Menebar garam di atas luka. Saban hari sudah terlihat jelas siapa salah siapa benar. Nyatanya tetap sama dalam penglihatanku.Berharap sebuah paham, menanti sebuah tanya apakah dan berkhayal tentang istilahnya cemara.
Sebetulnya, aku tidak perduli sama sekali. Hidupku juga lebih dramatis, andai kau tahu. Telingaku menolak, pikiranku meracau, batinku tergores, tangisku bak hujan.
Sudahlah, mari hidup dengan masing-masing panggung kita.
Tapi jangan lupa dengan tanggung jawabmu.
Hidupku sudah apes sejak dulu, jangan tambahi lagi. Tak usah menaruh garam, sudah berlebihan sampai terasa asin menguliti ujung lidah.
Kau yang memulai perkara, harusnya sadar siapa korban siapa dalang.
Musti kah lagi aku ikut dalam dramamu?
Tega betul!

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Coretan
PuisiBukan sebuah kalimat indah yang membuatmu kan terkagum-kagum. Seperti judul, puisi-puisi ini hanya sebuah coretan dari hati yang sering berubah musim.