Semalam Dian menonton drama seperti biasa, namun ditengah waktu santai nya dia merasa ada sesuatu yang aneh tapi ia tidak mengerti dimana letak keanehan itu. Berulang kali bahkan sampai pagi pun Dian masih berusaha menemukan apa yang mengganggu nya sejak semalam, seolah ada yang hilang dan menyakitkan Dian jadi bingung sendiri.
Sekarang ia tengah mengerjakan pekerjaan yang baru saja diberikan oleh bos nya, butuh fokus yang penuh agar pekerjaan ini selesai tapi Dian tidak bisa mengontrol perasaan nya sendiri. Berulang kali ia memukul dadanya yang sakit, mengharapkan rasa sesak itu agar segera hilang namun tak kunjung pergi. Gadis itu menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan, masih mencoba menenangkan diri, memikirkan hal-hal baik yang biasa nya akan mengobati resah. Semua sia-sia ketika Dian mulai merasakan keringat dingin menetes dipelipis, kedua telapak tangan nya pun berkeringat. Udara disekitarnya terasa sangat menusuk, Dian kedinginan padahal pakaian nya tertutup.
Mencoba berdiri mengambil cardigan, Dian nyaris terjatuh akibat lemas yang mendera kedua kaki. Perempuan itu merasakan getaran ditubuhnya semakin hebat, ia tak mampu menjangkau cardigan justru terduduk lemas dilantai yang dingin. Dian berharap tidak ada orang yang melihat betapa menyedihkan dirinya ketika sedang mengalami serangan panik, hal ini sudah sering terjadi meski tak ada pemicu yang pasti.
Ia memeluk diri sendiri sangat erat, memberikan kekuatan pada tubuh yang rapuh itu untuk kembali kuat, mereka tidak punya waktu untuk menjadi lemah. Kenyataan yang sering menyakiti perasaan berhasil menjadikan Dian seperti ini, wanita muda yang malang karena tanpa ia sadari air mata berjatuhan. Segala kenangan buruk yang dia alami di masa lalu kembali bermunculan, tanpa diminta ia menghantam kuat hati Dian yang hancur, menyisakan rasa takut yang teramat mengerikan.
Semalam semuanya baik-baik saja, hingga sebuah pesan datang mengejutkan.
Seolah menyadari penyebab serangan paniknya, Dian mengulang lagi ingatan isi dari pesan tersebut. Memori ingatan nya sebagian telah terhapus, Dian melupakan semua hal menyakitkan sehingga sering kali menjadi pelupa. Walau tak semua nya terlupakan, setidak nya ada bagian yang memang tak mau ia ingat.
Dian memejamkan mata, mengembalikan bayangan semalam. Membaca isi pesan itu seolah masih didepan mata, menahan isakan yang mulai menggumpal ditenggorokan sampai terasa perih.
Pikirannya kacau, tubuh dan jiwa nya terguncang, Dian melawan kegilaan dan nafsu ingin mengakhiri hidup secepat mungkin dengan tetap menyadarkan diri. Ia tak mau menyerah sekarang, tak peduli sekeras apa rasa kecewa meninggalkan trauma, ia ingin tetap hidup. Dian hanya mau hidup berjalan semestinya, hanya ingin hidup layaknya manusia normal. Hanya ingin kehidupan yang layak, hanya ingin bertahan sampai batas waktu yang telah ditentukan.Tubuh ringkih itu jatuh terkulai dilantai, wajah pucatnya tak bisa menutupi betapa mengerikan serangan rasa sakit itu menghancurkan Dian secara perlahan. Dan di waktu yang sama, seseorang berhasil menerobos masuk kedalam ruangan lalu meneriakkan nama Dian.
Sebelum kesadaran nya benar-benar hilang, Dian tahu kalau di dunia ini masih ada yang peduli dengan nya. Bukan karena terpaksa, namun ketulusan yang begitu besar.
Dian tahu kalau dirinya masih dibutuhkan untuk tetap hidup, mata nya mulai tertutup rapat, semua menjadi gelap gulita. Dian berhenti bernafas sejenak, tubuhnya ringan ketika diangkat.
Pelukan yang semestinya ia rasakan disaat seperti ini, justru teriakan panik yang menggema ditelinga. Ya, paling tidak Dian benar-benar diperjuangkan untuk tetap bertahan ditengah kekacauan dirinya sendiri.
Seseorang mengelus wajah lalu membisikkan kata-kata yang sejak dulu ingin ia dengar.
Harapan agar ia selalu kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day I Left
General FictionCerita ini hanya karangan tak pasti, tiada akhir yang bahagia untuk kisah yang tragis.