Suara telepon masuk membuat Arinna sedikit terusik, ia bisa melihat nama Yasmine yang tertera dilayar ponsel miliknya.
Ia langsung mengambil ponselnya dan langsung mengangkat panggilan dari Yasmine.
"YAH!? KAU BELUM TIDUR!?"
"Kau menelpon diriku hanya untuk menanyakan itu, nona Hwang?"Tanya Arinna dengan sarkas, sekarang ia merasa kesal karena Yasmine sukses membuat pekerjaannya tertunda.
Sebuah pertanyaan tidak penting selalu Yasmine berikan setiap kali mereka sedang bertelepon. Tapi Arinna selalu heran meskipun sudah terbiasa sekalipun.
"Yah disini sudah pukul satu siang, dan ditempatmu sudah pukul dua dini hari. Kau tidak tidur, Rina? Kau harus beker---"
"Aku tidak bisa tidur, oke? Sebentar lagi akan tidur, sudah sudah jangan bawel!"
"Kau ini begitu keras kepala! Jangan lupa sarapan pagi atau gerd mu akan kambuh!"
Arinna menghela napas, ini masih dini hari untuk mendengarkan ocehan bawel Yasmine. "Baik-baik, nona Hwang. Aku tutup teleponnya."
Tut.
Arinna tidak bisa tidur, segala pikirannya berkecamuk ribut hingga ia merasa terganggu. Segala hal tentang Winter dan Marvin mengisi penuh kepalanya seolah tidak ada ruang baginya untuk istirahat.
Segala rindunya kepada Winter, dan sampai sekarang ia masih belum mendapatkan kabar dari putri kecil kesayangannya itu.
Dan entah mengapa, sosok Marvin kini kembali merasuki pikirannya. Seolah menanyakan mengapa lelaki itu kembali lagi ke kehidupannya?
Mengapa Marvin harus ada lagi menghadap wajahnya setelah Arinna mati-matian untuk sembuh, lukanya kembali terbuka.
Namun sialnya mengapa hatinya merasakan sakit dan raganya merasa aman tatkala figur lelaki itu berada di dekatnya?
Mengapa kali ini ia mempertanyakan kehadiran Marvin?
Apakah disela bencinya pada Marvin, Arinna merindukan Marvin?
"Apakah aku merindukannya?"
Sial. Mengapa sekarang Arinna menangis?!
Gadis itu terisak, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Malam ini sangat aneh dan juga berat baginya saat Winter dan Marvin tidak ada disini.
Arinna merasa.. sedikit hampa dan kosong.
---
"Ada apa, Yasmine?"
Marvin datang menghampiri Yasmine setelah mendengar sepupunya itu terlihat terkejut dan juga marah-marah di ruang tamu.
Yasmine dan Ray sudah tiba pada pagi hari, dan sekarang mereka berencana untuk makan siang di luar.
Yasmine tampak menghela napas panjang. "Arinna belum istirahat padahal disana sudah pukul dua dini hari. Sengaja aku menelponnya, biasanya jika sudah tidur, ponselnya akan dimatikan."
Marvin terdiam. Ia tahu betul jika Arinna sedang merasa stres atau tidak baik-baik saja, gadis itu akan tidur sangat larut malam. Atau tidak akan tidur seharian dan memikirkan masalah yang mengganggunya.
Dan itu semua langsung akan berimbas pada kesehatan lambung Arinna yang akan kambuh jika merasa stres atau terlambat makan sedikit saja. Mendadak Marvin khawatir akan keadaan sang gadis.
Apa yang membuat Arinna seperti ini?
Haruskah Marvin menyusul kesana?
"Aku bersedia jika harus kesana untuk Arinna, Yasmine."Ujar Marvin bersungguh-sungguh, membuat Yasmine menatap kaget kearahnya.
Apakah sepupunya ini gila?
"Marvin, aku tahu kau sudah gila karena Arinna. Tapi bisa kah kau memikirkan sepupu cantikmu ini yang baru saja sampai? Bagaimana dengan Winter yang nanti akan mencari--"
Tekad Marvin sudah bulat. Ia akan menyusul Arinna ke Manhattan, untuk urusan Winter, itu perkara mudah.
Putrinya pasti tidak akan rewel jika Marvin titipkan pada Yasmine dan sahabat bodohnya Ray.
"Kurang ajar dia memanggilku bodoh!" -Rayen Shin.
"Aku memang sudah gila. Jadi aku titip Winter, oke? Aku juga akan memberikan pengertian pada Winter, anakku sangat penurut dan baik. Dan aku akan memberikanmu uang jajan selama tiga hari disini."Marvin langsung membuka ponselnya dan mengklik aplikasi bank yang ia miliki.
Yasmine tentu saja langsung berbinar kedua matanya saat mendengar kata uang jajan. Sekarang ia sangat bersyukur memiliki sepupu seperti Marvin meskipun sama bodohnya seperti Ray.
Ia sayang Marvin.
Ting!
Yasmine langsung membuka ponselnya. Namun kedua matanya langsung terbelalak melihat nominal yang Marvin kirimkan kepadanya.
8 juta won.
"MARVIN!?"
Marvin mengangguk. "Habiskan dalam tiga hari. Jika kau merasa kurang, peras saja uang Ray."
---
"Daddy akan membawa mommy kemari!?"
Marvin mengangguk, membuat Winter langsung melompat kegirangan dan memeluk erat sang daddy dengan bahagia.
Marvin tertawa, ia membalas pelukan erat Winter dan mencium kening putri kesayangannya ini dengan penuh kasih sayang.
"Winter sekarang bersama aunty Yasmine dan uncle Ray dulu, oke? Daddy tidak akan lama"
Winter mengangguk patuh, tak apa asal daddy nya akan membawa mommy nya kemari. Seberapa lama pun Winter akan menunggu.
TBC?
Maaf banget guys pas malem gak update karena ketiduran HUWEE):
Chapter ini dikit karena chapter depan bakalan panjang banget 👀
Gimana menurut kalian di chapter kali ini????? Mari ramaikan kolom komentar! Xixi
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Mommy || Winrina (✓)
Fanfiction"Mommy! Mommy!" "Hm?" Arinna Lawson dibuat kebingungan saat seorang bocah perempuan menarik-narik jas yang ia kenakan sembari memanggil dirinya dengan sebutan "Mommy" winrina fanfiction. warn! genben!