21 - I Hate Everything About You

2.5K 307 17
                                    

Entah mengapa debaran jantung Arinna semakin cepat tatkala langkah kakinya sedikit demi sedikit hampir sampai di kamar yang Marvin tempati.

Tangannya memegang kotak P3K, sebenarnya Arinna tidak mengerti dengan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi mengkhawatirkan Marvin. Bahkan ia mau repot hanya untuk mengganti perban lelaki itu.

Bohong jika tidak benci, ia rasanya ingin memutar langkah dan pergi dari sini. Tetapi sialnya, mengapa rasa khawatir itu muncul saat ketika ia hendak mengurungkan niatnya untuk menghampiri Marvin.

Aneh.

"Ya, aku harap cuti ini sebentar. Rasanya aneh jika harus berdiam diri seperti ini."

"Ah? Luka ini akan sembuh lebih cepat dari perkiraan dokter. Aku ingin segera bertugas ke luar."






Tok! Tok! Tok!











"Ah, letnan Kang. Maaf izin menyela, sepertinya ada seseorang hendak menemui saya."

"Siap, laksanakan."











Dengan segera, Marvin mematikan teleponnya bersama Letnan Kang kemudian ia bangkit dari duduknya, dengan segera ia membuka pintu. Namun, seluruh tubuhnya layaknya membeku saat melihat siapa sosok yang ada didepannya sekarang.

Arinna.

Arinna Lawson, dengan raut wajahnya yang dingin tanpa ekspresi, sedikit mendongak menatap Marvin.

Seketika Marvin gugup, jantungnya berdegup kencang seperti sedang lomba maraton. Apakah ini nyata? Seorang Arinna sudi bertemu dengannya?

Katakan jika Marvin sedang bermimpi.

Tapi, nyatanya ini bukan mimpi.

"Yasmine sedang sibuk dibawah. Tidak sempat mengganti perban mu."

"A-ah, aku bisa melakukannya sendiri--"

"Apakah kita akan terus bicara disini seperti orang bodoh?"Potong Arinna dengan dingin, membuat Marvin mengedipkan matanya karena tertegun beberapa saat.

Demi apapun, gadis di depannya ini membuat Marvin tidak bisa berkutik.

Lelaki itu menggeser posisi tubuhnya yang semampai, memberikan akses untuk Arinna masuk. Gadis itu masuk kedalam dan menyimpan kotak P3K yang sedari tadi ia genggam diatas ranjang.

"Aku tidak mau berlama-lama disini, duduklah."

Marvin mengangguk, ia kemudian duduk disamping Arinna dengan super mega canggung. Ia bisa melihat gadis itu menyiapkan beberapa alat.

"Mengapa kau mau melakukannya, Arinna?"Tanya Marvin pada akhirnya, ia dengan berani menatap kedua manik mata milik Arinna yang sedang sibuk dengan peralatan P3K nya.

Tidak ada jawaban sama sekali. Sampai kedua tangan Arinna melepas dengan perlahan perban yang terpasang di lengan kanan Marvin setelah membantu lelaki itu membuka kemeja lengan pendek nya.

Entah mengapa, rasa nyeri dan ngilu terasa ketara saat Arinna mulai membersihkan luka Marvin dan memberinya obat.

Arinna sendiri lumayan terkejut dengan luka yang Marvin miliki. Ini terlihat cukup parah, namun setelah itu Arinna bisa mengatasinya dengan tenang. Tetapi ia bisa melihat wajah Marvin memucat menahan sakit.

Ia juga bisa merasakan suhu tubuh lelaki itu hangat. Marvin rupanya terkena demam, Arinna selesai membalut lengan kanan Marvin dengan perban yang baru.

Suara ketukan pintu terdengar, Arinna sudah menduga itu pastikan Yasmine yang mengantarkan barang yang ia pinta sebelum kemari. Gadis itu beranjak dan membuka pintu.

"Es batu yang kau pinta. Dan ini sarapan untuk Marvin. Maaf membuatmu harus dekat dengannya di situasi seperti ini, Rina."Yasmine meminta maaf, raut wajahnya tampak menampilkan raut tidak enak kepada Arinna.

Arinna mengulas senyum kecil, ia mengambil semua barang yang Yasmine bawa untuknya. "Semua demi Winter."Balasnya, setelah itu kembali masuk dan menutup pintu.

Yasmine menghela napas, kemudian berbalik kembali ke lantai bawah.

Keadaan disini sangat hening. Hingga Marvin bisa merasakan Arinna kembali duduk di dekatnya dan dengan perlahan membuka perban yang membalut punggung dan dadanya.

"Benturannya lumayan keras, cedera ini akan sembuh satu atau dua minggu jika rutin dirawat."Ujar Arinna, kemudian ia menempelkan es batu yang sudah dibalut handuk ke punggung Marvin yang terdapat memar dan lebam.

"Shh"Ringisan terdengar, Marvin merasakan dingin dan juga sakit secara bersamaan. Arinna bisa mendengarnya dan pasti rasanya sangat sakit.

Marvin sekuat mungkin menahan rasa sakit. Ia bisa merasakan kini perban elastis mulai dibalut dibagian dada hingga punggungnya, Arinna begitu terampil dan telaten.

Tidak pernah berubah.

Hanya saja bedanya, gadis itu bukanlah miliknya lagi.

"Sebelum kau pergi, bolehkah kita bicara?"Marvin menoleh, ia mendapati Arinna sedang membereskan kotak P3K yang sudah selesai ia gunakan.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan."Jawab Arinna, nadanya masih sangat dingin dan asing ditelinga Marvin.

"Ada. Dan ini berkaitan tentang kita, Rina."

"Marvin--"

"Aku masih mencintaimu, dan aku tidak mengerti mengapa perasaan ini masih ada. Dan perasaan ini semakin membuatku gila karena semakin terus tumbuh seiring kita akhir-akhir selalu bertemu karena Winter--"

"Satu hal yang harus kau ketahui setelah kau mengatakan itu padaku, Marvin. Aku masih membenci segala hal tentang mu."

Arinna terkekeh sarkas melihat diamnya Marvin. Lelaki itu menatapnya dengan tatapan penuh arti, mereka saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang berbeda.

Tatapan Arinna, ketara akan rasa benci pada Marvin.

"Jangan harap perasaan cintaku padamu akan kembali setelah kau mengatakan itu, Marvin."

"Aku membencimu."














Nah.

Loh.

Alah siah, guys.

Btw, tolongg banget jangan dulu minta double chapter yak (': lagi buntu banget.

Yuk ramein kolom komentar yuk! Hehe.

See u di chapter depan! (:

Become a Mommy || Winrina (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang