Suasana temaram di kamar rawat milik Dian tak menghentikan Aldo untuk terus menyisir rambut gadis itu, setelah minum obat dan mengganti pakaian kini Dian harus istirahat.
Sama seperti sebelumnya, Aldo akan bercerita banyak hal tentang pekerjaan, hari-hari sulit selama ia jauh dari keluarganya, makanan yang tidak disukai, dan beberapa teman kerja menyebalkan. Semua Aldo ceritakan, seperti tak ada habisnya energi pria itu untuk terus bicara meski tak ada jawaban. Ia melakukan itu semua agar Dian tahu kalau dirinya telah menyiapkan dunia nya, dan dunia itu telah siap menerima Dian.
"Aku mungkin terlihat bodoh dimatamu, tapi semua yang kulakukan semata-mata karena cinta. Aku sangat mencintai kamu, Di. Sampai aku takut ada rahasia lain yang tidak ku ketahui, aku ingin tahu semua tentangmu."
"Untuk sekarang tidak apa-apa hanya aku yang bercerita, lain kali jika kamu sudah percaya padaku, dan merasa bahwa aku adalah orang yang tepat tolong ceritakan semua yang kamu alami selama ini. Hal menyenangkan apa saja yang telah kamu lakukan, atau sudah berapa banyak laki-laki yang berusaha mendekati mu, aku tidak keberatan mendengarnya."
Aldo tertawa sendiri mendengar kalimat yang dia ucapkan, dia pasti akan cemburu kalau Dian benar-benar menceritakan semuanya.
Setelah merapikan rambut panjang Dian, Aldo menyimpan sisir juga peralatan lain yang tadi dia gunakan. Membersihkan rambut rontok yang berserakan dilantai, membuangnya kemudian kembali duduk disebelah Dian. Meraih tangan gadis itu sembari menggenggam nya, sampai kapan dia akan bertahan di kondisi seperti ini Aldo tidak tahu, yang jelas secepatnya dia mau memberitahu keluarganya soal keinginan untuk mempersunting Dian.
"Sudah malam, kamu tidur ya?" Ucap Aldo ditengah keheningan yang melingkupi mereka. Dian tak bergeming sedikit pun, matanya juga hanya fokus memandang satu arah. Aldo mengelus kepala wanita itu penuh kelembutan.
"Aku harus pulang, sebenarnya ingin sekali menemanimu tidur malam ini tapi ada hal yang harus ku lakukan."
Aldo memastikan sekali lagi tidak ada barang atau apapun yang bisa membahayakan nyawa Dian, lalu memindahkan kedua kaki Dian agar naik ke kasur. Tak lupa ia juga menyelimuti separuh tubuh Dian, namun sebelum ia berlalu, tarikan ditangan nya membuat Aldo terdiam cukup lama.
"Di. . Kamu. ."
"Aldo. . ."
Tubuh Aldo seperti disiram air dingin mendengar suara Dian memanggil namanya. Apakah ini mimpi?
"Kamu, Aldo?"
Mata Dian yang selalu tidak fokus pada objek apapun selama ini, kini justru menatap dalam kearah Aldo.
Gadis itu mengenalnya, dia juga ingat namanya.
Apakah ini yang disebut keajaiban?
Apakah Aldo bisa menyimpulkan jika usahanya tidak sia-sia selama ini?
"Ya, Di. Aku Aldo, kamu ingat namaku?"
Wanita itu semakin dalam menatap Aldo yang kini membalas genggaman tangan nya.
Dian menggelengkan kepala, membuat Aldo bingung sendiri.
"Ada apa, Di?"
"Aku tidak tahu kalau dalam kegelapan pun, kamu bisa hadir disini. Terima kasih, Al. Kamu telah menyelamatkanku sekali lagi."
Aldo termenung mendengar kalimat yang diucapkan Dian, dia tak menangkap maksud dari perkataan wanita itu namun ia berusaha mencerna nya dengan baik.
Dian melepaskan genggaman tangan mereka lalu berpaling membelakangi Aldo yang mematung.
Terdengar suara isakan menyedihkan ketika Aldo sadar Dian menangis.
"Aku tidak pantas dicintai, kenapa kamu mau memberikan harapan untuk orang putus asa sepertiku."
Dian sadar dengan apa yang dikatakan nya, perasaan sedih ketika ia tahu kalau suara yang selama ini ia dengar adalah suara dari lelaki yang dulu pernah ia cintai dengan begitu hebat.
Kenapa harus dalam kondisi seperti ini Aldo kembali ke hidup Dian.
Memalukan, tidak cukup untuk menjelaskan betapa besar rasa tidak percaya diri Dian.
"Dian..."
"Mulai besok jangan datang kesini lagi, aku tidak mau bertemu denganmu. Entah disini atau dikehidupanku selanjutnya, tinggalkan aku sendiri Al. Aku tidak pantas untukmu!"
Aldo merasakan tangan nya gemetar, bukan karena ia lemah namun disebabkan perkataan Dian barusan.
Apa yang gadis itu ocehkan sehingga kemarahan tiba-tiba saja meledak dalam hati Aldo."Aku gak ngerti apa yang kamu bicarakan, istirahat dulu malam ini. Besok kita pasti bertemu, dan banyak yang harus kamu katakan padaku setelahnya."
Dian menggelengkan kepalanya sekali lagi, tanda bahwa ia benar-benar telah mendengar dan sadar. Gadis itu telah kembali kedunia nyata, hanya saja bukan jawaban seperti ini yang ingin Aldo dengar.
"Tolong mengerti kondisiku, aku tidak mau menerima siapapun masuk dalam kehidupanku. Kamu. . . Tidak berhak memaksaku menerima mu disini."
Aldo ingin sekali menarik tubuh Dian agar menatap nya tapi semua itu akan semakin menyulitkan mereka nanti. Pria itu menahan segala ucapan yang hendak keluar, Dian masih butuh waktu untuk membaik. Bisa saja apa yang dikatakan nya barusan adalah halusinasi, ya, Aldo yakin itu.
Tak mau meneruskan percakapan yang melelahkan bagi Aldo, akhirnya lelaki itu memilih pergi. Sebelum ia benar-benar meninggalkan Dian, ia mencium kepala Dian penuh sayang.
Tidak akan ada yang bisa menolak Aldo, bahkan Dian sekali pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day I Left
General FictionCerita ini hanya karangan tak pasti, tiada akhir yang bahagia untuk kisah yang tragis.