"Sorry, Al. Aku benar-benar gak tahu kalau mama kamu punya keingingan seperti itu." Yeri meletakkan dua kaleng minuman dingin ke atas meja, sekarang mereka sedang keluar karena perintah ibu Aldo yang menyuruh keduanya untuk jalan-jalan sebelum Aldo kembali ke pekerjaan nya. Raut wajah Yeri benar-benar menyesal, Aldo tahu apa yang gadis itu rasakan.
"Aku yang seharusnya minta maaf, mama berharap gitu karena melihat kita masih berhubungan baik. Aku harap kamu gak terbebani karena permintaan mama."
Yeri membuka minuman nya, sambil menatap Aldo yang kini serius melihatnya.
"Aku ngerti, tapi aku harap kamu juga paham kalau kita udah gak mungkin sama-sama apalagi menikah. Itu bukan rencanaku, kembali ke kamu sama saja mengulang cerita lama yang akhirnya tetap sama. Kamu ngerti maksudku kan?"
Aldo mengangguk, mereka sudah memutuskan untuk berakhir dan kembali bersama memang tak ada dalam remcana hidup kedua nya. Memaksakan apa yang tidak semestinya akan menghancurkan mereka.
"Kamu tahu kalau mamaku bukan orang yang mudah melupakan, semua tentang kamu sempurna dimatanya. Tidak mudah untuk aku mengenalkan orang baru setelah kamu, walau pun begitu bukan berarti dia tak bisa menerima orang lain sebagai menantu. Mama cuma butuh waktu."
Yeri tersenyum tulus kepada Aldo, benar kata orang jika kamu mencintai anak nya maka harus mencintai juga kedua orangtua nya. Dan sekarang bukan Aldo yang susah melupakan nya melainkan ibu lelaki itu, Yeri pun sama. Ibu Aldo sangat baik kepadanya, selain itu juga dia sangat memahami kesusahan Yeri. Selama Aldo tidak disini, wanita itu selalu bertanya kabar dan tidak segan mengirimkan makanan atau hadiah untuk Yeri. Sebaik itu memang ibu Aldo, dan Yeri juga berkesan dihatinya.
"Artinya, kamu sudah punya orang lain yang ingin dikenalkan tapi terhambat karena aku?"
"Tidak, aku memang belum punya keberanian mengenalkan nya. Ada sedikit masalah yang menghalangiku melakukan nya."
Yeri meraih tangan Aldo dan menepuk pelan, memberikan semangat.
"Apapun masalahnya, aku doakan semoga kalian menemukan jalan keluar. Terutama kamu, aku selalu berharap kamu mendapatkan kebahagiaan. Bohong kalau aku bilang sudah melupakan perasaan ini sepenuhnya untuk kamu, aku masih mencintai kamu, sulit mencari pasangan lagi juga karena kamu. Tapi ya, aku juga tidak mau kembali sama kamu karena memang tak ada ruang untuk kita lagi."
"Kebahagiaan kamu adalah penebusan rasa bersalahku karena sudah memilih berpisah, jadi apapun yang sedang kamu hadapi saat ini, aku akan mendoakan yang terbaik untuk kalian. Setelah ini aku akan menjaga jarak dengan mama kamu, bukan karena tidak sayang tapi aku tak mau jadi perbandingan untuk calon istrimu nanti."
Aldo terharu dengan sikap Yeri yang begitu terbuka, dia sangat dewasa sekarang. Berbeda dengan gadis belasan tahun yang dulu Aldo cintai, sifat egois dan keras kepala Yeri sepertinya sudah tidak separah dulu. Meski ia memiliki keburukan, Yeri memang bukan orang jahat. Dia sangat baik, Aldo tak punya alasan untuk membenci apalagi memutuskan hubungan pertemanan mereka. Semua yang dimulai dengan cinta, tidak harus berakhir ke pelaminan. Mereka bisa menjadi teman bicara.
"Terima kasih, kamu memang mantan terbaik."
Yeri melepaskan tangan nya dan menatap Aldo malas, kata mantan terdengar menggelikan. Dia lebih suka disebut teman dari pada mantan. Entahlah, aneh saja, dirinya sudah menjadi independent woman dan gelar mantan membuat nilai diri Yeri menurun seketika.
"Aku lebih suka disebut teman terbaik dari pada mantan, kamu merusak citra ku." Ia tak bisa menyembunyikan raut kesal, Aldo tertawa. Yeri belum berubah sepenuhnya, dan hal itu membuat Aldo merasa geli menertawakan sikap gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day I Left
General FictionCerita ini hanya karangan tak pasti, tiada akhir yang bahagia untuk kisah yang tragis.