3. Masa lalu

303 93 507
                                    

Malam ini di markas Resistance, seluruh anggota yang berjumlah ratusan itu sedang berkumpul menjadi satu.

"Al, jadi gimana hubungan kita sama Marvel?" tanya Zulva lalu meneguk satu gelas vodka.

Alka menghela napas. "Nggak tau, gue. Semenjak kejadian satu tahun lalu, Warior nggak pernah nunjukin batang hidungnya," jawab Alka.

Zulva manggut-manggut.

"Jaga-jaga," dua kata yang keluar dari mulut Alen membuat inti pasukan itu menatap Alen tak mengerti.

Alka mengerti apa yang dimaksud oleh Alen, "bisa jadi hilangnya mereka karena mau ngerencanain sesuatu," Alka menjelaskan.

Ariel menautkan alisnya. "Sesuatu?"

"Mungkin balas dendam," jawab Alka.

"Gue nggak tau persis gimana kejadiannya, 'kan waktu itu gue ikut ortu ke Bali," ucap Abim.

"Bocil mana paham," ejek Bagas.

Bagas berdecak. "Ck! 'Kan Zian yang salah, kenapa mereka harus balas dendam?"

"Zian udah tenang, begitu pun nyokap lo, Al. Ikhlasin apa yang udah terjadi, kalo emang suatu saat mereka dendam, kita harus selesain secara baik-baik," bijak Zulva panjang lebar.

Alka tersenyum tipis, mengingat kepergian sang Ibu tercinta membuat hatinya teriris, apalagi mamahnya pergi karena temannya sendiri, "Gue cabut." Pamit Alka lalu meraih kunci motornya yang berada di atas meja.

Kelimanya menatap nanar kepergian Alka. Ini yang tak mereka sukai dari Alka, terlalu terperosok jauh kedalam masa lalu, membuat ia terpuruk di saat masa lalu itu kembali diungkap. Sering kali di saat setelah berziarah ke makam sang Ibunda, ia akan mengurung diri di kamarnya, entah apa yang ia lakukan, tapi yang jelas tidak ada siapapun yang bisa membujuk Alka untuk keluar terkecuali ia sudah merasa tenang

*****

"Pah," panggil Alka pada papahnya yang tengah menonton siaran berita televisi.

Bastian -sang papa- menatap anak laki-lakinya, lalu mengajak ia untuk duduk bersama. "Kamu udah pulang, Al. Sini duduk sama papah."

Alka menurut, ia duduk di samping Bastian. Ia terdiam ikut menonton siaran berita. Namun, pikirannya tak tertuju pada apa yang ia lihat.

"Kamu kenapa? Mukanya kusut gitu?" tanya Bastian yang menyadari raut wajah Alka.

Alka menghela napas berat seakan-akan banyak sekali beban yang menimpa dirinya. "Papah nggak akan nikah lagi, 'kan?" tanya Alka.

Bastian terdiam menyaring pertanyaan anaknya barusan. Sedetik kemudian ia tertawa, membuat Alka mengerutkan keningnya bingung. "Lucu kamu, Al. Ya nggak lah!" jawabnya.

Jawaban papahnya membuat Alka lega mendengarnya, "Alka kangen Mamah, Pah?" ucap Alka sendu.

Bastian menatap putranya dengan sorot mata yang hangat. Ia sangat mengerti apa yang dirasakan anaknya. Walaupun sudah 1 tahun berlalu tetapi tetap saja, tragedi itu masih sangat menyakitkan untuk diingat, "besok sore kita ziarah," putus Bastian.

Alka tersenyum lalu mengangguk.

Bastian menepuk pundak Alka. "Ketua genk motor kok galau," ejek papahnya berusaha mencairkan suasana.

Alka memutar bola matanya malas lalu beranjak berdiri. "Alka mandi dulu, Pah." Pamitnya yang dibalas anggukkan oleh Bastian.

"Oh ya Pah. Apa Papah masih kerja sama sama perusahaannya Om Caisar?" tanya Alka yang baru menginjakkan kakinya di anak tangga pertama.

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang