Sinar matahari menerobos masuk kedalam jendela dengan tirai yang sedikit tersingkap. Arinna mengernyitkan keningnya saat ia merasa terganggu dengan cahaya yang masuk, ia perlahan membuka kedua matanya.
Pemandangan pertama yang ia lihat saat membuka matanya adalah Marvin. Lelaki itu masih terlelap tidur dengan kedua tangannya yang memeluk tubuh Arinna dengan posesif hingga Arinna seolah terkurung dalam tubuh besar lelakinya ini.
Kedua pipinya bersemu merah saat mengingat apa yang terjadi dengan dirinya dan Marvin hingga berakhir seperti ini. Tubuh polos mereka terbalut dalam selimut yang sama, bahkan Arinna bisa merasakan kini jemari Marvin sedang mengusap lembut punggung polosnya dalam tidurnya.
Tangan Arinna terulur mengusap surai milik Marvin yang pendek, kemudian turun menjelajahi wajah tampan lelaki itu hingga berakhir di rahangnya yang tajam dan tegas.
Marvin nyaris sempurna.
"Hey, wake up." Bisik Arinna dengan lembut, ia mencium sekilas bibir Marvin dan tak selang berapa lama, lelaki itu menggeliat kecil kemudian perlahan membuka kedua matanya.
Pandangan Marvin masih samar, namun perlahan semakin jelas dan Arinna adalah pemandangan pertama yang ia lihat.
"Good morning, Winter's daddy. Sleep well, huh?"
"Morning too, Winter's mommy. I sleep so well, aku tidak pernah tidur se lelap ini sebelumnya."Marvin menjawab dengan suaranya yang serak, ia bergerak untuk mencium bibir Arinna kemudian tersenyum.
Keduanya saling menatap satu sama lain kemudian melempar senyum manis, debaran jantung yang kencang bersahutan merasakan momen manis ini. Seolah tidak ingin berakhir dan ingin terus seperti ini selamanya.
Marvin mengingat betul bagaimana kegiatan malam mereka, semua terasa seperti tidak nyata dan sangat menyenangkan. Namun seketika rasa bersalah menyelimuti hatinya, ia membuat Arinna sakit dengan kegiatan mereka malam tadi.
"Maaf aku membuatmu kesakitan, apakah masih sakit?"
Arinna terkekeh dengan pertanyaan yang Marvin lontarkan padanya. "Tentu sakit, kau harus bertanggung jawab."Jawabnya dengan tenang, ia merasa lucu akan pertanyaan Marvin yang tampak terlihat merasa bersalah.
Mengapa merasa bersalah saat Arinna saja menikmati segala perlakuan Marvin padanya pada saat malam itu?
"Aku akan dengan senang hati akan bertanggung jawab padamu, nyonya Kim. Sekarang kau ingin apa? Menikah sekar--"
"Aku tidak bisa bangun, aku harus mandi, aku harus bekerja hari ini, kita harus bekerja, dan kita harus menjemput anak kita di apartemen Yasmine."Potong Arinna sembari menutup bibir Marvin, membuat lelaki itu bungkam dan menatap polos Arinna.
Marvin menganggukkan kepalanya patuh, baginya segala keinginan Arinna adalah hal yang harus ia kabulkan.
Dan ia akan mengabulkannya satu persatu.
"Tunggu sebentar, sayang. Sepuluh menit dan aku akan kembali"Marvin berujar setelah melepaskan bekapan tangan Arinna di mulutnya, dan tanpa berlama-lama ia langsung bangkit dari tidurnya untuk menuju kamar mandi.
Tentu saja hal itu Arinna lihat, seketika kedua pipinya semakin memerah melihat tubuh polos Marvin yang bergerak dengan santai tanpa merasa malu dilihat oleh Arinna.
Benar saja sudah sepuluh menit, Marvin keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil bertengger di lehernya setengah telanjang dan memakai celana hitam pendek selutut.
Lelaki itu menghampiri Arinna yang sudah duduk bersandar diatas ranjang dengan tubuh terbalut selimut. "Aku sudah menyiapkan air panas, ayo aku gendong ke kamar mandi."Bisik Marvin, ia mengecup singkat bibir Arinna yang merah.
Arinna tersenyum malu, ia turut mencium bibir Marvin kemudian mengalungkan kedua tangannya pada leher sang calon suami. "Terima kasih, sayang."Ujarnya dengan lembut, sebelum akhirnya Arinna merasa tubuhnya terangkat dan sudah berada dalam gendongan Marvin.
Dengan hati-hati Marvin meletakkan Arinna pada bathtub yang sudah terisi air hangat, ia mendengar Arinna berdesis kecil.
Keduanya bertatapan, saling melempar senyum manis satu sama lain hingga pada akhirnya Marvin semakin mendekati wajah Arinna dan mencium bibir sang calon istri dengan perlahan, Arinna membalas ciuman Marvin kemudian tak selang berapa lama ia melepas ciuman mereka dan berakhir saling melempar senyum kembali.
"Aku akan menyiapkan sarapan untuk kita. Kau mandi dulu saja, nde?"
"Kau yakin?"Tanya Arinna, sedikit ragu saat mendengar Marvin memutuskan untuk membuatkan sarapan.
Pasalnya Yasmine bercerita pada Arinna bahwa Marvin itu masih buruk dalam urusan dapur, lelaki itu hanya mahir menggunakan senjata, membenarkan mesin motor dan mobil yang rusak, dan berkelahi. Selebihnya itu diluar kuasa seorang Marvin Kim.
Melihat raut ragu Arinna membuat Marvin mengerti, ia tertawa kecil dan tangannya mengusap kepala calon istri cantiknya ini dengan penuh sayang. "Aku bisa membuat pancake dan salad, tenang saja. Aku pergi ke dapur dulu, jika kau membutuhkan sesuatu berteriaklah"
Marvin mengedipkan sebelah matanya pada Arinna dengan genit, kemudian menutup pintu kamar mandi dan pergi.
Arinna hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Marvin.
---
Arinna tersenyum melihat pantulan tubuhnya yang kini memutuskan untuk memakai kemeja hitam milik Marvin, ukurannya begitu besar ditubuh Arinna. Namun ia tidak memiliki pilihan lain karena baju miliknya entah mengapa robek.
Kadang Arinna bertanya-tanya bagaimana bisa Marvin merobek bajunya.
Tapi itu bukanlah masalah besar, kemeja milik Marvin sangat hangat dan nyaman. Arinna merasa puas dan memutuskan untuk menghampiri Marvin yang masih berkutat di dapur.
Tubuh tegap nan tinggi itu sedang berdiri membelakangi Arinna. Kepala Marvin nyaris menyentuh lemari sehingga lelaki itu sedikit menundukkan kepalanya agar tidak terantuk.
Arinna mengulum senyum tipis, ia berjalan perlahan kemudian langsung memeluk tubuh Marvin dari belakang dengan erat. "Wah, aku bisa mencium aroma pancake nya saat turun."Ujarnya, ia bersandar nyaman pada punggung lebar Marvin.
Marvin tersenyum, merasa hangat saat Arinna memeluk tubuhnya yang sengaja tidak memakai baju alias telanjang dada. "Benarkah? Wah, sepertinya aku harus mengikuti audisi memasak."Jawabnya dengan jenaka, seketika ia bisa mendengar kekehan kecil Arinna dibelakangnya.
"Silahkan jika kau percaya diri."Jawab Arinna dengan ringan.
Arinna melepaskan pelukannya dan berjalan menuju meja makan, sementara Marvin berjalan mengikuti sembari kedua tangannya memegang sepiring pancake dan satunya lagi salad buah.
"Sarapan hari ini, jika kau tidak kenyang, makan saja aku."Goda Marvin sembari menarik turunkan alisnya pada Arinna, berniat menggoda sang pujaan hati.
Arinna menggelengkan kepalanya, ia memberikan piring kosong pada Marvin kemudian menaruh pancake yang sudah ia potong pada piring milik sang calon suami.
"Bagaimana? Enak?"Tanya Marvin saat ia melihat Arinna mulai menyicipi pancake buatannya.
Arinna mengangguk sebagai jawaban, kemudian mengusap tangan besar Marvin yang bertengger diatas meja. "Daddy Kim sangat pandai membuat pancake, haruskah aku memberikanmu hadiah?"
Arinna menatap intens Marvin yang kini sedang berpikir mencari jawaban, lelaki itu kemudian tersenyum penuh arti dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Hadiahnya, makan saja aku."Bisik Marvin dengan senyumannya yang masih terpatri untuk Arinna.
Terlihat menggoda, Arinna bahkan tahu apa yang Marvin maksud.
TBC.
Wah, waduh.
Maaf lama update karena ada something, makasih udah baca chapter ini! Yang bilang chapter nya pendek aku slepet kamu pakai parang (canda)
Love y'all!
-orang
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Mommy || Winrina (✓)
Fanfiction"Mommy! Mommy!" "Hm?" Arinna Lawson dibuat kebingungan saat seorang bocah perempuan menarik-narik jas yang ia kenakan sembari memanggil dirinya dengan sebutan "Mommy" winrina fanfiction. warn! genben!