32 - Slow

1.7K 255 7
                                    

Halo! Karena satu da lain hal, aku belum bisa trile up karena ada sesuatu hal. Maaf banget ):




----










Mengajak yang lain untuk pergi ke pasar natal adalah hal yang tidak buruk sama sekali bagi Marvin, ia bisa melihat rasa bahagia dari kedua sorot mata Arinna yang baru pertama kali ke tempat seperti ini. Gadis itu tidak bisa lepas dari Winter dan bahkan memberikan banyak afeksi pada putrinya yang sangat manja.

Keduanya tampak bahagia, dan Marvin juga ikut bahagia.

Ray dan Yasmine, keduanya tampak serasi dan juga romantis. Tak jarang keduanya memberikan afeksi dan saling menggenggam tangan disepanjang jalan, tentu Marvin merasa..

Sedikit iri?

"Mommy, Winter ingin digendong daddy"

"Kemari, ingin di depan atau di belakang, princess?" Arinna menoleh kesamping, kini Marvin berdiri menjulang disampingnya sembari menghadap pada Winter.

Lelaki yang kini memakai topi berwarna hitam itu tersenyum saat Winter memilih untuk digendong di punggung Marvin. Arinna reflek membantu, ia memastikan Winter tidak mengenai luka Marvin kemudian membenarkan jaket yang bocah perempuan itu kenakan agar tetap hangat.

Cuaca sangat dingin, tetapi disini ramai sekali pengunjung.

"Pegangan pada daddy, hati-hati."Ujar Arinna dengan lembut, ia menatap penuh sayang Winter yang kini sedang tersenyum lebar kearahnya.

Winter sangat senang sekali. Ternyata seperti ini rasanya memiliki orang tua lengkap, tidak seperti natal tahun kemarin yang sangat membosankan karena Marvin bertugas dan Winter hanya bisa berkumpul dengan keluarga Hwang alias keluarga Yasmine.

Meskipun ramai, tetapi Winter merasa kesepian tanpa figur orang tua.

Dan bahagianya, kini ia bisa memilikinya sekarang.

"Jika kau membutuhkan sesuatu, katakan saja, Rina."Marvin membuka suara, kedua netra tajamnya kini menyorot lembut figur Arinna yang kini sedikit berjinjit untuk membenahi rambut Winter yang sedikit berantakan dibalik topi beanie berwarna coklat yang gadis mungil itu kenakan.

Arinna mengalihkan pandangannya dan kini tertuju pada Marvin yang sekarang mengulas senyum tipis. Ia mengangguk tanpa membalas senyum, diam-diam Arinna khawatir akan keadaan luka Marvin yang sebenarnya belum boleh untuk mengangkat sesuatu yang berat terlalu lama.

Tapi apa boleh ia harus terlihat se-khawatir ini? Marvin bisa menjaga dirinya sendiri, bukan?

"Ayo kita jalan, daddy! Ayo! Ayo!"Tubuh Winter bergerak antusias, Marvin sedikit terkejut dan merasa sedikit sakit pada bagian lengannya, namun ini hanyalah hal kecil, yang terpenting sekarang adalah kebahagiaan Winter.

"Ah, pelan-pelan, sayang."

"Ayay, mommy!"

Arinna menghela napas, ia bisa melihat figur jangkung Marvin berjalan lebih dulu dengan Winter yang berada digendongan nya. Bahkan ia bisa melihat bocah kecil itu mengambil topi yang Marvin kenakan dan memakainya.

Arinna terkekeh pelan melihatnya, seluruh kepala hingga wajah Winter nyaris tertutup topi. Dan ia bisa mendengar tawa Marvin menghias.

"Marvin, haruskah aku?"
















---














Mereka membeli beberapa oleh-oleh untuk dibawa ke Manhattan nanti, karena waktu sudah malam, mereka memutuskan untuk pulang karena pagi nanti akan segera berangkat ke bandara.

Marvin dan Ray akan memulai tugasnya sebagai polisi aktif, sementara Arinna dan Yasmine mulai kembali masuk setelah cuti pendek.

Tapi sebelum itu, mereka memutuskan untuk mampir ke sebuah restoran untuk makan malam. Restoran ini direkomendasikan oleh Yasmine karena ada beberapa makanan yang menurutnya sangat enak.

"Biar aku bawa saja, kalian masuk saja lebih dulu."Ujar Marvin pada Arinna, gadis itu mengangguk dan tanpa bicara langsung masuk kedalam setelah menyerahkan beberapa tas belanja kepada Marvin.

Ada Ray juga disini, mereka berdua memutuskan untuk merokok sebentar di area merokok sembari menunggu Yasmine dan Arinna menentukan tempat dan memesan makanan.

"Kalian berdua hening sekali"Ray membuka obrolan, ia menghisap rokoknya setelah dinyalakan.

Marvin tidak langsung menjawab, ia menghisap lama rokok miliknya dan menghembuskan nya perlahan.

Membangun percakapan dengan Arinna memang terasa sulit, apalagi gadis itu yang membuat jarak dengannya. Tentu Marvin perlu memikirkan beberapa cara agar ia bisa berinteraksi setidaknya satu kali daripada tidak sama sekali.

"Itu bukanlah masalah besar, setidaknya Rina sangat menyayangi dan peduli pada Winter--"

"Marvin, katakan saja jika kau tidak baik-baik saja. Jangan terus mengatakan tidak masalah jika hal itu menyangkut Arinna."Potong Ray, ia merasa Marvin selalu menekan perasannya demi orang lain.

Padahal Ray sendiri mengetahui bahwa Marvin tidak baik-baik saja, itu membuatnya sedikit geregetan dibuatnya.

"Aku akan melakukannya perlahan, Ray. Aku tidak mungkin secara langsung bertindak dan membuatnya tidak nyaman"Jawab Marvin, dengan penuh kejujuran.

Meskipun Marvin merasa tidak baik-baik saja atas perlakuan Arinna padanya, bukankah itu adalah hukuman? Ia harus menerima apapun yang akan ia terima dari Arinna dari segi apapun.

Ia tidak bisa berhak secara gamblang mengatakan apa yang ia mau pada Arinna. Marvin sangat takut jika Arinna akan pergi meninggalkannya dan Winter jika ia terlalu jujur.

Winter akan sangat sedih, dan Marvin akan memiliki sedikit kesempatan atau bahkan tidak sama sekali untuk membawa Arinna kembali.

Ray sendiri terdiam setelah mendengar jawaban Marvin, ia jadi pusing sendiri meskipun urusan Marvin dan hubungan asmaranya bukanlah urusan dirinya.

Tetapi, ia pun tidak ingin melihat Marvin terlihat bersedih. Ray telah menganggap Marvin adalah saudaranya sendiri, tentu ia merasa sedih jika melihat Marvin terus diacuhkan oleh Arinna.

"Setelah dari sini aku akan bicara dengan Arinna"Ujar Marvin dengan mantap, ia akan membicarakan banyak hal dengan Arinna.

Dan dirinya pun berdoa agar Arinna mau, meskipun kemungkinannya akan sangat kecil, tapi setidaknya Marvin telah berusaha.
















---








Bersambung.

Become a Mommy || Winrina (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang