Keisengan kecilku untuk pulang ke rumah harus dibayar mahal dengan sebuah keterlambatan. Cecile, yang mungkin sedang PMS, menyanderaku begitu lama dan menguliahku dengan pidato paling panjang dan membosankan yang pernah kudengar. Jika saja aku tidak mengenalnya maka aku akan berpikir bahwa dia adalah seorang dosen atau filsuf yang yang sedang magang di perusahaan game. Yah, perusahaan startup memang mirip dengan sekolah jadi anggapan itu tidak sepenuhnya salah.
"Kesimpulannya, gajimu akan dipotong."
Aku yang sedari tadi mengkhayal sukses kembali ke kenyataan dengan kalimat singkat itu.
"Oh ayolah, aku cuma terlambat… yeah, terlambat 95 menit. Tapi aku lembur semalaman lo! Masa nggak ada pengecualian?"
"Maaf Shade tapi aturan adalah aturan. Kalau kau lembur lebih bagus kalau kau nginap aja, kenapa kau malah pulang?"
Meski aku tak bisa bilang kenapa tapi aku tetap merasa marah. Terkutuklah kemacetan yang membuatku terlambat, terkutuklah perusahaan ini, terkutuklah Cecile. Ahh, yang terakhir itu tidak benar, Cecile hanya melakukan tugas untuk menjaga segala sesuatunya tetap tertib, semoga saja begitu.
"By the way, belakangan ini kau sedikit… berubah," ucap Cecile kemudian, nada suaranya kembali ke mode akrab yang menandakan ini pembicaraan antar individu.
"Maksudnya berubah jadi ultraman begitu?"
"Bukan lo. Maksudku, kau tampak lebih cerah, lebih sehat. Kayaknya kau jadi lebih sering sarapan, bajumu juga jadi harum…. Jangan-jangan kau udah punya istri ya?"
"Dari mana kau bisa menyimpulkan begitu?" tanyaku pura-pura kaget, padahal di dalam hatiku menjerit panik.
"Kau itu kan paling malas makan sayur tapi kulitmu jadi lebih segar sebulan ini. Kau itu juga nggak pernah peduli sama penampilan tapi bajumu aromanya wangi, baju dari laundry nggak gitu baunya. Sekarang karena kau tinggal sendiri ya alasannya pasti itu, antara istri atau pacar."
Aku lupa kalau matanya memang setajam itu. Dulu saat kami pacaran aku benar-benar tak bisa bohong padanya dan sensasi dari masa-masa itu masih terasa hingga sekarang. Rasanya sungguh tak nyaman, seperti tengah diamati selama 24 jam.
"Aku tak punya pacar, apalagi istri."
"Meragukan," balas Cecile cepat, "aku tahu kau itu orang macam apa Shade. Kau bukan orang yang suka cari perhatian tapi kau bisa memberi perhatian yang luar biasa. Sebagai mantan pacarmu, aku menjamin itu."
"Ohh… kau membuatku malu."
Apa jangan-jangan dia coba pdkt denganku? Cinta lama bersemi kembali memang bukan cerita yang langka tapi hubungan cinta di tempat kerja bukanlah sesuatu yang profesional, itu tak cocok dengan sifat Cecile. Selain itu, aku tak lagi merasakan apa-apa terhadapnya.
"Ehem ehem! Pagi-pagi udah mesra aja. Malam minggu masih lama oi."
Suara provokasi itu berasal dari Ryan yang dengan santainya memasuki pintu masuk kantor tanpa mendapat teguran karena terlambat. Aku melemparkan tatapan mematikan dengan harapan agar bibirnya berubah menjadi resleting, tetapi senyum Ryan malah semakin melebar.
"Ryan, sudah aku bilang kalau tidak ada urusan kau tidak perlu datang," tegur Cecile dengan nada profesionalnya dan sudut bibir Ryan turun sedikit.
"Tapi hari ini aku benar-benar ada perlu. Katanya beta tester baru kalian ada masalah sama desain kartuku… siapa namanya? Vicky ya?"
"Yep, Vicky," jawabku tak senang. "Aku juga ada urusan sama dia, yuk bareng. Aku duluan dulu ya, Cecile."
"Oke. Bilang sama si Viktor biar dia mandi. Aku nggak tahan dekat-dekat dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Jiwamu
RomanceShade adalah seorang pelukis yang tengah kehilangan jati dirinya. Dia ingin melukis sesuatu, tetapi tak ada apa pun yang cukup indah untuk membuatnya bersemangat. Sampai suatu hari, dia melihat tetangganya yang hendak melompat dari lantai empat. Di...