"SUDAH KUBILANG PRIORITASKAN KARAKTER UTAMANYA LEBIH DULU! APA LUBANG KUPINGMU KURANG BESAR HA??!"
"Ta-tapi, ini senjatanya beneran keren lo."
"APA GUNANYA SENJATA KALAU KAU TAK PUNYA TANGAN?! APA PERLU KUPOTONG TANGANMU AGAR KAU TAHU RASANYA?"
"Oke oke, aku minta maaf."
Aku memilih mundur teratur sebelum Cecile mengeluarkan pisau silet yang selalu dia simpan di sakunya untuk mengulitiku. Buru-buru aku meminta maaf dan kabur mencari perlindungan di ruang serbaguna, otot-ototku terasa jauh lebih lelah dibanding sebelum bertemu Cecile.
"Cecile ngamuk lagi ya?" tanya Ryan segera setelah aku duduk. "Catat kata-kataku, deadline selalu membuat orang jadi gila."
"Kurasa aku juga mulai gila sekarang. Masa projek besar kayak gini deadlinenya cuma tiga bulan? Si Amir otaknya di mana sih?"
"Di belakangmu bocah!"
"ASTAGANAGAALAMAKJANG!"
Ciyus deh, kenapa sih semua orang di perusahaan ini suka tiba-tiba muncul begitu saja? Apa jangan-jangan lantai ini menyerap suara hingga langkah kaki mereka tidak terdengar? Atau jangan-jangan memang aku yang budeg?
"Ampun Boss, tolong jangan potong gajiku. Potong gajinya Ryan aja."
"Jangan oi, istriku bentar lagi melahirkan. Uang popok kan sekarang mahal."
"Udah udah, kita bahas masalah gaji nanti. Shade, kau ikut aku. Beta Tester kita akhirnya datang."
"Serius? Siapa orangnya?"
"Kalau kubilang pun kau nggak akan kenal. Just follow me. Ryan mau ikut?"
"Umm… nggak deh. Tidak seperti kalian para jomblo, aku punya istri yang membutuhkanku di rumah. So, aku pulang duluan."
Eh kampret! Semakin dekat dengan tanggal kelahiran anaknya wajah Ryan jadi semakin dan semakin sumringah. Lagipula apa maksud perkataannya itu? Aku juga punya Soni yang menungguku pulang.
Tapi aku dan Boss sama-sama mengerti, biarlah dia bahagia. Di perusahaan ini Ryan adalah satu-satunya yang sudah menikah jadi kebahagiaannya merupakan acuan bagi kami di masa depan. Kalau dia menunjukkan wajah muram dan terus memaki istrinya maka bisa-bisa aku akan takut untuk menikah.
"By the way Shade, kau punya pikiran nggak buat nikah?" tanya Boss tiba-tiba saat kami dalam perjalanan menuju ruang serbaguna tiga.
"Aku? Nikah? Belum. Aku sih sadar diri aku belum sanggup ngasih makan anak orang. Kau?"
"Aku nikah next January."
"Ohh…. Ha?!"
Seolah ada dinding pembicaraan yang harus diselesaikan sebelum lewat, kami berhenti berjalan. Aku mendongak menatap wajah Boss yang selama ini sama sekali bersih dari gosip tentang perempuan. Kok bisa dia tiba-tiba nikah?
"Perjodohan," jawabnya tanpa ditanya.
"Orangtuaku want to see cucu secepatnya dan karena aku sendiri have zero pencapaian makanya aku buat deadline tiga bulan for our project. Sooner is better, sebelum aku nikah game ini harus rilis."
"Bloody hell! Kau buat kami menderita untuk alasan macam itu?!"
"Kalian pasti naik gaji."
"Semoga pernikahanmu bahagia. Btw calon istrimu orang mana?"
"Orang Rusia. It's not like I hate her but I don't know a lot too. Makanya aku cemas, apakah pernikahanku akan baik-baik saja?"
Perjodohan, menikah dengan orang yang nyaris tidak dikenal. Aku tak mengerti perasaan semacam itu dan karenanya aku tak bisa memberi saran apa pun. Masalah orang kaya memang beda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Jiwamu
RomanceShade adalah seorang pelukis yang tengah kehilangan jati dirinya. Dia ingin melukis sesuatu, tetapi tak ada apa pun yang cukup indah untuk membuatnya bersemangat. Sampai suatu hari, dia melihat tetangganya yang hendak melompat dari lantai empat. Di...