Suasana rumah yang tidak terawat itu sudah jelas menunjukkan kalau sudah tidak ada penghuni lagi disana, tapi Aldo tetap memaksakan kaki nya melangkah mendekat.
Rumput yang sudah setinggi lutut, tanaman kering dalam pot serta sarang laba-laba bertebaran di plafon rumah.
Lelaki itu tidak menyerah meski sudah menemukan kenyataan bahwa penghuni rumah telah tiada sejak lama, hingga ia melihat ada beberapa orang lewat. Dan menyapa mereka dengan begitu ramah.
"Permisi bu, mau numpang tanya. Ini yang punya rumah kemana ya? Keliatan nya sudah lama ditinggal."
Dua orang wanita paruh baya itu menatap penampilan Aldo dari atas hingga bawah, tidak ada yang aneh dari tatapan mereka tapi Aldo merasa tidak enak saja.
"Mas nya siapa ya?" Salah satu dari mereka menjawab, tapi yang satu nya lagi justru mengajak pergi buru-buru.
"Nanti dulu, kasian kalo keluarga nya."
"Aduh, biarinlah nanti juga cari tahu sendiri."
Mereka berdua berdebat beberapa saat, hingga yang Aldo dapatkan hanya kebingungan.
"Maaf mas, tanya yang lain aja. Kita gak tahu apa-apa soal yang punya rumah."
Belum sempat pria itu bertanya lagi, ibu berambut pendek itu sudah menarik pergi teman nya. Aldo semakin aneh dengan gerak-gerik mereka, ada apa sebenarnya. Kenapa dua orang itu enggan memberitahu, padahal pertanyaan tidak menjurus ke hal-hal sensitif.
Aldo menoleh kerumah itu lagi sebelum melangkah pergi, berharap ada orang lain yang mau memberitahu nya kemana gadis itu pindah.
Berjalan hingga sejauh ini demi sebuah jawaban tak membuat Aldo menyerah, bahkan dia meninggalkan mobil didepan rumah kosong itu.
Masih dengan semangat yang sama, lelaki itu akhirnya menemukan warung makan yang cukup ramai.Kebetulan dia merasa haus karena tak terasa hari sudah siang, Aldo pun membeli air mineral. Duduk dibangku panjang, ada empat orang bapak-bapak yang sedang asyik bermain kartu sembari ditemani gorengan, dua gelas kopi tampak kosong dan yang lainnya masih berisi setengah. Aldo meneguk habis air minum nya, mengelap keringat.
Wajah nya sedikit memerah, cuaca cerah dan sedikit panas.
Cukup lama ia memperhatikan para lelaki itu bermain hingga dari mereka sadar sedang diperhatikan.
"Orang baru ya mas?"
Aldo menoleh ke sumber suara, kemudian tersenyum ramah.
"Bukan pak, kebetulan lagi cari rumah teman lama tapi belum ketemu. Kayaknya sudah pindah."
"Mas nya bukan orang sini?"
"Asli nya orang sini, tapi sudah lama merantau. Baru kemarin balik lagi sini pak."
Pria berkumis tebal itu menganggukkan kepala.
"Pantesan, anak laki-laki kalo pulang dari rantauan yang dicari pasti teman lama. Emang dimana rumah teman nya mas, siapa tahu kenal."
Aldo tampak senang dengan perkataan bapak itu, setidaknya perjalanan nya hari ini membuahkan hasil walau tak kelihatan yang dicarinya.
"Itu pak, rumah yang diujung jalan sana. Dulu teman saya tinggal disana, Ardianti, bapak kenal?"
Aldo tidak tahu apa yang salah dari jawaban nya, seketika wajah keempat orang itu berubah dingin. Bahkan yang tadi ramah menegur nya sontak berdiri dan pergi begitu saja, diikuti tiga orang lain nya.
"Jah, nanti malam baru bayar ya."
Satu dari mereka berteriak kepada yang punya warung, lagi-lagi Aldo hanya bisa menatap bingung kepada mereka.
Tidak mengerti kenapa dengan semua orang disini.
Belum sempat ia bersuara, wanita si penjaga warung itu sudah mendahului Aldo bicara.
"Maaf ya mas, kelakuan orang-orang disini memang agak aneh."
Aldo yang mendengar itu sontak saja menjawab spontan.
"Ini sudah kedua kali saya ditinggalkan saat bertanya soal rumah itu, sebenarnya ada apa ya bu."
Perempuan berhijab itu hanya tersenyum canggung dan pamit masuk, lagi-lagi tak ada jawaban.
Aldo menghela nafas berat, ada apa?
Apa yang sebenarnya terjadi, apakah seserius itu sampai tak ada satu pun dari mereka yang mau memberitahu Aldo.
Ternyata, memang tidak semudah itu.
Aldo sudah salah menerka diawal perjalanan nya tadi, tidak ada yang mudah untuk mendapatkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day I Left
General FictionCerita ini hanya karangan tak pasti, tiada akhir yang bahagia untuk kisah yang tragis.