Fine, biar Mile luruskan dulu. Perasaan sebelum tumbang Apo baik-baik saja, tapi kenapa ada suara tangisan? Mile pun bangun pukul 3 pagi karenanya. Dia turun dari ranjang untuk mencari sang istri. Kepala celingak-celinguk dengan muka tolol, dan ternyata Apo meringkuk di karpet bulu. Si manis telungkup dengan bokong yang merendah. Dia lebih mirip kura-kura tidur daripada kucing kecil.
Mile lihat di pelukan Apo ada ponsel. Si manis sepertinya menangisi sesuatu. Begitu dicek isinya chat dengan mama mertua.[Mommy Nee: Sayang, kemarin Lulu dan adiknya datang kemari. Niatnya sih mau Mom ajari cara merajut tugas sekolah. Tapi si adik ini melihat kucingmu. Yang baru diadopsi itu lho. Si hitam. Nah, mereka main bareng lah akhirnya. Si adik suka. Makanya kucing itu kepingin dibawa pulang]
[Mommy Nee: Maaf ya, Sayang. Si kucing sudah Mom berikan tanpa bilang. Habisnya dia kecil sekali 😢 Sempat sakit, pula. Terus kau dan Mile meninggalkannya bulan madu lama. Nah, kemarin dia semangat karena diajak main si adik. Mom pikir, ya sudah. Daripada mati, mending mau makan lahap, kan? Kau tidak apa-apa jika mengadopsi yang baru?]
Apo tak membalas pesan itu. Dari bekasnya si manis kemungkinan bangun pipis, tampak dari celana piamanya yang basah. Dia pasti mengecek ponsel sebentar, tapi malah mendapat kabar seperti ini.
"Hiks," isak Apo tak henti-henti.
Mile meraih rambut Apo, menyelanya. Dia berjongkok seperti memungut permen dari atas lantai. "Apo, Baby Kitt," panggilnya dengan suara serak. "Ayo bangun. Jangan di karpet ah. Kotor. Sandalnya dimana? Tidak dipakai?"
"Phi Mile, Chocho-ku," kata Apo. Dia bangkit dan merangkak pelan. Lalu memeluk Mile sekuat tenaga. Apo belum pernah bilang sudah menamai si kitten, tapi kalau pilihan sendiri pastinya suka. Mile mendekap Apo di dadanya, ditepuk-tepuknya selembut mungkin hingga si manis tenang.
"Sssh, shh, sudah. Ayo tidur lagi. Doakan si Chocho hidup dengan baik. Kan kalau meninggal malah tidak bisa kau temui. Kapan-kapan main ke rumah Lulu untuk menjenguknya. Lagian Lulu baik kok. Setahuku Mario juga suka kucing. Pasti mereka merawatnya dengan serius."
"Iya, Phi. Tapi itu Chocho-ku."
"Hmmh."
"Chocho itu punyaku."
Kelamaan, Mile pun mengangkat Apo ke gendongan. Dia tidak suka berdebat di sini karena tempatnya lantai. Sandal Apo pun berjatuhan karena kakinya mengayun. Remaja itu diemong dan ditepuki bokongnya. Jujur, Mile lebih mendukung tindakan Nee karena Chocho terlanjur bonding dengan adiknya Lulu. Namanya kucing, Chocho takkan suka bertemu majikan (yang masih dianggap asing). Apo pasti belum paham yang seperti ini, tapi sebagai suami Mile tidak mau mengadili. Dia diam hingga Apo mulai tenang. Lalu mendudukkannya di ambal balkon.
"Ah! Oh! Phi, nanti jatuh--"
"Tidak akan, aku memegangmu."
Mile melingkarkan lengannya lebih erat ke tubuh Apo. Pinggang dan punggung kecil dia rengkuh. Si manis masih sesenggukan hingga dia air matanya mengering. Angin pagi menerpa mereka sejuk, hawanya dingin, tetapi rasanya segar dan sehat. Hmm, mood swing. Mile akan terus menghadapi hal seperti ini kedepannya, dia tidak tahu kapan Apo bisa mendewasa. Sebab sang istri betul-betul kekanakan. Lihatlah wajah bengkak merah itu. Apo sudah menangis entah berapa lama.
"Memangnya kau tidak capek?" tanya Mile. "Tadi malam tidur jam berapa?"
"Jam 11?" Apo mengucek matanya.
"Baru 4 jam dong sekarang."
"Iya."
Mile mendekat ingin mencium, lupakan topik Choco dan mari buat si manis melupakannya. Bibir merah lembut itu dikecupnya, walaupun sedikit asin. Sayang Apo tampak tidak mood. Remaja itu makin cemberut, hidungnya nyengir-nyengir, tapi bisa didapatkan. Apo mengeluarkan lidah kecilnya kala digulat. Rambut berkeringat miliknya disibak Mile dan rasanya sejuk diterpa angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐂𝐇𝐀𝐈𝐍 𝐎𝐅 𝐋𝐎𝐍𝐆𝐋𝐀𝐒𝐓 𝐋𝐎𝐕𝐄 ✅
FanfictionMile merasa hampa dalam menjalani kehidupan, hingga menemukan sosok manis yang mirip dengan pemilik hatinya di masa lalu. Mereka bertemu tanpa sengaja di sekitar Kota Bangkok. Jalinan kisah baru pun dimulai dengan cinta tumbuh seperti bunga bermeka...