heboh

628 96 18
                                    

Annyeong wargaa hehe 😁🙏🫶

_______________
Matahari baru mulai menunjukkan semburat jingga di langit ibukota tapi Haikal udah nangkring di rumah pacar. Mereka mau jalan tapi karena tujuannya agak jauh jadi berangkatnya agak sorean. Setelah urusan perijinan dengan orang tua Erina selesai, keduanya langsung masuk mobil.

"Madep sini Mbul," ujar Haikal begitu Erina mendudukkan tubuhnya dan menutup pintu.

"Napa?" Tanya Erina mengurungkan niatnya untuk memakai seatbelt.

Haikal melipat sebelah kakinya agar bisa menghadap Erina. "Coba tebak apa yang beda dari muka gue?" Tanyanya dengan memajukan wajah.

" . . ." Perempuan yang mengikat sebagian rambut atasnya jadi apple hair itu mengerutkan kening. Kenapa lagi nih pacarnya.

"Ayo ayo," desak Haikal sebab Erina justru diem aja.

Erina mencondongkan tubuhnya untuk meneliti setiap jengkal wajah Haikal dengan seksama dengan sebelah tangan memegang dagu sang tuan. Dibolak-balik kanan kiri tapi Erina tetep nggak menemukan. "Hnngg masih kacamata dari gue. Jambang lo juga nggak ada, rambut agak panjang dikit tapi masih oke. Moles juga masih itu-itu aja," papar Erina menyentuh lembut beberapa bintik hitam di wajah Haikal yang lagi merem dengan kedua sudut bibir yang tertarik.

"Nggak ada yang beda sih emang," sahut Haikal masih bertahan di posisi nyamannya. Jawaban yang bikin Erina membulatkan mata. Lupa kalo iseng itu udah jadi nama tengahnya Haikal.

"Lah????"

"Sengaja biar lo melototin muka gue hehe," jawab Haikal perlahan membuka mata. Pemuda itu menatap Erina dengan senyum lembut dan mata yang berpendar indah.

" . . ." Kekesalan Erina lurus seketika begitu dalam jarak sekian sentimeter dia bisa melihat pantulan wajahnya dari bola mata Haikal. Tangannya masih bertengger manis pada sisi kiri wajah sang tuan.

"Ganteng nggak?" Tanya Haikal pelan.

Gadis itu menarik ikut senyum tipis dan mengangguk kecil. Ternyata pacarnya lagi pengen dimanja. "Ganteng dong," jawabnya bangga. Erina melarikan tangannya pada rambut depan sang tuan yang udah mulai memanjang. Niatnya mau dirapikan tapi justru bikin hati Haikal berantakan.

"Kita nggak usah pergi aja apa ya?" Ucap Haikal yang berubah jadi sendu.

"Kenapa gitu?" Tanya Erina mengenakan kembali kacamata Haikal yang tadi dilepasnya.

Haikal langsung merangsek dalam pelukan dan menyembunyikan wajahnya di antara bahu dan rambut gadisnya. Erina balas memeluk tubuh hangat sang tuan tak kalah erat.

"Ya udah kita serumah aja yuk! Capek banget kangen sama lo mulu," ungkap Haikal dengan suara agak teredam. Erina terkekeh kecil masih dengan tangan menepuk-nepuk punggung dan mengusap belakang kepala Haikal perlahan.

Pelukan sama Haikal tuh rasanya pas aja gitu. Nggak yang keras berotot banget tapi juga nggak kurus kering.

Mereka bertahan beberapa detik dalam keheningan, meresapi dan mengisi paru-paru dengan aroma masing-masing. Sampai Erina berucap pelan. "Fyi bapak gue masih ada di depan pintu. Dan doi udah kelihatan curiga nih mobil nggak jalan-jalan," ujar Erina melirik ke arah luar melalui jendela di belakang Haikal. Ayahnya masih di sana dengan melipat tangan dan melihat ke arah mereka dengan gerakan kepala ke kanan-kiri.

the dearest Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang