Pacar

31 4 0
                                    

Mohon bantuan LIKE nya yaa...!

Happy reading
.
.
.
***

Dua hari setelah jawaban dari Alea, Aiden mengunjungi kafe Alea. Seperti biasa Ninis selalu menyambutnya dengan ramah

"Pesanan seperti biasa pak?"

"Kenapa sekarang kau memanggilku pak? Padahal tadinya tidak." Ucap Aiden.

"Maaf pak, sejak saya tau Anda pemilik AI, sepertinya tidak enak saja."

"Hah.... Kau sama saja dengan yang lain. Itulah kenapa aku lebih suka tidak dikenal." Keluh Aiden dan Ninis hanya tersenyum

"Oya, Alea belum datang ya?"

"Panjang umur, itu dia mbak Alea."

"Halo.." sapa Aiden.

"Ngapain kau kemari pagi-pagi." Ketus Alea.

"Sarapan lah." Jelas Aiden

Ninis hanya tersenyum heran melihat Alea yang nampak sinis pada Aiden, padahal awalnya Alea nampak sopan sekali di depan Aiden

"Memangnya tidak ada yang memasak sarapan untukmu, kau kan bos." Ketus Alea lagi

"Aku tidak mau bedebat, lebih baik kau menemaniku sarapan." Pinta Aiden.

"Idih..memaksa."

Aiden pun duduk dan Alea masuk meletakkan tasnya, sementara Ninis kepo dengan sikap Alea dan Aiden

"Mbak Alea kenapa? Sekarang kok jutek sama pak Aiden, dan terlihat seolah sudah lama saling mengenal." Selidik Ninis.

"Nanti aku ceritakan, sekarang siapkan saja pesanannya, biar aku yang mengantar."

"Baik mbak." Balas Ninis sambil menginfokan pihak dapur.
.
.
.

"Nih sarapannya, buruan makan, aku harus kembali bekerja." Keluh Alea.

"Bisakah lebih ramah sedikit. Aku iri loh dengan pengunjung lain yang kau sapa ramah." Gumam Aiden.

"Terserah.." balas Alea

"Mm.. nasi gorengnya enak sekali. Oya mana kopi buatanmu?" Pinta Aiden.

"Hh... Kau ini benar-benar ya.." keluh Alea bergegas masuk membuatkan kopi untuk Aiden sementara Aiden justru tersenyum puas.
.
.

"Oke aku kembali ke kantor dulu. Bye Ninis, sampai jumpa besok ya?" Sapa Aiden.

"Iya Pak, hati-hati di jalan Pak." Balas Ninis.

Alea menjelaskan semuanya pada Ninis dan meminta Ninis merahasiakannya.

"Apa... Jadi begitu? Hah.. rumit sekali sih mbak. Tapi ada baiknya juga mbak, siapa tau nanti mbak Alea dan Pak Aiden bisa saling jatuh cinta beneran, wah... Aku akan sangat senang dan 100% mendukung." Ucap Ninis dengan semangat

"Hmm begitu ya... tampan sih, tapi aku sudah terlanjur kesal dengannya. Sudah-sudah, berhenti membahasnya, lebih baik kita kembali kerja." Gerutu Alea.

"Yee kesalnya mb Alea kan karena kontrak, awalnya Mbak Alea juga tertarik pada pak Aiden." Goda Ninis lagi Namun Alea tidak mempedulikannya.
.
.

Pertemuan-pertemuan Aiden Alea pun berlanjut. Hampir setiap hari Aiden sarapan di kafe Alea. Hingga suatu sore di rumah Alea, Aiden telah sampai dan memparkirkan mobilnya.

Setelah berbincang lama dengan Ibu Alea, Alea pun keluar dengan membawa 2 cangkir teh panas kemudian ia letakkan di meja.

"Kalian mengobrolah, Ibu tinggal masuk ya." Ucap Ibu Alea.

"Minumlah..." ucap Alea yang kemudian berjalan menuju ayunan di halaman rumahnya dan duduk di ayunan tersebut

Aiden menyeruput teh panasnya kemudian menghampiri Alea

"Ayunannya awet juga yaa." Tanya Aiden basa-basi dan Alea menatap Aiden penasaran

"Memangnya kau tau?" selidik Alea

"Apa kau lupa? Dulu aku sering ikut ayah kemari. Dan pertama kali kemari aku melihat seorang balita sedang bermain sendirian di halaman ini, aku bahkan mencoba ayunanmu." Jelas Aiden dan Alea mengernyitkan dahinya dna menyahut

"Apa itu aku?"

"Ah.. tentu saja kau tidak ingat karena saat itu kau masih sangat kecil, mungkin 3 tahun atau bahkan 2tahun, aku juga sudah lupa. Karena sejak sejak ayahmu meninggal, aku dan ayah sudah jarang berkunjung kemari." Jelas Aiden dan Alea sedikit tersenyum dan menyahut

"Benarkah... selama itu kita pernah bertemu ya..." ucap Alea

"Oya ngomong-ngomong masalah pernikahan, kau ingin bulan madu kemana?" Tanya Aiden

"Apa..? Bulan madu? Kenapa harus bulan madu, kita kan tidak benar-benar menikah?" Keluh Alea

"Sstt... pelankan suaramu, bisa gawat jika ibumu mendengar." Balas Aiden sambil membungkam mulut Alea dengan tangannya.

"Ah.. kau ini apaan sih.. lagi pula tidak harus bulan madu tidak masalah kan." Jelas Alea dengan menghalau tangan Aiden sambil berbisik.

"Hh... kau tau kan siapa aku, nantinya saat berita pernikahan kita tersebar dan terliput, otomatis akan ada pembuat berita yang ingin mengorek kehidupan kita setelah menikah. Dan kita harus benar-benar mewujudkan pernikahan yang normal." Jelas Aiden

"Hhh... lalu apalagi yang harus kulakukan? Kau ini benar-benar ya... dasar egois." Keluh Alea.

"Kau hanya ikuti saja alurnya." Ucap Aiden dengan tersenyum senang dan Alea menatap Aiden kesal.

"Tapi tenang saja, aku tau batasanku, aku sama sekali tidak akan berbuat yang merugikanmu. Bukannya kita juga bisa healing dengan berlibur?" Bujuk Aiden.

"Terserah... sekarang lebih baik kau pulang saja, sudah larut, aku ingin tidur." Gerutu Alea.

"Baiklah, jangan lupa sarapanku di kafe besok. Aku pulang dulu pacar." Pamit Aiden

"Hh... bukannya sudah jadi kebiasanmu. Ya sudah pulang sana. Dan jangan lagi panggil aku pacar." Ketus Alea sambil mendorong tubuh Aiden menuju mobil.

"Baiklah calon istri." Godan Aiden membuat Alea semakin kesal.
.
.
.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, rencana pernikahan keduanya pun telah dibahas dan disepakati oleh keluarga mereka. Aiden dan Alea mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan.

Aiden benar-benar menyiapkan pernikahannya dengan sempurnya, mulai dari undangan, tempat, gaun dan sebagainya. Meski private yang hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat saja, namun nantinya Aiden tidak ingin mengurangi kesakralan maupun kemeriahan pernikahannya
.
.
.

Next

Aiden & AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang