22. Basi

114 43 48
                                    

Sudah hampir satu bulan hubungan Alka dan Raza berjalan dengan manis tanpa ada masalah apapun. Dan Raza mulai menyadari bahwa Alka memang benar-benar mencintainya. Jadi tak ada alasan lagi untuk Raza benar-benar menghentikan misi balas dendamnya. Tetapi, ia masih belum memberi tahu kepada Lyo bahwa dirinya sudah menjalin hubungan dengan Alka dan itu tulus dari hatinya.

"Mau masuk dulu?" tanya Raza pada Alka yang baru saja sampai di depan rumah Raza.

Kini sudah menjadi rutinitas Alka untuk antar-jemput sang Ratu di hatinya. Dan itupun harus mendapat persetujuan dari Raza sendiri. Raza tidak selalu memberi izin pada Alka yang ingin menjemputnya setiap hari. Hanya beberapa waktu saja jika Raza malas untuk menyetir motornya sendiri.

Alka menggeleng seraya melepaskan helm yang Raza pakai. "Lain kali aja."

"Al?" panggil Raza ragu.

"Hm." Jawab Alka sambil menaikkan satu alisnya.

"Lo... Kenapa nggak pernah tanya-tanya soal kehidupan gue ataupun masalalu gue?" tanya Raza penasaran karena selama mereka bersama, Alka tidak pernah bertanya soal kehidupan Raza yang sesungguhnya.

Alka tersenyum hangat. "Itu hak lo, Za. Gue nggak berhak atas itu semua. Kalo lo mau cerita, gue bakal seneng. Dan kalo emang lo mau nutup jati diri lo ataupun masalalu lo, gue hargai itu. Mungkin itu emang privasi buat lo," jawab Alka tulus.

Jawaban Alka membuat hati Raza terenyuh. Masih pantaskah ia menutupi semua kebohongan yang terjadi selama ini. Tetapi, ia takut jika semuanya terbongkar, maka ia akan kehilangan Alka. Bisa jadi tidak hanya Alka, bahkan seluruh sahabatnya.

"Udah sana masuk, istirahat! Kalo mau pergi izin dulu!" cecar Alka.

"Iya deh si paling pocecip," ejek Raza lalu mendapat cubitan halus di pipinya, dan ia hanya tertawa ringan.

"Gue pulang dulu." Pamit Alka.

Raza mengangguk. "Hati-hati, Al."

Alka tersenyum lalu kembali memakai helmnya dan melenggang pergi meninggalkan perkarangan rumah Raza.

"Assalamu'alaikum," salam Raza saat memasuki rumah.

"Wa'alaikumsalam, Nak," jawab Caisar yang sedang membaca koran ditemani dengan secangkir kopi hangat di ruang tamu.

"Loh, Papah nggak kerja?" tanya Raza yang kini mencium tangan Caisar lalu mengambil posisi duduk di samping sang Papah.

Caisar menggeleng. "Males."

Raza terkekeh mendengar jawaban Caisar. Semenjak kedaian dirinya diculik oleh Kenzo, kedua orang tuanya sering sekali tidak berangkat bekerja dengan alasan malas.

"Mamah?" tanya Raza.

"Tuh, lagi nyiapin makan siang," jawab Caisar.

Raza mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Pah," panggil Raza lagi.

Caisar menoleh menatap sang Anak. Menunggu apa yang akan diucapkan Raza.

"Raza... Berhak jatuh cinta lagi, 'kan?" tanya Raza dengan hati-hati.

Caisar menutup korannya dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia tersenyum kepada putrinya. "Nak. Siapapun berhak untuk jatuh cinta, termasuk kamu. Apalagi sekarang Zian udah nggak ada. Kamu harus ikhlas, dan kamu berhak untuk mencari pengganti Zian."

"Tapi, Pah__"

"Dendam?" Caisar memotong ucapan Raza.

Raza terkejut. "Papah tau?"

Caisar mengembuskan napas berat. "Za, Papah tau, motivasi kamu pindah sekolah untuk balas dendam, 'kan? Papah tau semuanya, Nak."

"Maafin Raza, Pah," ucapnya menyesal dengan kepala menunduk.

"Sekarang Papah tanya. Apa balas dendam kalo sudah terbalaskan bakal buat Zian hidup lagi? Bukannya tenang yang ada Zian malah kecewa sama kalian!" cecar Caisar.

Raza hanya bisa mengembuskan napas, ia tidak tahu harus berbicara apa.

"Ikhlas, Nak. Semuanya udah takdir, udah ada yang ngatur," tutur Caisar memberi bimbingan pada sang Anak agar bisa mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.

"Pah, tapi Abang__"

"Ikut gue!" ucapan Raza terhenti karena Lyo tiba-tiba datang dan menarik tangannya.

Caisar hanya menatap hampa kepergian kedua anaknya. Sebenarnya ia tidak suka ikut campur terhadap urusan anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Tetapi, kali ini ia harus turun tangan, tapi tidak sekarang. Apalagi Lyo yang memiliki sifat keras kepala.

"Apaan sih, Bang?!" kesal Raza saat mereka sudah berada di kamar Lyo.

Lyo mendorong tubuh Raza, hingga Raza terduduk di tepi ranjangnya.

Lyo bersedekap dada, menatap Raza penuh selidik seakan Raza baru saja mencuri. "Suka lo sama Alka?"

Iya, Bang. Gue suka sama Alka. Bahkan cinta.

"S-suka? Gila lo! Ya nggak mungkin lah!" jawab Raza gugup.

"Terus tadi apa yang lo bahas sama Papah?" Lyo benar-benar mengintrogasi adiknya.

"Cuma bahas soal Zian aja. Emang ada gue ngomong kalo gue suka sama Alka?" Raza balik bertanya.

"Tadi lo tanya ke Papah, Pah Raza berhak jatuh cinta lagi 'kan? Gitu!" Lyo masih belum percaya pada Raza.

"Gue cuma tanya doang, basa-basi!" jawab Raza asal karena ia tak tahu harus menjawab apa.

Lyo terkekeh. "Basa-basi yang teramat basi!"

Raza hanya memutar bola matanya malas.

"Lo bener nggak suka sama Alka, 'kan?" tanya Lyo memastikan

"Enggak, Bang! Percaya sama gue!" Raza berusaha untuk meyakinkan Lyo.

Lyo menatap Raza lekat-lekat seakan mencari-cari apakah ada kebohongan di mata Raza. Lalu mengangguk. "Oke. Gue percaya! Buat dia jatuh cinta sama lo, abis itu hancurin dia sehancur-hancurnya!" ucap Lyo dengan senyum yang teramat lebar.

Raza hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

Maafin gue, Al.

*****

Malam hari yang tidak terlihat cerah sangat menggambarkan bagaiman suasana hati Raza saat ini.

Raza memilih untuk duduk di balkon kamarnya guna menghirup angin malam. Lebih tepatnya ia sedang termenung. Sesekali ia menghela napas berat seakan tengah menanggung beban yang amat berat dalam hidupnya.

Kepala Raza terangkat, ia menatap langit malam yang sangat gelap, sepertinya akan turun hujan.

"Gue janji, suatu saat nanti gue bakal ungkap semuanya. Untuk sekarang, maaf gue nggak berani," lirih Raza dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata.

"Maafin aku, Zian... Ini semua salahku," air matanya pun jatuh saat ia memejamkan matanya.

"Gue terlalu takut, Zian! Gue pengecut!" makinya pada dirinya sendiri, dan semakin membuat air matanya mengalir deras.

"Sorry," ucapnya parau lalu mengusap air matanya dan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar karena rintik hujan mulai berjatuhan.

*****

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang