Marvin menghela napasnya kasar, kemacetan ini membuatnya semakin tidak sabar untuk bisa segera sampai ke rumah sakit dan menemui putrinya Winter yang dikabarkan masih demam.
Tentu saja perasaannya tidak tenang dan gelisah, bahkan sepanjang hari ketika dirinya bertugas pun pikirannya melayang pada sang putri kecilnya yang sedang dalam keadaan tidak baik.
Kemudian ia menjalankan mobilnya sedikit lebih cepat setelah kemacetan ini mulai berkurang, menembus jalan ditengah dinginnya tengah malam.
"Yasmine? Aku sudah sampai"Ujar Marvin pada panggilan teleponnya bersama sang sepupu.
"Masuklah. Aku juga berada di ruangan Winter"
"Oke."
Marvin turun dari mobilnya setelah selesai diparkir. Langkah kaki lebarnya bergerak sedikit terburu-buru, setelah selesai bertugas ia memang langsung menuju rumah sakit. Meskipun sangat lelah, Marvin tidak peduli karena ia ingin sekali bertemu dengan Winter.
Ia menekan tombol lift menuju lantai enam. Sembari menunggu, Marvin memejamkan kedua matanya yang lelah. Hingga suara bunyi pintu lift terbuka membuatnya Kembali tersadar.
Namun setelah pintu lift terbuka, tubuh Marvin seketika membeku. Tatapannya tertuju pada sosok di depannya yang juga sama terkejut.
Keduanya terdiam, dan pada saat Marvin berjalan keluar hanya untuk memberi sapa pada sosok tersebut, sosok itu berjalan kedalam lift dengan terburu-buru dan menekan tombol lift secara acak agar tidak terlalu lama berhadapan dengan Marvin.
Pertemuan tidak terduga itu sungguh membuat Marvin termenung.
Rasa bersalah yang semula hilang itu, kini naik ke permukaan hatinya hingga ia merasa sesak.
Raut kecewa, tangisan pilu, dan tatapan benci itu kembali memenuhi isi kepala Marvin.
Ia baru saja bertemu dengan mantan kekasihnya.
Mantan kekasih yang ia sakiti hatinya dengan begitu hebat.
---
"Kau mau kemana?"
"Ke kafetaria. Aku akan pulang besok subuh, dan akan kembali lagi siang."
"Maaf membuatmu tertahan disini, Rina."
Arinna tersenyum melihat raut wajah sedih Yasmine yang terduduk dipinggir ranjang yang Winter tiduri. Ia mengusap bahu sang sahabat guna memberikan rasa tenang.
"Tidak masalah, Yasmine. Aku tidak akan membiarkan mu sendirian disini, kalau begitu aku keluar dulu"Pamit Arinna, ia pun berjalan keluar dari ruang rawat Winter.
Suasana disini sangat hening dan dingin. Arinna merapatkan jas dokter yang ia pakai, langkah kakinya terus bergerak menuju lift yang sebentar lagi akan ia tumpangi untuk menuju kantin yang berada di lantai satu.
Lantai enam tidak terlalu jauh.
Langkahnya langsung terdiam kaku saat pintu lift terbuka dan menampilkan sosok semampai yang ada berada didalamnya.
Lelaki itu, mengenakan seragam kepolisian.
Jantungnya terasa diremas, sakit.
Kepalanya terasa berat, ia merasa kedua matanya memanas. Dengan segera, Arinna menerobos masuk mengabaikan suara tertahan sang lelaki yang mencoba untuk menyapa.
Tidak.
Lelaki itu tidak boleh bertemu lagi dengannya, Arinna tidak sudi untuk bertemu bahkan merasakan kehadiran lelaki itu disampingnya.
Karena bagi Arinna, sosok Marvin sudah ia anggap hilang dari kehidupannya.
TBC.
Nah.
Loh.Hah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Mommy || Winrina (✓)
Fanfiction"Mommy! Mommy!" "Hm?" Arinna Lawson dibuat kebingungan saat seorang bocah perempuan menarik-narik jas yang ia kenakan sembari memanggil dirinya dengan sebutan "Mommy" winrina fanfiction. warn! genben!