30 - That's Not a Problem

2.1K 276 10
                                    

Hujan salju menyambut Marvin dan Arinna yang baru sampai di bandara, udara dingin menusuk kulit dan keduanya merapatkan pakaian hangat yang dipakai.

Kedua telinga Marvin tampak memerah, tanda ketika ia merasa dingin. Namun ia rasa kepeduliannya pada dirinya sendiri tidak begitu penting, ia membawa Arinna kemari. Menoleh kearah sang gadis yang sedang memakai syal untuk membuatnya tetap hangat, Marvin merapatkan jaraknya dengan Arinna.

"Pakailah"Marvin memberikan sebuah hotpack langsung ke genggaman tangan Arinna yang kosong, gadis itu melihat kearahnya dan belum menerima pemberian Marvin.

"Kau lebih membutuhkannya."Jawab Arinna, ia bersiap untuk berjalan. Suhu tubuhnya bisa membeku jika diam saja ditempat, dan Marvin mengikuti setelahnya.

"Aku tidak butuh. Tetaplah hangat."Ujar Marvin, kemudian ia mengulum senyum tipis saat Arinna menghela napasnya dan mengambil hotpack itu dari tangan Marvin.

Keduanya berjalan beriringan tanpa suara, sesekali Marvin melirik pada Arinna yang terlihat kedinginan. Otaknya berpikir keras untuk membuat Arinna tidak merasa kedinginan lagi saat berada di perjalanan menuju rumah.

Ah, Marvin tahu.

"Kita berhenti disebuah kafe untuk membeli minuman hangat, bagaimana? Sekalian kau juga istirahat."

"Istirahat ku sudah cukup. Selama di pesawat kau sama sekali tidak tidur, aku bisa merasakan pergerakan mu."

Arinna menoleh kearah Marvin yang terdiam. Lelaki itu tampak terlihat lelah, bahkan matanya sedikit memerah. Arinna tidak habis pikir, apakah Marvin mengalami insomnia?

Perjalanan tiga belas jam tanpa tidur bisa membuat Arinna sangat pusing dan sakit kepala, ia mungkin tidak akan bisa berjalan seperti ini dan melihat objek-objek dengan jelas.

Sedangkan Marvin? Lelaki itu tampak baik-baik saja. Bahkan ia membawa beberapa barang milik Arinna karena keinginan lelaki itu sendiri.

Mendengar penuturan Arinna membuat Marvin merasa bersalah, ia pasti mengganggu waktu istirahat Arinna. Andaikan saja ia tidak lupa untuk membawa obat tidurnya, tentu Marvin tidak akan menggangu waktu istirahat sang gadis.

"Ah, maaf. Aku memang memiliki gangguan tidur. Obat tidur ku tertinggal, kau pasti terganggu."Arinna menoleh pada Marvin yang kini mengusap kasar wajahnya.

Marvin terlihat gelisah dan merasa bersalah. Tentu Arinna yang melihatnya merasa tidak enak, ia berpikir bahwa ucapannya pada sang lelaki terkesan sedikit berlebihan.

Hingga tibalah mereka di depan mobil Marvin yang diparkir disini. Lelaki itu membukakan pintu untuk Arinna, namun menatap Arinna heran karena gadis itu tidak kunjung masuk kedalam mobil.

"Biarkan aku menyetir, kau istirahat saja."Ujar Arinna, namun Marvin terkekeh sembari menggeleng kecil.

Marvin masih kuat hanya untuk menyetir sampai ke rumah. Itu mudah saja baginya, dan juga hatinya sedikit menghangat saat Arinna ingin dirinya istirahat.

Ah, andai saja ini terus berlanjut. Marvin tentu akan sangat bahagia dibuatnya.

Hanya saja Marvin harus terus berusaha keras lagi agar Arinna luluh padanya. Ia akan melakukan apapun untuk Arinna sekalipun harus mengorbankan dirinya sendiri.

"Aku masih sangat kuat untuk menyetir, Rina. Medan jalanan disini cukup sulit jika sedang salju seperti ini, aku tidak ingin kau lelah. Istirahatlah."Marvin sedikit mendorong pelan tubuh Arinna agar masuk kedalam mobil karena suhu semakin dingin.

Sementara Arinna menghela napas, ia menurut dan langsung masuk kedalam mobil setelahnya. Marvin berjalan menuju bagasi untuk menyimpan barang-barang miliknya dan Arinna yang sedikit, kemudian setelah selesai ia langsung berjalan kearah pintu kemudi.














---














"MOMMY! MOMMY IKUT KESINI, YEAY!!"

Pancaran bahagia terlihat jelas pada wajah Winter saat layar ponsel milik Yasmine sudah terpampang wajah cantik Arinna yang sedang tersenyum kearah Winter.

Winter benar-benar merindukan Arinna! Ia tidak sabar ingin memeluk sang mommy dengan erat dan tidur dalam dekapan hangatnya saat sampai nanti.

Yasmine dan Ray tersenyum kearah ponakan mereka yang terlihat jauh lebih bahagia saat dipertemukan kembali dengan Arinna meskipun sementara ini hanya lewat panggilan video.

"Halo, sayang! Mommy sangat merindukan Winter! Oh, God! Winter semakin cantik saja sekarang!" Suara Arinna terdengar ceria dan Winter yang mendengarnya pun tidak surut senyumannya untuk dipamerkan kepada mommy nya itu.

"Mommy juga sangat cantik! Ayo cepat kesini, mommy! Winter ingin peluk mommy!"Tubuh kecil Winter melompat-lompat penuh antusias setelah mengutarakan keinginannya kepada Arinna.

Tampak Arinna terkekeh dan mengangguk, gadis itu merasa gemas dengan tingkah Winter dan merasa terhibur dibuatnya.

"Sepanjang hari ini anakmu selalu mengatakan, ingin segera bertemu mommy dan mommy. Hei, jangan lupakan daddy mu yang sudah berhasil membawa mommy mu, musim salju."Celetuk Ray, membuat Winter teringat pada Marvin akhirnya.

Sepertinya posisi Marvin mulai tergeser dengan kehadiran Arinna. Tapi lelaki itu senang-senang saja, itu bukanlah sebuah masalah baginya.

Winter dan Arinna adalah sumber kebahagiaan Marvin. Tidak ada yang perlu dimasalahkan jika keduanya memang senang berdua.

"Halo, sayang! Kau melupakan daddy, huh? Winter mulai nakal rupanya, hmm." Goda Marvin dari samping Arinna, kini kamera tampak bergeser dan menampilkan visual Marvin yang bisa dilihat Winter, Yasmine, dan Ray.

"Yah, Marvin! Ada apa dengan wajahmu?!"Yasmine terkejut saat melihat wajah Marvin terdapat plester luka dan juga sedikit lebam kecil.

"Daddy sakit!? Daddy sakit huweeeeee!!"Tangis Winter pecah, tentu membuat semua orang dewasa yang terlibat pun turut terkejut dan panik.

Astaga, Winter dan ketidak-inginannya melihat Marvin terluka adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Putri kecil Kim itu bahkan bisa menangis jika melihat Marvin kesakitan hanya digigit semut kecil.

"Bro, apakah kau tidak terjatuh ke aspal dinginnya Manhattan?"Kali ini Ray ikut dalam percakapan.

Marvin dan Arinna saling menatap, mereka bingung harus menjawab apa sekarang. Masa akan menceritakan semuanya langsung didepan Winter? Itu sangat beresiko sekali.

Yasmine yang menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres pun mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Ia mengecup pipi Winter yang sudah reda menangisnya, akan ia interogasi keduanya setelah sampai.

"Ah ini hanya kejadian kecil saja. Ah sayang, daddy membelikan mu coklat! Bentuknya seperti beruang lotso yang Winter miliki di kamar." Bujuk Marvin agar Winter melupakan lukanya, dan itu ternyata sangat berhasil.

Winter bahkan meminta banyak coklat hingga harus diberi sedikit peringatan oleh Arinna. Namun bocah perempuan itu bukannya kesal atau merajuk, ia memilih untuk menurut Arinna.

"Baik, mommy. Winter nanti akan memakannya sedikit lalu gosok gigi, tapi setelah itu Winter ingin tidur sambil mommy peluk!".

Arinna terkekeh lagi melihat raut wajah Winter, Marvin turut terkekeh dan mengambil kesempatan untuk melihat sang gadis tertawa. Jika bersama Marvin hanya berdua saja, Arinna akan cenderung tanpa ekspresi dan datar. Sementara ketika dihadapkan dengan Winter, gadis itu akan penuh tawa dan hangat.

Sekali lagi, itu bukanlah masalah untuk Marvin. Arinna pasti butuh waktu, dan Marvin akan menunggu sampai kapanpun.

"Cantik."Gumam Marvin dengan pelan, kemudian kembali fokus pada jalanan.

Dan tanpa lelaki itu sadari, Arinna mendengarnya. Gadis itu terdiam sejenak kemudian mencoba untuk melupakan ucapan Marvin beberapa detik yang lalu.
















TBC?

Ehehehhehe met malming!

Become a Mommy || Winrina (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang