Bersedih adalah pilihan

307 47 2
                                    

Tau tentang kabar Gulf yang akan pergi dan semakin menjauh darinya, Mew sejenak melupakan permohonan Gulf untuk tidak saling hubungi lagi. Ia menekan nomor di layar ponselnya, secepat mungkin menelepon seseorang yang sudah lama tak ia dengar suaranya.

"Gulf"

"Kau?"

"Apa kau sebegitu inginnya jauh dariku?"

"Apa?"

"Aku tau tentang kau yang akan pergi jauh dari sini, aku juga paham alasannya, itu sebabnya aku menelponmu"

"Kenapa? kau mau menyuruhku agar tidak jadi pergi?" Mew tidak menjawab, ia terdiam untuk beberapa saat hingga keheningan tercipta saat telepon sedang berlangsung

"Gulf. Maafkan aku, kau tidak perlu pergi agar lupa denganku, kau tidak perlu berkorban untuk usaha jauh dan melupakan ku, aku mohon maafkan aku"

"Aku yang menusukan pisau padamu, tapi kenapa kau yang meminta maaf hanya karena darahmu mengenai kaki ku? Kau ingin membuat ku semakin susah untuk melupakan mu?"

"Aku tidak bermaksud membuatmu susah untuk melupakanku, tapi aku ingin kau jangan melupakan aku dengan cara tidak pergi jauh dariku"

"Jika itu yang ingin kau sampaikan, maka semuanya sudah tidak bisa diubah"

"Gulf__" Gulf menutup telepon secara sepihak, yang tentu saja membuat Mew semakin merasa bersedih

Hari ini pukul delapan malam, Gulf sudah bersiap dengan semua barang-barangnya untuk ia bawa ke tempat baru dimana ia akan menetap disana, yang tentu saja jauh dari kedua orang tuanya, namun mereka menghargai keputusan anak semata wayangnya.

Gulf berdiri di depan mobil sembari berpamitan pada kedua orang tuanya, namun saat itu pula seorang lelaki datang dari arah belakang dengan wajah lesu dan sedih.

"Mew?" Gulf melirik ke belakang saat ayahnya menyebut nama seseorang yang akan segera ia lupakan

Mew menghampiri Gulf dengan jalan pelan, sedangkan Gulf enggan melihat ke arah Mew, meski tubuh mereka saling berhadapan.

"Aku sudah bilang, semua tidak bisa diubah, tidak perlu repot mencegahku"

"Aku akan menerima tentang kau yang memutuskan ingin berpisah dariku, tapi aku mohon jangan pergi jauh dari sini"

"Tidak ada alasan aku harus mendengarkan mu. Sedari dulu aku memang selalu merasa bersimpati padamu karena terus berjuang dengan cintaku, kau pikir aku akan berhenti untuk pergi hanya karna kau cegah?" Nampak wajah tidak percaya dari Mew, saat mendengar Gulf yang selama ini hanya bersimpati padanya

"Ayah, ibu, aku pergi jaga diri kalian baik-baik" Gulf hendak masuk ke dalam mobil, namun terhenti saat Mew kembali berucap

"Mau pergi kapanpun itu hakmu, dan ketika kau kembali, ku buka atau tidak hatiku itu hak ku" Mew menatap Gulf dengan penuh kecewa dimatanya

"Pergilah jika itu yang kau ingin. Ini hanya perihal waktu, tenang saja masa sulit masa sedih akan segera aku lalui, dan masa bahagia akan aku sambut tanpa dirimu" Mew pergi meninggalkan rumah yang dulunya adalah rumah mertuanya, sedangkan Gulf tertegun akan perkataan Mew untuk sesaat, namun akhirnya ia masuk ke dalam mobil, dan setelah itu pergi meninggalkan rumahnya bersama supir ayahnya yang akan mengantar kepergian nya.

Selama perjalanan di tempuh, tatapannya hanya tetuju ke arah luar jendela mobil, matanya menyimpan kesedihan luar biasa setelah hal tadi terjadi. Bukan maksud untuk melukai hati, tapi diharap dengan ini Mew mengerti jika harus sesegera mungkin melupakan Gulf dari hidupnya.

"Percayalah, rumahku hanya ada dimana tempat keberadaan mu terpijak" Batinnya berucap dengan mata sendu yang terus menatap arah luar mobil

Gulf pergi meninggalkan tempat yang banyak membuat kesedihan baginya, dan berharap mampu hidup dengan tenang dimana nantinya ia berdiam diri.

Setelah kepergian Gulf, Mew pulang kerumahnya, ia duduk di taman belakang dengan memandang langit yang teramat terang. Bukankah hatinya sedang lara? lalu kenapa bintang begitu berseri bersinar di atas sana.

Tidak banyak yang ia lakukan, sedari tadi hanya diam membuat matanya sibuk memandang apa yang ada.

Puncak dari rasa lelah dan kecewa itu bukan marah atau memaki, tapi diam dan tidak peduli. Lupakan mereka yang membuat mu sakit dan sedih, tapi jangan pernah lupa akan apa yang membuat mu terjatuh hingga patah hati.

Telusuri jalan sendiri meski tanpa teman di sisinya lagi, mereka akan sama-sama melangkah tanpa terus terikat akan keputusan yang tidak diinginkan dari hati.

Hari demi hari mereka mulai terbiasa hidup tanpa satu sama lain, mulai terbiasa hidup dengan kenangan pahit, mulai terbiasa hidup dengan terus merindu. Memang sulit tapi semua harus terus berjalan.

Tak terasa sudah delapan bulan lamanya, Gulf bekerja sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit kecil, sedangkan Mew yang kini memilih untuk menjadi seorang sutradara, membuat hidupnya selalu sibuk akan hal-hal yang menurut orang menyenangkan namun tidak dirasa oleh Mew.

Mew sudah semakin jarang bertemu dengan Manager stasiun yang notabenenya adalah mantan ayah mertuanya, itu membuat Mew sedikit lega karna dengan bertemu terus menerus setidaknya ia bisa teringat akan seseorang.

Di sisi lain, Gulf yang kini hidup sendiri lebih suka menikmati penghujung hari di tepian laut, tentang seberapa cintanya ia pada laut, membuatnya selalu tenang saat mendengar deburan ombak nyaring menyapa telinganya.

Berjalan dengan santai, menikmati suasana yang terasa menyenangkan. Rambutnya tersapu angin begitupun dengan baju putih yang ia pakai, sedari tadi terus tersingkap tertiup angin laut.

Saat sore datang, adalah waktu paling tepat untuk menikmati keindahan laut tiada tara. Namun keindahan yang dilihat, membuat nya ingat akan seseorang yang dulu pernah meninggalnya tepat di depan laut.

Gulf kembali mengingat masa dimana Mew yang sempat menyerah dengan hubungannya, dan memilih untuk pergi memutuskan semua tepat di depan laut. Hati yang tadinya tenang sekarang menjadi kembali sendu di selimuti kabut hitam.

Sore yang tadinya indah kini berubah jadi beda pandangan di matanya, setelah hal lama terlintas di pikirannya. Kini riuh bergemuruh, di ufuk langit bagian utara cakrawala seakan membelalakkan mata untuk menyapa dirinya yang sedang bersedih, dengan sorot mata tajam seakan berbicara "hai aku siap menemani gundah mu"

Gulf berdiri dengan mengahadap laut, ia pandang sejauh laut terbentang. Tatapannya kembali redum, menghela nafas tanda lelah karna nyatanya ia tidak mampu melupakan barang sedikitpun memori tentang mereka berdua.

Menyeka air mata di malam hari, sudah menjadi kebiasaan bagi Gulf. Melamun saat akan tidur, itupun menjadi rutinitas baginya.

"Kau rumah yang sudah tidak bisa aku datangi lagi. berlembar lembar kisah yang kita jalani berdua, sekarang hanya tersisa jejak kaki dengan ingatan yang enggan pergi, kenangan yang tak kan ku lupakan. Kenangan baik, kenangan pahit, masing masing punya arti untukku"

TBC
.
.
.
.
.
Kembali padamu adalah ketidak mungkinan

Thalassophile S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang