Kata mereka, cinta itu buta.
Aku tidak begitu percaya apa itu cinta, karena dari apa yang kulihat dan kurasakan, cinta memang seburuk itu. Dan aku tak berharap untuk merasakan nya.
Dulu aku pernah jatuh cinta, untuk pertama kali dalam hidup aku merasakan cinta dan semangat dalam menjalani hari-hari melelahkan. Namun setelah sekian lama, aku kembali tidak mempercayai bahwa cinta akan membawa kebahagiaan untukku.
Sudah lima tahun terlewati, dan sampai detik ini aku tidak pernah lagi mendengar berita tentang dia. Laki-laki yang dulu pernah singgah dihatiku tanpa sempat ku miliki, aku ingat bagaimana dia tersenyum. Senyuman yang bahkan tak pernah tertuju padaku, caranya bicara, ketika dia tertawa bahkan saat aku merasa dialah yang terbaik, semua itu tak pernah menjadi milikku.
Kami tak pernah berbicara, aku mungkin melupakan sesuatu. Entah mengapa seolah ada yang hilang diantara kami, aku tak menemukan apapun.
Aku cukup memandanginya dari kejauhan, tak pernah ingin terlihat apalagi terlibat urusan dengan nya.
Dia bagaikan langit pada siang hari yang cerah, langit senja yang gemerlap kejinggaan, langit malam yang penuh bintang.
Aku bukan tandingan nya, aku bukan pilihan dari sekian banyak nya alasan untuk memilih. Aku tidak pantas untuk siapapun, belajar mencintai dan mengikhlaskan dirinya adalah satu hal yang berbeda yang pernah ku pelajari. Semua hal yang berkaitan dengan hati tidak selalu berhasil, ada kalanya kita harus mengalah demi logika yang sehat.
Malam ini aku merindukan suara merdu nya ketika bernyayi, jemari yang lincah saat memainkan gitar, tatapan matanya yang tajam memanah jantungku hingga sulit dilupakan rasa bahagia ketika kami tak sengaja saling menatap.
Dia selalu bernyanyi ketika selesai mengerjakan tugas yang melelahkan, bagaimana aku tahu, kami pernah satu kelas lalu aku memilih waktu lain agar tidak berjumpa dengan nya terlalu sering. Aneh memang, tapi demi kesehatan jantungku, aku rela menghilang dari hadapan nya.
Aku ingat, saat itu kelas tengah sepi dan hanya ada beberapa orang saja didalamnya. Termasuk diriku yang mencoba tenang duduk disudut ruangan, aku menatap keluar jendela berharap dia tak pernah menyadari kehadiranku disana.
Merasakan hembusan angin yang menerpa wajahku, rasa sejuk yang menenangkan. Aku suka hari itu, dia membawa gitar kesayangan nya.Salah satu teman nya meminta agar dia bernyanyi untuk menghilangkan stres akibat tugas yang menumpuk, aku mendengar dia menolaknya. Tak berhenti karena penolakan, teman nya sekali lagi menyakinkan bahwa mereka benar-benar membutuhkan hiburan. Aku penasaran dengan reaksinya, aku ingin sekali menoleh kearah nya namun aku menahan diri.
Mereka bertepuk tangan riuh, memaksa dia untuk bernyanyi sambil memainkan gitar.
"Oke oke, gue nyanyi tapi nanti lo traktir gue makan siang ya."
Hatiku bergetar hanya dengan mendengar suaranya, suara yang sangat indah ditelingaku.
"Deal, makan siang bonus makan malem deh."
Ada keheningan sebelum ia memetik gitar, kemudian yang kudengar hanyalah suara alunan merdu dari alat musik yang dia mainkan. Perasaan ku semakin tenang dan menyenangkan berada disini, aku sangat menikmati permainan nya sehingga tanpa sadar tersenyum.
Dia bernyanyi, aku semakin ingin melihat raut wajah nya. Tapi tak dapat ku lakukan karena malu tertangkap basah, aku meremas kuat kedua tanganku. Keinginan itu semakin besar, sampai aku sendiri tak kuasa menahan lebih lama lagi.
Ketika aku menoleh kearahnya, aku tahu bahwa dia juga sedang menatapku.
Bertepatan dengan lirik lagu yang dia nyanyikan seolah mengatakan bahwa cinta yang begitu besar tertuju untukku seorang.
Desiran aneh yang nyata membawaku terbang menjauh dari tanah, melayang ke angkasa dimana hanya ada kami berdua. Rasa bahagia yang meliputi semesta kami berdua, sungguh tak pernah terbayangkan seperti ini sebelum nya.
Aku melihat matanya yang semakin dalam menatapku, senyum diwajahnya, gerakan tangan yang tiada henti memainkan gitar juga bibir yang terus bernyanyi.
Andai saja, hari itu aku membalas tatapannya lebih lama mungkin sensasi menyenangkan nya akan lebih terasa.
Hanya saja, aku merasa itu tidak baik untukku. Aku bukan satu-satu nya orang yang pantas dicintai, lagu yang dia nyanyikan bukan untukku. Dan kami tak pernah bicara satu sama lain, meski pernah berhadapan bukan berarti kami saling mengenal.
Mungkin cuma aku yang mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day I Left
General FictionCerita ini hanya karangan tak pasti, tiada akhir yang bahagia untuk kisah yang tragis.