Penakut

6 4 0
                                    

Belum pernah aku melihatnya semurung itu. Kemarin dia kembali dengan keadaan yang amat kacau dan saat aku menanyakan apa yang terjadi dia tidak mau mengatakan apa-apa. Sikapnya seperti seseorang yang baru saja melihat sebuah teror yang menyebabkan tubuhnya gemetar dan matanya kosong.

Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

Apa pun yang telah terjadi itu membawa efek yang buruk. Dia menolak makan dan juga mengigau saat tidur. Dia terus mengulang-ulang satu kata yang berbunyi seperti 'Liyan.' Siapa Liyan? Pacarnya? Apa jangan-jangan dia baru putus dengan perempuan itu?

Anehnya, pemikiran itu membuatku merasa kesepian.

Pagi ini aku memaksanya untuk makan sedikit. Aku sudah memasakkan sayur dan ayam cincang kesukaannya, tapi dia hanya mengunyah satu suapan sebelum meletakkan sendoknya, ekspresinya seperti mau muntah.

"Aku… mau tidur lagi," bisiknya pelan lalu menyembunyikan diri di balik selimut. Aku tahu dia tidak benar-benar tidur tapi aku merasa lebih baik untuk membiarkannya sendiri.

Lalu, apa yang harus kulakukan dengan sisa makanan ini?

Dan kemudian suara ketukan terdengar dari arah pintu. Shade tak menunjukkan tanda untuk menyambut tamu jadi aku pun memilih mengabaikan ketukan tersebut, tetapi sesaat kemudian suara kunci yang diputar memasuki telinga ini dan pintu pun terbuka memperlihatkan kakak Shade di sana.

"Oh, hai Soni. Apa adikku a—ohh!" Dia menatap Shade yang tengah bergulung di balik selimutnya dan ekspresinya tampak prihatin. "Aku tahu kau cuma pura-pura tidur, tapi tak apa, tenangkan dirimu dulu."

Apa maksudnya itu? Terlebih lagi, kenapa dia malah mendatangiku? Aku merasa kakak Shade yang bahkan belum kutahu namanya ini adalah orang dengan tingkat kecocokan yang rendah denganku. Aku yakin dia tidak menyukaiku.

"Apa kau memasak ini?" tanyanya ramah, senyumnya lembut tapi tetap sedikit seram. "Sayur dan ayam cincang, favorti Shade. Boleh kumakan?"

"Oh ya, silahkan."

Dia menarik piring yang harusnya menjadi sarapan Shade dan mengunyah pelan-pelan. Dari ekspresinya aku tahu dia terkejut.

"Wow, kau pandai mengolah bumbu. Boleh kuminta resepmu?"

"Eh? Y-ya, tentu saja."

"Tak perlu gugup, aku tak akan memakanmu atau menyuruhmu pergi. Begini-begini aku juga ibu rumah tangga jadi aku ingin memberikan yang terenak bagi suamiku."

"Kakak sudah menikah?!"

"Iya. Baru beberapa bulan sih."

Ohh! itu kejutan. Shade tidak pernah cerita tentang itu dan setelah kuingat-ingat dia nyaris tak pernah cerita tentang keluarganya. Apa hubungan mereka buruk? Atau karna dia merasa tak perlu memberitahuku?

"Ngomong-ngomong…." Ucap kakak Shade lagi, "belum ada orang yang datang ke tempat ini kan?"

"Selain Kakak tak ada siapa pun yang datang."

"Oh, tak perlu panggil kakak. Aku ingin akrab denganmu Soni, jadi panggil saja aku dengan namaku."

"Err, baiklah.... Nama Kakak siapa ya?"

Detik-detik keheningan yang terjadi kemudian terasa amat menyiksa. Matanya menatap tajam seolah mencoba untuk mengulitiku. Apa aku sudah menanyakan hal yang salah? Tapi dia memang belum memperkenalkan dirinya, masa aku yang salah? Aku kan bukan pembaca pikiran.

"Iya juga ya, kita belum kenalan. Tehe~"

Tehe? Aku tak tahu apa itu tapi atmosfirnya bagus. Mungkin dia tidaklah seseram yang aku kira.

Memeluk JiwamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang