sesuatu di Jogja

701 82 8
                                    

____________________
"Thank God she's alive," ucap laki-laki dewasa itu dengan wajah lega begitu pintu yang diketuknya terbuka.

"Kamu kira saya se-desprate itu?" Balas perempuan dari balik pintu kamar yang masih separuh terbuka.

Sang tuan mengangkat bahu ragu. "Who knows? You and your complicated thought. Salah sendiri pesan saya nggak dibalas," ujarnya memperhatikan penampilan si gadis dengan teliti. Mata itu nggak sebengkak yang dia bayangkan, hanya kedua belah pipi yang terlihat lebih bulat(?)

Semalam dia udah bilang kalo gadis di depannya ini nggak merespon pesannya sampai pukul tujuh pagi maka dengan atau tanpa persetujuan, dirinya akan menggedor kamar nomor 404 itu. Alhasil setelah olahraga paginya yang berakhir mendapatkan sarapan tadi, tamu tak diundang itu kembali ke kamarnya untuk bersih-bersih diri sebelum mendatangi kamar sang gadis.

"Saya tidur lagi tadi pagi jadi lupa," sahut sang puan membuka lebar pintu kamar hotel yang semalam ditempati, membiarkan laki-laki dengan dua kantong besar itu masuk. Dia sempat terbangun sekitar pukul lima, tapi rasa malas dan keinginannya bergelung seharian dibalik selimut mendominasi, jadilah dirinya kembali ke alam mimpi.

"Tidur nyenyak semalam?" Tanyanya lagi.

Gadis itu menelengkan kepala ragu. "Dunno, tapi paling nggak saya bangun dengan kondisi baik-baik aja," jawabnya diplomatis. Dia sendiri juga heran sebab ia kira akan menghabiskan malam dengan meratap.

Keduanya berjalan menuju satu-satunya meja kursi yang ada di kamar itu. Sembari sang tuan manggut-manggut ringan. "Bagus. Belum sarapan kan?" Tebaknya asal tapi jelas kebenarannya apalagi si pemilik kamar kelihatan banget baru bangun tidur.

"Belum, kayaknya mau pesen lewat layanan kamar aja, mager keluar. Mau sekalian?" Tanya sang gadis menawarkan.

Menggeleng singkat, laki-laki itu meletakkan kantong yang ia bawa di atas meja. "Nggak perlu, saya bawa bubur ayam sama gudeg," jawabnya memberitahu. Lawan bicaranya tersenyum lebar, terlihat antusias.

"Buat saya semua?" Tanyanya dengan mata berbinar menatap makanan di atas meja.

Terkekeh geli, tamu itu meletakkan bawaannya di atas meja. "Enggaklah, saya kan juga mau sarapan. You choose," pintanya menatap sang puan yang masih berdiri.

"Kangen makan gudeg, tapi bubur ayam buat sarapan tuh udah paling valid. Gimana ya? Menurut kamu saya harus makan apa?" Timbangnya dengan bimbang mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu menatap serius gudeg dan bubur ayam di depannya.

Sebenernya karena sedang di kotanya langsung jadi sarapan dengan gudeg lebih masuk akal, sebab nanti malam dia harus kembali ke ibukota dan sisa hari ini emang nggak punya rencana buat kulineran. Namun disisi lain dia nggak bisa makan banyak kalo pagi jadi selalunya bubur jadi pilihan.

"Ahahaha makan bubur aja, nanti kalo pengen gudeg ya tinggal comot punya saya. Gudeg kan porsinya gede," ujar sang tuan memberi solusi dengan menggeser kantong putih berisi kotak sterofoam.

Gadis yang menggerai asal rambut panjangnya itu melirik tamunya ragu. "Nggak apa-apa?" Tanyanya memastikan.

"Kenapa harus apa-apa?" Balas sang tuan menaikkan sebelah alisnya jahil.

"Ck!"

"Cuci muka dulu sana," pintanya masih dengan menatap wajah polos sang puan. Hal yang baru disadarinya tadi, kalo wajah yang biasanya tegas cenderung dingin mengintimidasi itu jadi kelihatan polos macam anak kecil yang menggemaskan.

"OMG! Pasti muka gue buluk banget ya?!!" Pekiknya panik hingga reflek berdiri menutupi wajah dengan kedua belah tangannya. Detik berikutnya dia baru sadar kalo masih pake celana pendek dan kaos kedodoran, outfit-nya kalo tidur.

the dearest Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang