mabuk"
"tidak Off, kau sebaiknya pulang saja dengan Jack. aku sepertinya akan lama dengan ayah mertuaku"
"yasudah, kalau begitu lain kali saja"
Setelah berpapasan dengan temannya, Mew segera naik ke lantai atas untuk bertemu dengan manager Nadech.
"katakan ada apa kali ini?"
"maaf aku tidak menepati ucapanku"
"ucapan yang mana maksudmu"
"tentang aku yang memastikan hari ini tidak akan datang"
"kau lelah?",sang ayah mertua berdiri membelakanginya menghadap arah luar kaca ruangan, yang menampakkan keadaan malam kota dari atas.
"aku kalah, aku menyerah, maaf",Mew tertunduk dengan menahan air mata yang masih tersisa.
"aku pikir usahaku hanya sia-sia, dia nyatanya tidak pernah lupa sedikitpun tentang masa lalunya"
"aku tidak akan menahan mu atas keputusan yang telah kau buat, aku tau tidak mudah berada di posisi mu, sekarang lari'lah cari kebahagiaanmu sendiri, jangan biarkan kau menemukan orang seperti anaku lagi"
"maaf",katanya penuh penyesalan seakan telah melanggar suatu hal yang besar
Kini ayah mertuanya berbalik mendekat ke arahnya,"aku yang seharusnya mengatakan itu, aku yang seharusnya memohon maaf padamu, karena keputusan salah yang aku ambil di masa lalu hingga membuat mu harus terkurung dalam hidup anakku"
"Jangan katakan ayah menyesal telah membuatku ku dan Gulf bersama"
"Tidak. Aku tidak menyesal sama sekali tentang hal itu, aku menyesal karena anakku kau jadi seperti ini"
"Sekarang biarkan seperti ini, aku akan berusaha menjauhinya, meski nanti terasa sedikit sulit tapi aku akan berusaha"
"Apa yang menjadi suratan takdir akan menjadi milikmu meskipun berada dibawah gunung. Apa yang bukan digariskan takdir tidak akan mencapaimu meskipun berada diantara dua bibir mu",Kini sang ayah mertua memeluknya dengan penuh rasa iba
"Jika dia memang untukmu tuhan akan menemukan cara untuk mempertemukan kalian dimasa yang akan datang, tapi jika dia memang bukan untukmu, percayalah sekeras apapun tangisanmu dia tidak akan pernah bisa kau genggam"
"Aku takut dia akan semakin terpuruk karna lagi-lagi ditinggalkan, aku takut dia akan benar-benar merasa sendirian, aku takut tidak ada pelukan yang menghangatkan nya, aku takut jika hidupnya akan terus seperti ini"
"kau yakin untuk benar-benar menyerah?",Mew mengangguk untuk menjawab
"lalu kenapa kau masih takut akan apa yang dia alami. Cobalah hawatir kan dirimu sendiri, anaku sudah cukup keras membuatmu sepeti ini, setidaknya perdulikan perasaan mu sendiri"
"maaf... maafkan aku ayah",tangisnya semakin sesak dalam pelukan sang ayah. Kali ini Mew benar-benar akan berhenti untuk semuanya.
"sesuatu yang baik tidak akan di izinkan untuk pergi darimu, kecuali akan diganti dengan yang lebih baik"
"aku tidak yakin akan melupakannya dengan cepat"
"tidak apa, perlahan saja. Lalu temukan seseorang yang pantas kau berikan limpahan kasih. Sekarang kau harus mulai terbiasa tanpa anaku"
"Apa menurut ayah keputusanku benar,atau hanya karena emosiku semata"
"Tidak ada emosi dalam cinta, mungkin keputusanmu benar karena lebih memilih meninggalkan nya", tangisannya masih enggan untuk redup, air mata sudah berusaha ia seka, tapi tangannya terlalu kecil untuk menyanggah sakit yang tersalur lewat mata
"menangislah, luapkan semuanya, terkadang air mata itu anugerah untuk hati yang sedang patah"
Kupu-kupu terlalu menjadikan sang lebah sebagai euforia nya. Padahal sang lebah datang hanya sebatas fatamorgana. Percuma memprovokasi kupu-kupu untuk hinggap di atas bunga, jika daun kering masih jadi tujuannya. Pada akhirnya seseorang akan meninggalkan disaat perjuangannya terus dihiraukan.
Dipaksa selesai, padahal cerita bahagia baru saja dirasa. Semesta menolak adanya kata ‘kita’ diantara Mew dan Gulf.
Lupakan pekikan sendu diatas, berbahagialah karena cerita baru akan tercipta, mungkin yang bersedih akan menemukan obat untuk mengembalikan senyuman diwajahnya. Tapi mungkin saja ia masih terpaku akan ranjau yang membuatnya luka.
TBC
.
.
.
.
.
Dia pergi. Apa kau menyesal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Thalassophile S1
FanfictionGulf kanawut,, seorang dokter spesialis bedah sekaligus anak dari Manager Stasiun televisi swasta. Kejadian empat tahun silam membuat dirinya hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Kekasihnya sekaligus tunangannya dinyatakan ikut menjadi salah satu ko...