✨Menjauh✨

43 38 3
                                    

Ingin menjauh bukan karena untuk memutus tali silaturahmi. Namun, untuk bisa memudarkan rasa cinta ini.
~Nanda Aprilia Sehana~

Nanda memandang wajah Ardian yang berlinang air mata. Ini salah Nanda! Gara-gara doa yang tak mampu Nanda bendung dan menyimpannya seorang diri. Papanya telah mendengar semua penjelasan yang Gio lontarkan kepada Ardian. Rasa itu muncul begitu saja. Diri nya pun rapuh dan tak tahu harus menyikapinya bagaimana.

"Pa. Nanda janji, Nanda akan menjauhi Marcel," ucap Nanda bersungguh-sungguh. Tapi, setelah mengucap itu ada rasa tak rela yang kian menyayat hati.

Kenapa air mata ini tak bisa berhenti menetes? Kenapa gue lemah bila menyangkut soal perasaan? Ini pertama kalinya Namda merasakan bagaimana mencintai seorang lawan jenis. Dan, inilah yang harus diri ini tempuh. Menjauh dari dia yang bahkan belum sempat Nanda gapai.

Mengapa ada rasa cinta, bila pada dasarnya tak saling memiliki? Mengapa rasa ini muncul, bila rasa yang diri ini miliki salah?

Sakit rasanya bila harus memilih antara gelora cinta dan ketaatan terhadap perintah Allah SWT. Sebagai hamba, patutlah untuk terus mengikuti perintah-Nya dan menjauhi segala larangan yang ada. Oleh karena itu, menjauhi Marcel adalah pilihan yang sangat tepat.

"Nanda yang sabar. Allah sayang pada hamba yang sabar." Ardian mengusap air mata ini dengan sayang.

Nanda pun juga mengusap air mata papanya. Air mata yang sangat berharga. Tak seharusnya papa nya menitikkan air mata, karena mendengar doa ini.

"Ayo Nan berangkat," Ajak Gio kepada Nanda.

Mereka pun saling pamit kepada Ardian dan Aisyah? Hanya Gio lah yang berpamitan kepada sosok nenek lampir bagi Nanda.

Selah sampanya di sekolah Nanda menatap lesu ke sekeliling ruang kelas. Suasananya sangat gaduh. Ada yang bermain game, ada yang sedang melakukan konser dadakan, ada pula yang sedang melakukan siaran langsung untuk channel youtube mereka.

Rasanya ingin sekali berteriak agar para manusia di dalam ruangan ini menghentikan kebisingan dari mereka.

"Nan ...,"

Suara itu pasti milik Marcel. Nanda menoleh sebentar sebelum kembali menatap lurus. Dia pun mendekat dan langsung berdiri di depan Nanda. Spontan, Nanda Pun melangkah pergi menjauhi Marcel.

"Nan, mau kemana?" tanya Marcel sembari mengikuti langkah Nanda.

"Bukan urusan lo!" Ujar Nanda dengan dingin.

Kenapa sakit, bila harus bersikap seperti itu pada Marcel? Seharusnya gue senang, karena bisa membuat Marcel merasa tak nyaman dengan nada bicara yang terkesan dingin.

"Lo kenapa? elo marah sama gue?"

"Pergi, Cel! Pergi! Jangan ganggu Nanda lagi!"

Nanda menghentikan langkahnya. Air mata sudah berlomba-lomba membasahi pipinya. Nanda mengusap air mata sialan yang selalu saja hadir tanpa diminta ini.

"Apa gue ganggu lo Nan? ?" tanya Marcelyang terdengar tak bersemangat.

"Iya, lo ganggu gue!" Nanda menjawab dengan tajam. Walau tak setajam silet, tapi ia yakin akan melukai perasaan Marcel.

"Lo selalu merasa terganggu dengan kehadiran gue?" tanya Marcel lagi yang sontak membuat Nanda sakit. Bukan di raga, melainkan di jiwa.

"Iya. lo peganggu! Pergilah mulai sekarang jauhin gue!"

Nanda langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan. Terisak pilu dan meresapi rasa sakit ini.

Maafkan gue, Cel! Ini demi kebaikan bersama. Jujur saja, dalam lubuk hati Nandaa yang paling dalam, akan selalu tersimpan nama Marcel.

"Baiklah, jika itu kemauan lo, gue akan pergi menjauh dari lo."

Setelah mengucapkan kata itu, Marcel langsung berlalu dari hadapan Nanda , tanpa menoleh lagi. Sakit sekali rasanya terjebak dalam situasi seperti ini. Nanda langsung bersimpuh di lantai. Memandang Marcel yang kian menjauh. Setiap langkahnya menciptakan rasa sakit dalam jiwa ini. Langkah yang telah pergi meninggalkan ribuan kenangan walau kita menjalaninya dengan waktu yang sangat singkat.

"Nanda, lo kenapa?" tanya kayla yang langsung menyodorkan tangan nya.

"Gue ga apa-apa. Terima kasih Kay ," ucap Nanda sebelum berlari meninggalkan Kayla sendirian.

Tujuannya saat ini yaitu pergi ke taman belakang sekolah. Ingin menangis sepuasnya, tanpa ada gangguan. Nanda berjalan sembari menundukkan kepala. Tak ingin orang lain melihat keadaannyq yang begitu kacau, karena air mata. kaget bukan main saat tidak sengaja menabrak punggung seseorang.

"Kalo jalan pakai mata!" bentak Nanda, kepada orang yang di tabrak.

"Eh sorry, lo adek nya Gio kan?"

"Bukan urusan lo."

"Cih cantik- cantik kok judes." batin Bara.

Sesampainya di taman, Nanda langsung duduk di kursi yang memang sudah tersedia di sana. Ia menangis pilu. Sambil menatap kosong hamparan bungan mawar yang luasnya tak seberapa. Sebagian besar, mawar itu layu. Layu, seperti hatinya saat ini. Ya Allah. Mengapa sesakit ini? Sakit, tapi tak berdarah. Astaghfirullah.

•••
C

inta sejati bukan berarti tidak harus bersatu, terkadang cinta sejati itu terpisah, tapi tidak ada yang berubah ^⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠^

we are different {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang