Aku baru bisa bernafas lega saat sudah menginjakkan kaki di lobi kantor. Jam dinding menunjukkan masih ada beberapa detik lagi sebelum jam delapan pagi yang artinya aku berhasil lolos dari status terlambat. Di meja resepsionis berdiri Luna yang mengangguk padaku seolah meyakinkan bahwa aku memang tidak terlambat. Syukurlah.
Ada satu hal yang membuat kami semua sangat takut untuk terlambat dan suara orang yang tengah berteriak dari balik koridor adalah alasan dari ketakutan itu.
"AKU NGGAK PEDULI APA ALASANMU ATAU BERAPA BANYAK JERAWATMU YANG KEMPES! YANG PENTING KAU KIRIMKAN DOKUMEN ITU ATAU AKAN KUBUAT KAU MENYESALI HARI DIMANA AYAHMU MENIDURI IBUMU!"
Ya Tuhan. Meski tak mendengarnya selama seminggu tapi tubuhku benar-benar mengingat ketakutan yang sudah tertanam dalam-dalam pada setiap organku. Lebih baik aku cepat pergi sebelum pemilik suara itu menyadari keberadaanku.
"SHADE!"
Kampret.
Suara yang tercipta akibat ketukan high heels 7 senti dengan lantai itu perlahan mendekat ke arahku. Aku mencoba untuk menurunkan pandangan ke high heels nya agar tak perlu menatapnya secara langsung, tapi saat dia sudah berdiri tepat dihadapanku aku pun menyadari tak ada ruang untuk menghindar.
"Selamat pagi Cecile."
Aku mencoba menyapanya seramah mungkin, tapi ekspresi seram Cecile tak luntur sedikitpun. Dia melirik kearah jam dinding lalu bertanya secara non-verbal pada Luna yang menjawab dengan gelengan. Akhirnya Cecile pun melunakkan ekspresinya dan menepuk pundakku pelan.
"Aku turut berduka cita untuk ibumu. Tak perlu memaksakan diri untuk hari ini, schedule kita sedang longgar."
Schedule kita sedang longgar, petik dua. Itu artinya hari ini akan menjadi satu-satunya kesempatanku untuk bersantai sebelum kembali menuju medan perang yang berisi lembur dan revisi. Terkadang aku bertanya mengapa aku bisa berakhir di peperangan ini, tapi meskipun aku bertanya tak akan ada yang berubah.
"Thanks Cecile tapi aku akan menyicil kerjaku. Apa ada tugas yang mendesak?"
Dan dengan cepat seolah sudah dihafalkan Cecile mulai berbicara dengan nada monoton layaknya komputer yang menyajikan data.
"Bagian pemrograman menyuruhmu segera melapor karena ada beberapa bug pada desainmu. Boss memintamu menghadap karena dia ingin memberi tugas baru. Ryan bilang dia punya beberapa masalah dengan warna pilihanmu dan yang terakhir kau belum menyetorkan surat permintaan maaf karena tiba-tiba menghilang minggu lalu, tapi itu cuma formalitas jadi lakukan saja belakangan. Apa kau akan mencatat itu atau perlu aku ulangi?"
"Nggak perlu. Bagian pemrograman, Boss, Ryan, terima kasih untuk tugasnya."
"Dan surat minta maaf," tegurnya mengingatkan hal yang sengaja ingin kulupakan, "kalau kau menganggap itu enteng akan kupastikan bonus tahun barumu masuk ke anggaran makanan kucing."
"…."
Dari semua makhluk hidup yang berjalan di dunia ini Cecile mungkin adalah yang paling cantik di antara yang paling kejam. Jika saja dia mau menutup mulutnya selama 24 jam saja maka aku yakin Sultan Abu Dhabi pun akan jatuh cinta padanya, tapi kenyataannya dia punya lidah berbisa yang mana salah satu efek dari racun lidahnya adalah memaksa seseorang untuk bekerja sampai mati.
Cecile adalah seorang General Affair di perusahaan tempatku bekerja. Meski disebut perusahaan sebenarnya ini hanyalah sebuah perusahaan startup yang masih berjuang mempertahankan keberadaannya. Pekerjanya masih bisa dihitung dengan jari dan kebanyakan pekerja masih benar-benar muda karena boss kami yakni si pemilik perusahaan adalah seorang pria berumur 26 tahun yang dulu menjadi seniorku di kampus.
Dia memilih memulai usahanya sendiri kira-kira setengah tahun yang lalu dan karenanya orang-orang yang dia minta untuk mengisi jabatan adalah kami yang satu circle dengannya di kampus, itulah sebabnya perusahaan ini dipenuhi oleh fresh graduate.
Cecile sendiri hanya satu tahun lebih tua dariku. Dia adalah mahasiswa yang cemerlang, tapi dipecat dari tempat kerjanya karena tanpa sengaja membuat rekan kerjanya menangis. Alasan itulah yang membuatnya terdampar disini. Aku sering bertanya-tanya kapan dia akan dipecat karena alasan yang serupa tapi semakin hari harapan itu semakin padam. Meski kenyataannya pahit ditelan, lidah tajamnya lah yang membuat perusahaan ini bisa berjalan di jalan yang benar.
Dan apa yang sebenarnya perusahaan ini lakukan? Aku sendiri ingin tahu jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Jiwamu
RomanceShade adalah seorang pelukis yang tengah kehilangan jati dirinya. Dia ingin melukis sesuatu, tetapi tak ada apa pun yang cukup indah untuk membuatnya bersemangat. Sampai suatu hari, dia melihat tetangganya yang hendak melompat dari lantai empat. Di...