Lantai lima menjadi opsi sebagai tempat paling aman untuk berlindung. Marvin, Ray, dan tim keamanan yang lain telah mensterilkan tempat ini dari ancaman yang bisa saja mengancam keselamatan para penghuni rumah sakit.
Sedangkan di lantai empat sampai bawah, keamanan semakin diperketat. Bahkan dua helikopter telah datang untuk membawa para pasien yang harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit yang lain. Akan membahayakan jika menggunakan jalur darat.
Karena kondisi disini kurang kondusif meskipun telah aman di lantai atas.
"Kapan ini akan berakhir. Sudah hampir delapan jam lamanya dan kami merasa semakin tidak aman"Yasmine bersuara, ia menatap Ray dan Marvin yang berdiri di hadapan dirinya dan Arinna yang sedang mendekap Winter yang tertidur.
"Secepatnya. Kami sudah menangkap dan mengamankan mereka, ini semua akan berakhir."Jawab Ray dengan bersungguh-sungguh, ia menggenggam kedua tangan Yasmine erat bermaksud untuk menguatkan.
Keduanya saling menatap satu sama lain dengan tatapan serius dan penuh kesungguhan. Sementara Marvin dan Arinna kini terfokus pada Winter, mereka berdua sama-sama terdiam tanpa kata.
"Maaf Winter merepotkan mu."Ujar Marvin, memecahkan keheningan diantara dirinya dan Arinna.
Lelaki itu menggenggam lembut tangan mungil Winter dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang. "Maaf telah menampakkan diri dihadapan mu dengan berani. Aku memang layak kau benci, Arinna."Lanjutnya kembali, namun Arinna tidak mau menatap wajah Marvin.
Ia merasa tidak sanggup, ia lelah.
"Semua yang kulakukan hanya untuk Winter. Sama sekali tidak merepotkan ku."Jawab Arinna, singkat.
Dingin.
Marvin mengangguk mengerti, ia sudah merasa Arinna merasa tidak nyaman dengan kehadirannya sekarang dan ini saatnya untuk pergi.
Tidak apa-apa, balasan ini memang pantas Marvin dapatkan, bahkan kurang.
"Aku senang kau menerima Winter. Setidaknya, hidupnya akan baik-baik saja selama itu bersamamu jika aku tidak disampingnya"Ujar Marvin, ia tersenyum kecil dan mengusap kepala Winter dengan penuh kasih sayang.
Sedangkan Arinna mencerna ucapan Marvin, namun sedetik kemudian ia melupakannya. Winter akan ia jaga dengan tanpa Marvin titahkan padanya. Semampu Arinna akan ia jaga Winter meskipun nyawa menjadi taruhannya.
"Daddy pergi dulu untuk bertugas, ne? Daddy sangat menyayangi Winter."Bisik Marvin pelan, ia mendekatkan diri pada wajah Winter yang damai kemudian mencium pipi dan bibirnya penuh sayang.
Arinna melihatnya. Entah mengapa hatinya menghangat melihat betapa sayangnya Marvin kepada Winter meskipun ia sudah tahu betul bahwa Marvin bukanlah ayah biologis Winter.
Setelah itu Marvin berdiri, ia menepuk Ray yang berada disebelahnya dan mengisyaratkan sahabatnya itu untuk segera bersiap.
"Aku akan kembali dengan selamat"
"Jangan mati dulu, kau belum menikahi ku."Jawab Yasmine, tentu hal itu membuat Marvin dan Arinna tersenyum merasa sedikit terhibur.
Ray mengangguk penuh yakin, ia menepuk dadanya. "Aku akan tetap hidup dan menikahimu! Ayo kita buat anak yang banyak!"
"Yah, kau gila?"Bisik Marvin, ia terkadang merasa malu mengenal Ray. Ia langsung membungkuk sopan kepada Arinna.
"Yasmine, jaga diri baik-baik. Dan Arinna, terima kasih telah menjaga Winter putriku"Marvin mengulas senyum tipis, kemudian menyeret Ray pergi keluar dari ruangan.
---
"Ray"
"Hm?"
"Apakah berdosa jika aku masih mencintai Arinna setelah aku membuatnya kecewa begitu hebatnya?"
Ray menoleh, ia mendapati sosok Marvin yang kini mengusap wajahnya kasar setelah mengucapkan kalimat tanya yang sebenarnya tidak bisa Ray jawab.
"Aku tidak tahu, Marvin. Setelah aku mengetahui kisah mu di masa lalu, aku sudah tidak bisa mengerti jalan pikiranmu."
"Kau terlalu baik, saking baiknya kau memilih bertanggung jawab untuk orang lain ketimbang memilih Arinna yang jelas-jelas seseorang yang sudah mengenalmu lama."
"Cinta tidak pernah berdosa, Marvin. Kita itu murni dan suci, sedangkan kita adalah pendosa yang membutuhkan cinta untuk tetap hidup."
"Perasaanmu kepada Arinna, itu urusanmu, Marvin."
Ray mengulas senyum tipis kepada Marvin, kemudian menepuk pundak kokoh sahabatnya itu berusaha untuk menguatkannya. Sahabatnya ini, begitu besar tanggung jawabnya hingga lupa untuk merawat diri.
Marvin merawat dirinya asal-asalan. Dedikasi hidupnya hanya untuk Winter, ia memenuhi segala kebutuhan Winter, namun tidak dengan dirinya sendiri.
"Maaf aku bertanya begitu. Tapi setelah aku merenungi semuanya, aku tidak bisa membuat Arinna kembali padaku."
"Dan karena itulah, segala yang aku lakukan sekarang, hanya untuk melindungi Arinna dan Winter. Aku akan menjaga mereka meskipun harus membayar dengan nyawaku."
"Aku mencintai mereka."
---
Arinna bisa melihat sosok Marvin sedang berdiri dengan memegang senjatanya lewat jendela. Ada banyak petugas keamanan yang berjaga disana, seolah tikus pun tidak bisa mengambil celah untuk masuk.
Malam ini sangat dingin, gerimis mengguyur beberapa menit yang lalu. Angin berhembus kencang yang membuat dingin sampai ke tulang.
"Melihat siapa?"
Suara Yasmine membuat Arinna menoleh, gadis itu menutup tirai jendela dan kini mengalihkan penuh atensinya pada gadis bermata kucing itu.
"Tidak ada."
TBC?
Ehehehehehhehe halo
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Mommy || Winrina (✓)
Fanfiction"Mommy! Mommy!" "Hm?" Arinna Lawson dibuat kebingungan saat seorang bocah perempuan menarik-narik jas yang ia kenakan sembari memanggil dirinya dengan sebutan "Mommy" winrina fanfiction. warn! genben!