34. Menjemput Raza pulang

89 8 8
                                    

~sahabat adalah kata yang sangat tepat untuk bersembunyi para penghianat~

*

"Jangan berulah lagi, Meta!" bentak lelaki yang sudah berkepala empat itu, ia adalah sang Papah.

Meta dibuat bergetar dengan bentakkan papahnya, ia terus menundukkan kepalanya tidak berani menatap papahnya yang kini menatapnya dengan tatapan nyalang.

"Maafin, Meta, Pah," ucapnya penuh penyesalan.

"Papah nggak tau apa yang udah kamu lakuin, tapi kenapa Pak Caisar sampai menurunkan pekerjaan papah, hah?!" emosi papah Meta benar-benar sudah membuncah. Usapan sang istri di pundaknya pun sama sekali tidak bisa menenangkannya.

"Jujur sayang, sebenarnya apa yang udah kamu lakuin?" tanya sang mamah penuh dengan kelembutan sangat berbeda dengan sang papah.

"Meta cuma berusaha untuk ngambil hatinya Alka, mah," ujar Meta dengan suara parau.

Napas papah Meta sudah mulai membaik, emosinya pun sudah stabil, ia menghela napas pasrah. "Nggak harus Alka, kalo emang sekali ditolak, ya udah lupain. Jangan ngemis-ngemis, Nak. Nggak sepantasnya wanita seperti itu."

Meta semakin menundukkan kepalanya. Bagaimana ia harus melupakan Alka? Bahkan hari-harinya selalu terhantui oleh wajah Alka.

Meta mengangkat kepalanya kala menyadari sang papah hendak pergi. "Papah mau ke mana?" pertanyaan Meta hanyalah angin lalu, sama sekali tidak dijawab oleh papahnya.

"Mah, maafin Meta," Meta beralih menatap sendu mamahnya.

"Nanti kalo papah udah tenang, kamu minta maaf ya?" Meta menganggukkan kepalanya lalu menghambur ke dalam pelukan sang mamah.

*****

Di tengah-tengah perjalanan, Bagas terus mengeluh akan cacing-cacing di perutnya yang meminta untuk diberi makan. Alka pun sangat kesal dengan lelaki itu. Akhirnya Alka memutuskan untuk berhenti di restoran, namun ditolak keras oleh yang lain.

"Warung makan pinggir jalan aja," ujar Zulva.

"Yang ada lontong sayurnya!" seru Bagas semangat.

Alka menatap anggotanya yang lain meminta persetujuan.

"Yang penting enak," ucap Abim.

"Ngikut gue mah, kan ditraktir pak bos," sahut Ariel membuat Alka memutar bola matanya malas.

Terakhir, Alen hanya menganggukkan kepalanya.

Disaat sudah menemukan warung makan yang pas, dan mereka pun memesan makanan. Ponsel Alka terus berdering tiada henti.

"Siapa sih, Al. Brisik!" cetus Zulva.

"Meta," jawab Alka.

"Angkat!" Perintah Alen singkat.

Dengan terpaksa Alka mengangkat panggilan dari Meta. Sudah dapat dipastikan, Meta menelepon Alka karena ingin membahas tentang papahnya yang diturunkan pangkatnya oleh Bastian, papah Alka. Alka memang sempat meminta kepada sang ayah untuk menurunkan pangkat papah Meta dan tanpa basa-basi langsung dituruti oleh Bastian.

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang