Winter terbangun dari tidurnya, ia melihat sekeliling tampak sepi. Tubuhnya terasa terkungkung saat tangan Arinna memeluk dirinya, mommy nya tampak lelah dan sedang tertidur pulas. Ia juga melihat Yasmine tertidur di sofa dengan tubuh yang terbalut jas dokter.
Ia sangat ingin minum, tenggorokannya terasa kering tetapi dispenser air terasa tinggi dan terletak di dekat jendela, Winter tidak mampu menjangkaunya.
Arinna yang merasakan gerakan kecil pun terbangun. Ia melihat Winter yang terbangun dari tidurnya, sepertinya putri kecilnya ini membutuhkan sesuatu.
"Ada apa, sayang? Mengapa terbangun?"Tanya Arinna dengan suaranya yang serak, ia sudah sepenuhnya terbangun dan tangannya sudah mengusap peluh di kening Winter.
"Haus, mommy. Winter ingin air"Suara serak Winter terdengar, bocah kecil itu menatap Arinna dengan penuh harap.
Dengan segera Arinna terbangun, sebelum mengambil air untuk Winter, ia usap kepala gadis kecil itu penuh sayang dan berjalan menuju dispenser yang berada di dekat jendela.
Segelas air telah ia berikan pada Winter, Arinna membantu Winter memegang gelas. Benar saja gadis kecil itu tampak kehausan. Rasa kantuknya hilang saat melihat wajah puas Winter setelah dahaganya terpenuhi.
Namun suara ketukan pintu terdengar, Yasmine turut terbangun, ia melihat kearah pintu kemudian melihat Arinna yang tampak berhati-hati berjalan mendekati pintu.
"Ini aku, Marvin."
Arinna terdiam sejenak, ia menarik napasnya dalam kemudian menghembuskannya dengan berat. Tangannya terulur membuka kunci pintu dan setelah pintu terbuka, tampak figur Marvin.
Keduanya saling menatap dalam diam. Penampilan Marvin cukup berantakan, bahkan kemeja yang lelaki itu kenakan tampak sobek dibagian lengan kanan atasnya dan terlihat beberapa luka goresan dan lebam di kedua tangannya dan juga wajahnya.
Apa yang terjadi diluar?
"Kalian harus bersiap-siap. Rumah sakit ini akan dikosongkan, untuk pasien yang membutuhkan perawatan intensif akan dipindahkan ke rumah sakit yang lebih aman dan sepertinya kalian harus ikut serta kesana, agar lebih aman."
"Bawa Arinna dan Winter ke apartemenku saja"Tampak Yasmine sudah dibelakang Arinna, dan Marvin terdiam.
"Tapi apartemen ku tidak--"
"Penyerangan para pemberontak ini masih belum berhenti, skala mereka ternyata lebih besar dari yang diperkirakan. Alangkah lebih baiknya kalian ikut kesana, aku tidak tahu kapan ini akan berakhir, tapi aku harap kalian paham situasi sekarang."Ujar Ray yang sekarang sedang memegang senjata miliknya.
Marvin mengangguk. "Bersiaplah."Ujarnya kepada Arinna dan Yasmine.
Marvin dan Ray berbalik memunggungi pintu sembari mengecek sekitar selama Arinna dan Yasmine sedang bersiap.
Kedua lelaki itu langsung berbalik, Marvin langsung mengambil tas yang berisikan keperluan Winter dan mungkin saja sebagian berisikan keperluan Arinna juga kemudian menggendongnya. Lelaki itu tersenyum kepada Winter yang berada di gendongan Arinna, putrinya itu terlihat nyaman terlelap disana.
"Pastikan Winter dan dirimu hangat. Diluar sangat dingin."Ujar Marvin kepada Arinna.
Winter sudah memakai pakaian hangat, bahkan gadis kecil itu memakai beannie dan juga syal. Arinna begitu pandai membuat Winter merasa nyaman, Marvin bersyukur akan hal itu.
Sementara Arinna telah membalut tubuhnya dengan kardigan dan mantel.
"Jika kau merasa lelah menggendong Winter, katakan padaku."Ujar Marvin lagi, gak pantang menyerah untuk berinteraksi dengan Arinna meskipun respon gadis itu sangat dingin dan hanya membalasnya dengan anggukan dan juga kata tidak.
"Yasmine, aku tahu kau pandai beladiri. Tapi jangan sekali-kali terluka. Ray, pastikan kau becus menjaga sepupuku"Marvin menoleh para Ray, dan Ray merasa kesal dengan ucapan sahabatnya itu.
"Tanpa kau suruh, aku akan menjaganya!"
Marvin terkekeh. Ia mempersilahkan Arinna dan Yasmine berjalan lebih dahulu, sementara Marvin dan Ray berjalan dibelakang mereka.
---
Keadaan luar begitu mencekam. Mereka akan menggunakan mobil anti-peluru dengan kapasitas lima penumpang, tentu sudah tersedia puluhan unit untuk menjemput para pasien dan petugas medis. Juga terdapat tiga unit bus anti-peluru untuk menampung orang-orang lebih banyak.
Tapi untuk mencapai kendaraan, mereka harus bersembunyi dan diam. Meskipun telah menaklukkan para pemberontak, ternyata jumlah mereka masih banyak dan belum tentu dimana posisinya. Tentu ini menjadi tugas penting para aparat keamanan untuk menjaga orang-orang sampai selamat tujuan.
"Mommy, daddy. Kita dimana?"Pertanyaan polos Winter membuat Arinna dan Marvin melihat kearah sang gadis kecil bermarga Kim itu.
"Kita akan pulang, Winter jangan takut, okay? Sebentar lagi kita akan naik mobil"Marvin menjawab dengan nada lembut.
"Jika Winter merasa takut, peluk mommy saja. Mommy akan selalu memeluk Winter erat"Arinna turut menjawab.
Namun atensi Winter terdistraksi. Kedua manik kelabunya melihat keatas dan tampak berbinar saat melihat cahaya yang terang di langit yang gelap.
"Wah! Itu bagus!"
Semuanya melihat keatas. Ray dan Marvin saling menatap satu sama lain, mereka mengerti bahwa ini adalah sinyal bahaya yang diberikan musuh.
Mereka menggunakan drone yang dilapisi lampu terang untuk mendeteksi.
Dan ini adalah sebuah bahaya. Para aparat keamanan harus cepat mengatasi ini sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
Sementara Arinna dan Yasmine tidak tahu menahu dengan apa yang sedang terjadi. Tetapi Ray sekarang menggenggam erat tangan Yasmine dan membawanya bergerak lebih cepat.
Sama halnya dengan Ray, Marvin menggenggam erat tangan Arinna. Perlu diketahui bahwa Arinna menggendong Winter menggunakan alat gendong, dengan begitu setiap geraknya tidak akan terbatas dan tangannya tidak akan lelah menopang tubuh Winter
Arinna hendak melepaskan genggaman tangan Marvin, namun lelaki itu berhasil membuatnya terdiam setelah mengatakan sesuatu padanya.
"Genggam tanganku erat, keadaan semakin tidak aman. Percayalah padaku, aku akan melindungi kalian apapun yang terjadi"
Setelah itu, Marvin membawa Arinna sedikit berlari bersamaan dengan suara tembakan peluru yang entah darimana datangnya.
Arinna semakin takut. Ia benci keadaan seperti ini. Tapi ia juga harus menenangkan Winter yang sekarang sudah ketakutan. Ia melihat Marvin yang sedang menyibak dedaunan yang menghalangi jalan.
"Winter, sayang. Daddy mohon apapun yang terjadi, jangan terlalu berisik, okay? Kita sekarang sedang bermain petak umpet dengan yang lain. Jika kita menang, kita bisa pulang."Marvin menenangkan Winter, ia pun bisa merasakan tubuh Arinna bergetar takut.
"Kita akan menang"
"Pegang tanganku lebih erat lagi, Rina. Maaf jika setelah ini kau akan merasakan lelah."
"Daddy, jangan berdarah"Winter menatap Marvin dengan takut dan berkaca-kaca.
Marvin tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya. "Tidak akan. Peluk lah mommy erat, okay?"
"Okay, daddy."
TBC?
Gimana nih????
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Mommy || Winrina (✓)
Fanfiction"Mommy! Mommy!" "Hm?" Arinna Lawson dibuat kebingungan saat seorang bocah perempuan menarik-narik jas yang ia kenakan sembari memanggil dirinya dengan sebutan "Mommy" winrina fanfiction. warn! genben!