ketidaksengajaan

621 72 10
                                    

_____________
Suasana siang menjelang sore hari di Melbourne ternyata jauh lebih manusiawi daripada Bekasi. Apalagi bulan-bulan ini adalah bulannya musim semi jadi matahari nggak bersinar terik sehingga udara cenderung berhembus dingin. Suhu rata-rata bulan ini hanya berkisar antara 9,6-19,6 °C. Namun dalam satu hari yang panas terik bisa tiba-tiba terjadi hujan disertai angin. Tapi sepertinya hari ini cukup bersahabat.

Kiandra dan Kale lagi iseng mau jalan di sekitar hotel setelah istirahat dari pagi. Mami sama Papi lagi kumpul sama tetua yang lain buat melihat kesiapan acara pemberkatan besok pagi. Sedangkan Kanina nggak mau ikut soalnya masih mager.

"Kenapa kemaren kamu keliatan menghindar dari Januar?" Tanya Kiandra membuka suara lebih dulu setelah menutup ponselnya. Dia udah menahan rasa penasaran sejak kemarin, dan ini adalah waktu yang tepat.

Kale menoleh dengan mata memicing terusik. "Masa sih? Biasa aja," jawabnya asal. Mereka sedang berjalan santai di pinggir jalan, nggak tau mau kemana sih aslinya.

Sulung itu menggeleng tipis nggak percaya. "Iya. Kamu sendiri yang cerita kalo kalian beberapa kali main basket bareng harusnya lebih akrab kan?" Sanggah Kiandra meneliti raut wajah adiknya. Kale menghembuskan napas yang kedengeran berat.

"Emang salah ya?" Tanya Kale menerawang jauh ke depan.

Kiandra menggeleng lalu merangkul adiknya mendekat. "Ini bukan tentang benar atau salah Kale. Mas cuma nanya alasan dari sikap kamu," jelas Kiandra lebih rinci. Adiknya ini kayak buku yang terbuka, kelihatan apa yang dirasakan. Tapi bukunya berbahasa Mandarin, jadi susah dimengerti.

Kale menunduk memainkan tali hoodie. "Bang Janu temen yang seru, sama kayak Bang Haikal... Tapi waktu Mbak Kanin bilang kalo mereka udah pacaran. Aku ngerasa nggak nyaman," ujar Kale memulai ceritanya.

"Kenapa gitu?" Tanya Kiandra pelan.

Remaja itu mengangkat kedua bahu ringan. "Nggak tau..." Jawabnya gamang. Kanina nggak secara langsung bilang kalo dia sama Januar udah pacaran, tapi dari yang Kale denger waktu kakaknya curhat sama Mami gitu. Sejak saat itu perasaannya jadi nggak nyaman, ada yang mengganjal.

Yang tertua mengangguk pelan, mencoba memahami. "Kamu khawatir kalo Mbak Kanin akan lebih mengutamakan pacarnya daripada kamu, adeknya?" Tebak Kiandra menelengkan kepala dari samping Kale.

"Mungkin..." Balas Kale nggak yakin.

Kiandra tersenyum lembut merangkul gemas adeknya. Tebakannya nggak meleset, Kale cuma merasa takut akan disingkirkan. "Perasaan itu wajar kok. Selama ini kamu selalu jadi yang diutamakan sama Mbak Kanin bahkan sama kita semua. Pasti butuh waktu untuk menerima. Tapi, percaya sama Mas, Mbak Kanin nggak akan lupa kalo adeknya juga butuh disayang," jelas Kiandra menenangkan. Kelihatan paling nggak akur, tapi Kale sama Kanina itu aslinya punya rasa saling sayang yang lebih besar.

"Gitu?" Kale menoleh pada kakaknya dengan ragu dan dibalas anggukan tegas.

"Iya gitu!! Kamu harus terbiasa sama ini Dek. Nantinya bukan cuma Mbak Kanin yang punya pacar, Mas Kian juga---"

Serta merta Kale memotong kalimat kakaknya. "---emang Mas punya pacar??!!" Serunya nggak santai. Ini dia baru aja mencoba menerima kenyataan kalo kakak perempuannya akan dimonopoli pacarnya, dan sekarang Kiandra bilang gitu juga?!! Kasih dia waktu buat napas dulu kan bisa!!

"Kan nantinya, nggak tau kapan," balas Kiandra tenang. Ya dia nggak tau juga kan.

"Semua aja punya pacar!!" Kale melipat kedua tangannya di depan dengan mendengus sebal.

Kiandra tertawa lebar. "Ahahaha ini juga bagian dari fase hidup yang harus kamu lewati. Menerima orang baru, melepaskan orang lama, lalu beradaptasi dengan semuanya. Begitu cara dunia bekerja," terang Kiandra dengan pelan agar Kale tau kalo dia serius. Mendengar itu, Kale terdiam dengan angan yang mencoba memahami maksud Kiandra.

the dearest Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang