11

19 5 2
                                    

Saat pertama kali aku melihat dia duduk disana, jantungku berdebar tak menentu. Rasanya semua pusat duniaku berada disana, seakan mataku hanya tertuju kepadanya tanpa bisa ku arahkan ke tempat lain.

Dia yang selalu diam, wajah yang tidak pernah menunjukkan ekspresi apapun selain kesedihan yang entah mengapa bisa kurasakan. Dadaku selalu berdebar kencang kala menatap matanya yang sendu, sinar sendu yang terpancar dari kedua matanya terus mengingatkan ku pada kehampaan hidup yang tiada berujung. Dia yang kupikir mudah untuk diraih, namun tak kunjung ku dapatkan.

Tembok yang ia bangun terlalu tinggi dan tak mampu ku naiki, dirinya yang terlihat angkuh namun begitu rapuh, dia yang selalu melamun dalam kesunyian tanpa sadar mengajakku untuk menyelami betapa dalam luka yang tersembunyi dibalik kediaman itu.

Aku yang selalu berharap bisa menembus kedinginan hatinya, sampai akhir pertemuan kami justru tak bisa menggenggam tangannya.

Aku menyukainya, tatapan dingin yang dia miliki menyihir pikiran ku, raut wajah nya yang sendu, dia yang tidak pernah bicara pada siapapun selain dosen kampus, dia sangat mempesona dimataku.

Aku selalu bernyanyi, bukan untuk menghibur teman-temanku, melainkan untuk menghibur dirinya yang terlihat sangat kesepian tanpa seorang pun disisinya. Aku selalu melontarkan candaan yang kuharap bisa mengajaknya tersenyum, aku yang selalu tertawa keras agar dia tahu bahwa hidup begitu indah untuk dijalani, namun yang kudapat hanya pandangan semu penuh bayangan gelap.

Aku sudah menginginkan dia dalam hidupku sejak hari pertama menginjakkan kaki disini, entah dia mengenalku atau tidak, entah dia mengetahui namaku atau tidak, yang jelas aku selalu mencari tahu tentang dirinya.

Aku tahu dia tinggal bersama keluarga nya, aku tahu dia selalu pulang larut malam karena bekerja paruh waktu di warung makan pinggir jalan, aku tahu dia pernah nyaris pingsan karena kelaparan, aku tahu semua nya. Dia menjalani hari yang begitu berat, aku ingin sekali mengajaknya bicara dan membuatnya bercerita kepadaku tentang beban yang dia pikul sendirian, tapi aku takut dia menolakku. Bayangan ditolak olehnya membuatku ragu, aku tak mau penolakan itu justru membuatku menjauh. Aku ingin selalu melihat nya, meski tak bisa mendekat.

Aku ingin sekali mengatakan padanya untuk beristirahat, tapi aku takut dia menatap aneh kepadaku. Perasaanku, hatiku bahkan debaran jantung ini hanya miliknya.

Aku belum pernah merasakan perasaan yang seperti ini, meski sudah pernah menjalin hubungan dengan beberapa orang tapi dengan dia, aku merasa perasaan ini lebih dari sekedar ingin bersama. Hatiku ingin dia selalu berada dalam jangkauan ku, aku belum pernah melihat seorang gadis seperti dia selama hidupku.

Yang bahkan tidak berusaha menarik perhatianku namun mataku selalu tertuju padanya.

Aku selalu bermain dengan teman-teman ku disini, karena aku tahu dia selalu duduk disana.
Aku selalu memakai pakaian sederhana agar dia tidak perlu menyadari betapa besar rasa inginku disapa olehnya.

Dia tak tahu bahwa diam-diam aku menyimpan gambarnya, mencuri foto dari nya di berbagai kesempatan. Dia tidak cantik seperti gadis yang pernah bersama ku, dia tidak memakai pakaian mahal dan berdandan, namun aku justru menyukai itu semua.

Dia terlihat sangat mengagumkan, dia juga bukan orang yang memiliki segudang prestasi tapi entah mengapa, daya tariknya melebihi magnet.

Aku sudah jatuh hati padanya, sejak hari pertama kami berpapasan. Dia mungkin tak ingat, dia juga tak akan sadar bahwa pertemuan kami sangat menyenangkan.

Dia adalah pasangan ku saat dihukum oleh senior dulu, kami terlambat setengah jam dari acara ospek.

Hari itu, dia berkeringat dengan wajah yang sangat pucat. Aku memberinya air minum dan dua bungkus roti favoritku, aku harap dia juga suka, meski setelah itu kami tak pernah lagi terlibat obrolan.
Aku tak berhenti mencoba menarik perhatian nya, aku selalu menaruh makanan dimeja nya, air minum bahkan materi yang perlu dia pelajari, aku berusaha membantunya tanpa ia sadari.

Aku hanya tak ingin melihat dia kelelahan setelah semalaman begadang karena pekerjaan, aku hanya tidak mau dia kesusahan menjalani hari-hari nya.

Berkat dirinya, aku setuju menerima tawaran orangtua ku untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, meski berat karena tidak disini lagi. Tapi tekad ku sudah bulat, keberhasilan ku nanti akan membuktikan bahwa dia adalah semangatku untuk menyelesaikan pendidikan.

Mencari pekerjaan yang layak, membuat buku tabungan, membangun usahaku sendiri dan mencarinya lagi untuk kujadikan pendamping hidupku.

Mungkin orang akan berpikir bahwa aku bodoh, atau terlalu naif. Tapi ini soal cinta, soal perasaan.

Ardianti Kusuma, nama nya begitu indah dan sudah ku ukir dalam hati dan pikiranku.

Dia adalah cinta pertama yang membuatku mempunyai tujuan hidup, dia adalah orang yang membuatku merasakan bahwa kehidupan ini perlu dijalani walau dirimu sendiri telah hancur.

The Day I LeftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang